Search This Blog

Thursday, February 25, 2016

Jika Sayang Maka Jagalah



“Kini aku tak mau lagi Gagah!” Ucap Nara dalam tengah isak tangisnya. “Perasaan berdosa itu selalu menghantuiku. Setiap malam aku tak nyenyak tidur, menyesali semuanya.” Tangannya yang lembut meyeka genangan air yang terus mengalir di sudut matanya.
Gagah menghela nafas panjang. Dadanya penuh sesak dengan perasaan bersalah. Hatinya terus mengutuk dirinya atas perbuatan yang telah ia lakukan beberapa hari yang lalu kepada Nara tambatan hatinya yang selama ini ia jaga perasaannya. Dalam hatinya ia telah berjanji, tak akan pernah menyentuh fisik gadis berjilbab panjang itu. Tak berani sedikitpun menyentuhnya walau hanya sentuhan kecil saja. Namun saat hujan deras beberapa hari yang lalu menjebak mereka  di lorong sekolah yang senyap.
Hari itu Pembina OSIS mengintruksikan agar melakukan rapat persiapan lomba porseni yang akan dilaksanakan dua pekan ke depan. Nara dan Gagah adalah pengurus OSIS, Mereka juga terlibat banyak dalam kegiatan tersebut. Saat yang lain sudah mendahului pulang ke rumah masing-masing Nara dan Gagah juga beberapa teman lain masih sibuk mengecek perlengkapan yang harus disediakan demi kelancaran pelaksanaan lomba. Hari mulai gelap, tak lama kemudian turun hujan dengan derasnya. Gagah dan Nara terpaksa mengunggu hujan reda agar pakaian mereka tak menjadi basah kuyup.
Hujan melebat, petir menyambar membuat Nara merasa ketakutan. Angin bertiup begitu kencang. Membentuk pusaran melingkar di tengah lapangan depan sekolah. Beberapa orang yang masih berada di sekolah menjerit-jerit ketakutan. Sayup-sayup terdengar ucapan-ucapan do’a dan kalimat-kalimat permohnan perlindungan. Ini angin putting beliung. Genting genting sekolah berterbangan, beberapa pot bunga yang ditata rapih di koridor sekolah berserakan. Dahan-dahan pohon patah, bahkan satu pohon besar yang berada di sisi lapangan tumbang.
Nara, tubuhnya bergetar, badannya menggigil. Kepalanya dipenuhi bayangan-bayangan tentang hal yang akan terjadi seandainya gedung sekolah sampai runtuh menimpa mereka semua yang ada di sana. Nanti malam mungkin mereka hanya tinggal nama. Nara menangis, sambil mengucap beberapa do’a yang ia hafal. Gagah merasa terpanggil hatinya, sikap kelelakiannya tumbuh, ia ingin sekali melindungi Nara dari rasa takutnya. Gagah memeluk erat tubuh Nara, sambil berusaha menenangkan bahwa semua akan baik-baik saja. Perlahan tangisan Nara mereda. Ia nyaman dalam pelukkan kekasihnya itu. Mereka berdua berangkulan di pojok lorong perpustakaan, menunggu hujan deras reda.
Nyaman tinggalah nyaman, Nara dan Gagah hanyut dalam kenyamanan yang mereka ciptakan. Hujan deras yang mulai mengecil, angin putting beliung yang sudah pergi sejak tadi, genting-genting atap sekolah yang berserakan, dahan-dahan yang patah, pot bunga yang berantakan, menjadi saksi bisu kejadian itu. Dua remaja yang tidak memiliki ikatan pernikahan larut dalam kehangatan eratnya pelukan. Sampai salah satunya segera menyadari bahwa tidak seharusnya mereka seperti itu. Ada Allah yang selalu mengawasi mereka. Melihat tindakan-tindakan yang mereka lakukan. Nara menangis menyesali semuanya. Ia berlalu meninggalkan Gagah yang juga merasakan penyesalan luar biasa. Tak henti-hentinya Gagah mengucapkan istigfar, memohon pengampunan atas hal yang baru saja ia lakuakan.
Sejak hari itu Nara tak mau bertemu lagi dengan Gagah, ia lebih sering menghindar. Rasa malu, dan perasaan berdosa telah menghukum dirinya sendiri. Terkecuali hari ini, hari dimana acara besar sekolahnya harus di gelar. Nara dan Gagah kembali bertemu dalam sebuah tugas. Mereka tergabung dalam satu tim. Mau tak mau Gagah dan Nara harus bekerja sama. Kebersamaan yang terlalu canggung, dengan percakapan yang hanya seperlunya. Sampai tiba di penghujung acara, menunggu kegiatan evaluasi, akhirnya salah satunya bisa mencairkan kebekuan di antara mereka.
“Sungguh maafkan aku Nara, aku khilaf…” Gagah memelas, menyampainkan permohonan.
“Iya gak apa-apa Gah… tapi tolong jangan kayak begitu lagi ya Gah… aku tak mau…” Nara menggelengkan kepalanya, berusaha membuang perasaan berdosa yang terlalu besar.
“Nara… jika kedekatan ku denganmu hanya akan menjerumuskan kamu kepada lingkar dosa dan maksiat kepada Allah, maka akan lebih baik jika kita tak usah sering ketemu dulu” Ucap Gagah mantap. Nara mengangguk setuju.
“Tapi Nara…” Ucapan Gagah terhenti.
“Apa lagi Gah?”
“Aku minta jangan kamu lupain aku, berdo’alah agar Allah selalu menjaga kita.” Ucap Gagah. Lalu “Aku menyayangimu Ra…”
“Aku juga Gah… Tapi kalau sayang kita harus saling menjaga. Kamu jagain aku dari api neraka, dan aku juga akan bantu jagain kamu agar gak masuk neraka.”
“Iya Nara…” Gagah tersenyum lega.
Langit mulai gelap, jam menunjukkan pukul 17:00. Nara bergabung dengan panitia putri yang lain, begitupun Gagah. Dengan dibimbing oleh Pembina OSIS mereka menutup kegiatan evaluasi, kemudian pulang ke rumah masing-masing.

Share/Bookmark

No comments:

Post a Comment