Semua orang
berhamburan dari kelas masing-masing setelah berdo’a terlebih dahulu dipimpin
oleh ketua kelas masing-masing. Akupun bergegas pulang. Tak lupa tas sekolah
warna coklat ku pakai di bahu, dengan semangat aku langkahkan kaki ke luar
kelas.
Langit mendung,
sepertinya sebentar lagi hujan deras akan turun. Beberapa teman tampak
memepercepat langkahnya, ada pula yang berjalan biasa, karena rumahnya dekat
dengan sekolah. Ada pula yang malah memperlambat langkahnya, menunggu jemputan
atau bahkan malah mengatur rencana hari ini main ke mana? Mumpung pulang lebih
awal.
“Ayo Wen cepetan, keburu hujan!” Resti
menyenggol dari arah belakang. Langkahnya tergesa. Resti adalah teman dekatku
yang memiliki rumah paling jauh dari sekolah. Ia harus menempuh hampir satu jam
perjalanan untuk sampai di rumanya sepulang sekolah, dengan tiga kali ganti
angkutan. Sementara aku hanya satu kali naik angkutan kota, selanjutnya harus
naik ojeg ke perumahan.
“Iya ayo, aku juga buru-buru. Gak bawa payung
soannya. Takut baju sama sepatu basah nih.” Aku menimpali. Sambil berusaha
menyamakan langkah kaki dengan langkah Resti yang semakin cepat. Tubuh Resti
lebih tinggi dari aku, makanya langkah dia lebih panjang-panjang dan lebar.
Semetara aku hanya memiliki tinggi sekitar 150 cm. Langkahku pendek, namun tak
kalah cepat dengan langkahnya.
5 menit waktu
yang diperlukan untuk berjalan dari gerbang sekolah ke tepian jalan raya,
akhirnya kami sampai juga di pinggir jalan. Resti lagsung pamit dan menyebrang
jalan. Aku langsung naik angkot yang sejak tadi sudah ngetem di lurusan gerbang
sekolah. Saang sekali aku dan Resti berbeda arah pulang. Padahal kalo saja
barengan kami pasti bakalan anteng ngobrol ke sana kemari. Dia memang teman
yang asik. Tapia pa boleh buat, besok juga ketemu lagi sama dia.
Langit semakin
gelap, dan supir angkot tak juga segera menjalankan kendaraannya. Masih ngetem
menunggu jok dipenuhi penumpang. Tak lama kemudian hujan mulai turun,
sedikit-sedikit, lalu menderas, deras sekali. Aku mulai was-was, jika hujan ini
tak segera reda sudah pasti jalanan banjir. Sepatuku pasti basah. Seragamku
juga pasti basah. Mana aku lupa bawa payung. Seragamnya masih harus dipake
besok satu hari lagi. Ah…! Kepalaku mulai memikirkan emperan ruko mana
kira-kira yang nanti aku pakai berteduh menunggu hujan reda saat aku turun dari
angkot nanti?.
Angkot mulai
berjalan perlahan. Hujan yang tiba-tiba deras membuat jalanan tiba-tiba sibuk.
Arus lalu lintas mulai memadat. Sedikit macet. 5 menit kemudian jalan mulai
digenangi air berwarna coklat dari sisi kiri kanan jalan.
Biar gak suntuk
aku mainkan hanphon pintarku. Iseng ngotak-ngatik BBM. Lihat-lihat PM sama DP
orang. Tak lupa aku ngecek DP sama PM nya A Iwan, gebetan aku yang udah hamper
setahun gak juga bisa jadian. A Iwannya punya orang siih… L tapi gak apa-apa,
karena aku tahu ada tempat yang nyaman aku singgahi dalam hatinya. Ssssst…
jangan bilang-bilang, A Iwan itu nympen nama aku di tempat paling rahasia
pada hatinya.
Aku coba BBM
dia.
Aku :
“PING!”
Iwan :
“ Pong… :-D”
Aku :
“Lagi apa aa?”
Iwan :
“Lagi kangenin kamu J”
Aku :
“Ikh… makasih… “
Iwan :
“Kamu masih di sekolah de?”
Aku :
“Udah di jalan A, lagi nge-ancot :-D”
Iwan :
“Eh… nyampe mana? Hujan gede banget!”
Aku :
“Iya nih a… L
“Aku bertedeh di mana ya?”
“Mana gak bawa paying pula L”
Iwan :
“Nanti cari ruko yang enakan dipake berteduh ya…”
“Jangan hujanan kamu… Awas sampe sakit”
“Hati-hati ya de… maaf gak bisa
jemput”
Aku :
“Iya Aa… gak apa-apa”
Iwan :
“Aa lagi ada urusan kerjaan”
Aku :
“Iya A, sukses ya buat kerjaannya… !”
Iwan :
“AAmiin…”
Hujan semakin
menderas. Jalanan mulai banjir. Penumpang lain satu persatu mulai turun, bergantian
dengan satu dua orang yang naik. Sopir angkot tampak sibuk membetulkan kaca di
pintu mobil angkotnya. Air hujan masuk membasahi kaos lusuhnya. Mulutnya tak
berhenti mengoceh memaki kaca pintu yang tak bersalah apa-apa. Cuma macet dan
sedikit longgar saja.
20 menit
kemudianaku sampai di tempat seharusnya aku turun dari angkutan
kota. Aku memilih berhenti di depan toko pelastik. Toko kecil di pinggir jalan,
namun sepertinya cukup nyaman untuk digunakan untuk berteduh sementara. Tidak
banyak orang yang bertedh di sana. Hanya ada dua orang ibu-ibu di samping
kananku yang sedang ngobrol soal hujan. Yang satu tampak bersungut-sungut
menceritakan soal jemurannya yang sudah pasti basah kuyup semua di pekarangan
rumah, dan yang satunya menceritakan penyesalannya mengapa berangkat sekarang.
Padahal beberapa waktu sebelumnya ia merasa ragu-ragu untuk berangkat keluar
rumah. Suara mereka keras sekali, seolah mau menjadi pesaing suara derasnya
hujan.
Di samping
kiriku, seorang tukang permak duduk di belakang mesin jahitnya. Pria itu masih
muda, memakai topi. Ganteng. Sayang sekali ia memilih menjadi tukang permak.
Padahal dia masih muda, apa tidak ada pekerjaan lain yang bisa dia kerjakan
selain duduk di emperan toko menunggu orang yang memiliki keluhan seputar
pakaian yang kegedean, kepanjangan, atau bahkan celana robek dan saku bolong
sampai ganti resleting. Tapi tak apa-apa, daripada harus menjadi pengamen yang
hanya berkoar-koar menganggu pendengaran orang. Nyanyinya gak enak, kemampuan memainkan
gitar atau ukulelenya juga pas-pasan, tiba-tiba meminta uang sambil berpidato
bahwa mengamen itu pekerjaan yang lebih bagus daripada mencopet. Bahwa anjang
suara itu lebih baik daripada panjang tangan. (Sejak kapan suarabisa jadi
panjang coba?). Paling sebal kalau gak ngasih uang tiba-tiba bilang “Kerudung
Anda tak lebih baik dari amalan Anda”. Ah… kenapa pula jadi ngebahas tukang
ngamen.
Aku kembali ke
Handphoneku, yang sejak tadi aku masukan tas.
Iwan :
“De di nama? Huajnnya makin gede. Di sini banjir, airnya coklat. Jijik.”
Aku :
“Di bawah a…”
“Semoga di sini gak sampai banjir”
“ Kalau banjir air coklat bahaya, nanti aku
harus buang kaos kaki aku a. haha :-D”
Iwan :
“Iya. Tapi jangan buang ke kolam ya, takut nanti ikannya mati semua :-D”
Aku :
“wee… enak aja. Gak bakalan donk… Kaos kaki aku pakai sehari sekali L”
Iwan :
“Haha iya deeeh..”
:
“Jangan dulu pulang ya de, tunggu benar-benar reda”
Aku :
“Iya aa ku… J”
Iwan :
“Sama siapa aja di sana?”
“ Banyak orang gak?”
Aku :
“Sama tukang permak ganteng a”
Iwan :
“Ajak ngobrol donk, lumayan”
Aku :
“Gak ah… mendingan BBM an sama aa. Susah lagi… Jangankan ketemu, BBM aja susah
sekarang… L”
Iwan :
“Hehhe.. iya… maaf… sibuk aja aa nya”
Aku :
“Sibuk juga sama teteh nya…L”
Iwan :
“ah… jangan bahas itu de…”
“Suka sedih…”
Aku :
“ Sedih kenapa?”
Iwan :
“Pengen diganti sma kamu!”
Aku :
“Asik…Hayu…”
Iwan :
“Ah… pacar kamu mau dikemanain tuh…”
Aku :
“Putusin aja, gampang!”
Iwan :
“ Haha.”
“Hujannya
mulai kecil de… banjirnya di sini juga udah mulai reda”
“Di bawah masih banjir gak? Hati-hati ya. Awas
kamu hanyut nanti. Kecil soanya… :-p”
Aku :
“Ikh… enggak… Aa, aku mau beli payung dulu ah, mumpung di toko plastik”
Iwan :
“Iya sok, aa juga mau beli payung nanti.”
Aku :
“Buat apa?”
Iwan :
“Gak punya”
Aku :
“Oh…”
Iwan :
“Yasudah… kalau sudah reda cepet pulang de, cepet istirahat. Jangan terlalu
cape… Jaga kesehatan!”
Aku :
“Iya aa…J”
Iwan :
“Aa lagi lagi otewe, janjian sama temen di depan Alfh*Mart.”
Aku :
“Iya, aku naik ojek sekarang pulang, berharap bisa lihat Aa. Heheh”
Iwan :
“Hehhe, iya Aa juga berharap bisa lihat kamu.”
**
Aku pulang
menggunakan ojeg. Rok abu-abuku ku angkat sedikit biar tak terkena cipratan
air. Tapi percuma saja, rok ku tetap kotor.
Melintas di
depan Alfh*mart, aku bisa melihat A Iwan sedang bercakap-cakap dengan
seseorang, yang aku yakin itu temannya yang dimaksudkan tadi. Sayang sekali A Iwan
gak ngeliat. Jadinya aku gak bisa senyum dan gak bisa lihat senyumnya yang
manis banget. Lalu aku BBM dia:
Aku :
“Weee, aku udah liat ci ganteng lagi bincang-bincang sama temannya…”
Cigantengku tak
membalas BBM.
Sampai di rumah
aku segera mandi. Ibuku sudah menyiapkan makanan hangat dan lezat di balik tudung
saji.
Selesai mandi
aku langsung menyantap makanan yang disediakan ibu. Makanan ini terasa begitu bertambah
lezat, saat aku mengenang senyum manis Iwan. Candannya, dan juga perhatiannya.
“Terimakasih ya
A Iwan… sudah nemenin aku saat kedinginan. Walaupun kamu gak ada di dekatku,
tapi hatiku terasa hangat saat bisa BBM an sama kamu.”
**
No comments:
Post a Comment