Search This Blog

Sunday, March 26, 2017

TABRAK LARI


“Aaahh…” Yumna merintih kesakitan.
Kakinya luka dan berdarah di bagian betis. Namun ada yang lebih terasa sakit yaitu di bagian pergelangan kakinya.
“Sepertinya kakiku terkilir” Rintihnya lagi.
“Ayo ke pinggir dulu!” Ajak Kamal, sambil memapah tubuh temannya itu.
Yumna berjalan tertatih sambil menggigit bibirnya menahan tangis. Baru terasa, ketika dipakai berjalan kakinya terasa semakin sakit.

Kamal membiarkan Yumna duduk di trotoar. Ia kembali ke tengah jalan menghampiri motornya yang masih tergeletak. Dengan sedikit tertatih Kamal mendorong motornya mendekat ke arah Yumna yang masih merintih kesakitan.
Seorang gadis menawarkan segelas teh manis hangat dan mengobati luka di kaki Yumna. Ia mengobatinya dengan sangat hati-hati. Namun tangannya terlalu dingin di kaki Yumna, dan wajahnya terlihat pucat pasi. Yumna mengucapkan terimakasih kepadanya. Tanpa berkata-kata ia mengobati luka di kaki Yumna, kemudian ia pergi tanpa sepatah katapun.
Hanya gadis itu yang perduli. Beberapa orang lain yang berkerumun hanya berpangku tangan dengan berbagai tatapan sinis kepada mereka. 
Kamal menghampiri Yumna yang sibuk mengurut-urut kakinya yang terasa semakin sakit dan perih.
Orang-orang yang berkerumun tetap diam dan menatap dengan tatapan janggal. Beruntung Motor Kamal tidak mengalami kerusakan parah. Walau kejadian tabrak lari yang baru saja terjadi cukup membuat mereka berdua terpental jauh. Tetapi Kamal cukup cermat, ia masih bisa berkonsentrasi sehingga bisa mensiasati dan mengendalikan motornya untuk meminimalisir kecelakaan.
“Yumna, kamu gak kenapa-kenapa? Kuat melanjutkan perjalanan gak?” Tanyanya dengan cemas. Kakinya memang sakit, tapi ia yakin masih bisa melanjutkan perjalanan. Ia lebih merasa khawatir dengan keadaan temannya. 
“Aku baik-baik saja. Dan sepertinya kita harus segera meninggalkan tempat ini Mal.” Ujar Yumna setengah berbisik. “Perasaan ku gak enak.” Ujarnya lagi. Matanya menatap ke sekeliling. Mengamati satu-persatu wajah orang-orang yang menatapnya ganjil. Mereka jelas-jelas hanya menatap ke arahnya. Ya, hanya ke arahnya. Tidak kepada Kamal.
“Ayo, kamu pasti kuat, nanti kita mencari tukang urut ya. Sekarang kita harus segera pulang.” Kamal membantu Yumna bangun dari duduknya.
Kamal menaiki motornya. Lalu menghidupkan mesin, mengecek semuanya, beruntung semua baik-baik saja. Yumna naik di belakang Kamal.
“Kamu siap Yumna? Semoga kita selamat sampai rumah.” Ujar Kamal.
“Iya Mal. Aamiiiin. Eh tunggu, aku belum sempat pamit sama orang yang ngasih aku teh hangat. Kemana dia ya?” Matanya mencari gadis yang telah member the dan mengobati lukanya. Orang yang berkerumun sekitar 15-20 orang tetap menatapnya dengan tatapan aneh. Membuat Yumna merasa risih sekaligus ngeri. Ada apa dengan mereka?
“Kamu mencari siapa Yumna?” Kamal merasa heran dengan apa yang diucapkan temannya itu.
“Nyari orang yang sudah menolong dan mengobati luka kakiku Mal.”
“Orang apa? Gak ada siapa-siapa di sini.” Ucap Kamal ketus.
“Kamal kamu gak liat? Pas kita kecelakaan tadi banyak orang yang mengerumuni kita. Tapi tak seorangpun yang menolong kita. Hanya satu orang yang menolong. Hanya stu yang perduli.”
“Siapa?” Kamal semakin heran.
“Ah, Kamal, kamu gak lihat tadi kakiku diobati sama dia? Memakai betadine. Dan dia memberiku minum teh manis hangat.”
“Aku tak melihat siapapun Yumna!” Kamal mulai kesal. Ia merasa kawannya itu mulai ngelantur.
“Kamal. Orang-orang itu melihat kita. Ada lima belas sampai dua puluh orang melihat kejadian kita. Melihat aku kesakitan. Melihat kamu kepayahan. Tapi takseorangpun menolong kita. Hanya satu orang. Hanya satu yang peduli. Dia mengobati lukaku, dan memberiku minum.”
“Yumna, lihat sekeliling kita.  Jangan mengada-ada!”
Yumna kembali menatap tempat sekelilingnya. Lalu ia mengucek-ngucek matanya berulang kali. Benar saja. Tak ada seorangpun di sana. Hanya pohon-pohon besar dan rimbun. Serta sebuah bangunan tua yang berdiri di sana tanpa penerangan. Sepertinya bangunan itu sudah lama tak berpenghuni.
“Aku minum Mal… Aku diobati. Aku minum, dan gelasnya aku simpan di…”
Kalimat Yumna terhenti ketika matanya tak menemukan gelas di tembat duduk tadi.
“Mal… kita pulang sekarang Mal… Ayo… Aku takut.” Desak Yumna.
“Sebentar, aku penasaran, coba aku lihat kaki kamu.”
“Mau apa? Nanti saja, ayo kita pulang” Rengek Yunma.
“Aku penasaran dengan luka kamu. Apakah ada bekas obat atau tidak?” Desak Kamal.
Yumna membuka bagian bawah celananya. Darah mentee dan membasahi celananya sehingga berubah warna menjadi merah.
“Lukamu parah! Harus segera diobati.” Ujar Kamal.
“Jangan perdulikan lukaku! Bawa aku pergi dari  sini secepatnya Kamal!” Yumna mendesak. Perasaannya semakin tidak enak. Angin malam berhembus begitu kencang. Menghasilkan suara riuh dedaunan dan gemerisik ranting-ranting pohon. Bau amis tercium begitu menyengat. Tentu saja bukan bau dari darah di kaki Yumna. Perasan Yumna semakin gentar. Dan Kamal masih tetapp berusaha tenang.  
Sejauh mata memandang ke sekeliling tetap saja tempat itu sepi. Tak ada satupun kendaraan yang melintas di jalan itu.
“Ah, Kamal… Ayo kita pulang.” Yumna kembali mendesak.
Kamal mengendarai motornya. Melanjutkan perjalanan. Sementara Yumna hanya diam seribu bahasa di balik punggung Kamal. Fikiran mereka dipenuhi dengan berjuta tanda Tanya. Ada apa sebenarnya? Mereka menjadi korban tabrak lari, dan tak ada seorangpun yang menolong. Lalu orang-orang yang bergerombol tadi? Siapa mereka. Dan mengapa Kamal sama sekali tak melihat apa yang dilihat Yumna?
“Mal, kamu aneh gak sih dengan tepat kejadian tabrakan kita tadi? Mengapa yang nabrak lari gak mau minta maaf atau sekedar basa-basi nolongin kita gitu? Apakah ada hubungannya dengan orang-orang yang berkerumun tadi Mal?”
“Yumna! Berhentilah membahas kerumunan orang. Tak ada orang yang ada di sana kecuali kita berdua dan mereka yang menabrak kita tadi.” Kamal mulai emosi. Kesal dengan kelakuan Yumna yang melulu membahas hal yang tidak masuk akal.
“Tapi tunggu. Apakah benar kamu melihatnya? Apakah kamu memiliki kelebihan untuk melihat hal-hal yang bersifat gaib? Atau kamu hanya berhalusinasi?” Kamal penasaran.
“Mal, aku melihatnya!” Yumna setengah membentak. Berharap Kamal bisa menerima apa yang ia yakini. “Atau kalau memang hanya aku yang melihat, jangan-jangan yang nabrak kita juga bukan orang Mal?”
“Sudahlah, jangan berfikiran macam-macam. Yang nabrak kita tadi itu orang. Orang yang tak mau bertanggungjawab. Dan tak ada seorangpun yang melihat kejadian tadi, karena ini sudah larut malam Yumna… Sudah pukul 1 dini hari.” Kamal berusaha menjelaskan.
Penjelaasan Kamal memang cukup masuk akal. Di daerah seperti itu orang-orang mungkin sudah terlelap dan tak akan ada yang berkeliaran ke jalan dini hari. Tapi mengapa Yumna melihat hal yang berbeda dengan penglihatan Kamal. Siapa yang salah? Siapa yang peglihatannya keliru?
“Ya sudah, lupakan kejadian tadi, bantu aku konsentrasi untuk melanjutkan perjalanan agar lekas sampai.” Ujarnya kemudian.  
Angin kembali berhembus kencang, terasa semakin dingin dengan mengendarai motor. Jalanan yang dilewati tetap senyap, hanya pepohonan dan tebing-tebing curam yang mereka temukan. Sepanjang jalan benar-benar jarang penduduk.
Beberapa menit motor mereka meninggalkan tempat kejadian itu, tiba-tiba motor Kamal terhenti, mesinnya mati. Ia berusaha menghidupkannya kembali. Namun beberapa kali distarter motornya tak juga mau hidup. Kamal menyarankan Yumna untuk mencari tempat duduk agar ia beristirahat dan tidak terlalu tersiksa dengan rasa sakit di kakinya. Tak ada pilihan lain, Yumna mengangguk, menuruti saran Kamal. Ia berjalan tertatih beberapa langkah menjauh dari Kamal. Matanya mencari-cari tempat yang dirasa nyaman. Namun pencahayaan jalan sangatlah terbatas. Tak ada lampu penerangan di sana. Hanya cahaya rembulan yang malam ini tampak bulat sempurna, bulan purnama.
Angin malam berhembus begitu kencang, begitu dingin menusuk ke pori kulit. Kiri dan kanan jalan hanyalah hamparan sawah dan sebagian padang rumput serta ilalang. Suasana sepi, tak ada satupun kendaraan yang melintas di sana.
Langkah Yumna  seketika terhenti, saat telinganya menangkap suara percakapan. Ia menoleh ke arah Kamal. Ia tampak sedang berbicara dengan seseorang berambut putih. Dari tampilannya ia seperti seorang kakek tua. Bajunya berwarna putih seperti jubah. Namun badannya masih cukup tegak. Ia tidak terlalu renta. Yumna membalikkan tubuhnya. Berjalan kembali ke arah di manaKamal berdiri.
“Mal…” Panggil Yumna.
“Sini Yumna!” Ucap Kamal.
Kakek tua itu kemudian pergi sebelum Yumna sampai di hadapan Kamal.
“Siapa dia? Apa yang kalian bicarakan?”. Yumna penuh Tanya.
“Entahlah, yang pasti ia menyarankan kita untuk segera pergi dari sini.” Ujar Kamal dengan suara setengah berbisik seolah kalimat itu sesungguhnya ditujukan untuk dirinya sendiri.
“Motormu?” Yumna khawatir motor Kamal masih belum bisa menyala.
Kamal mengankat bahu. Ia tak yakin motornya bisa kembali menyala.
“Bensinnya kali Mal!”
“Sudah aku cek. Masih penuh. Mungkin pengaruh tabrakkan tadi.” Kamal mengambil handpone dari saku celananya. Menyalakan flashlight dan memeriksa pipa bensinnya. Kamal tampak beberapa kali menghela nafas panjang. Penanda bahwa ia menemukan masalah. Yumna yang terus gelisah tak mau berjauh-jauh dari temannya itu. Ia tetap berdiri di samping Kamal menahan sakit dan perih di kaki kanannya. Fikirannya tak bisa berhenti memikirkan kejadian tadi. Kerumunan orang, gadis yang mengobati dan memberinya teh, serta kakek tua yang tiba-tiba muncul barusan. Namun ia tau, bukan saat yang tepat untuk kembali membahas itu. Kamal perlu semangat. Ia adalah satu-satuny aoorang yang bisa membawanya pulang mala mini.
Angin malam semakin dingin, suasana tetap sepi dan motor belum juga menyala.
“Mal, ada mobil.” Bisik Yumna. Telunjukknya diarahkan kepada hal yang ia maksudkan.
“Mana?” Kamal beranjak dari tempatnya berjongkok. Matanya menangkap dua cahaya terang dari arah berlawanan. Namun ia tahu itu bukanlah lampu mobil.
“Yumna, berdo’alah sebanyak-banyaknya!” Bisik Kamal nyaris tak terdengar jelas oleh Yumna.
“Ada apa Mal?” Yumna merasa heran. Matanya kembali tertuju ke arah cahaya tadi berasal. Badannya seketika terasa dingin dan lebih lemas, lunglai tak bertenaga. Mulutnya berusaha membacakan ayat-ayat yang ia hafal. Tangannya berpegang erat ke ujung jaket yang dikenakan Kamal. Ia takut, ia panik, dan apapun yang ia rasakan saat itu. Cahaya lampu yang ia lihat bukanlah berasal dari cahaya lampu mobil. Namun berasal dari ekor binatang yang menyerupai harimau. Dua mahluk itu menghentikan langkahnya beberpa saat, lalu perlahan pergi ke arah hamparan sawah yang membentang di sisi kanan jalan.
Kamal menghela nafas panjang. Mulunya terus berkomat-kamit membacakan sesuatu. Ia tetap berusaha tenang sebisa mungkin. Yumna semakin lesu, wajahnya pucat pasi, merasakan ketakutan yang terlalu.
Yumna menagis terisak. Bahunya berguncang. Keadaan semakin mencekam. Kamal tak tahu harus berbuat apa.
“Yumna… tetaplah sadar Yumna… Jangan takut. Tenanglah, bantu aku. Aku harus berkonsentrasi agar kita lekas pergi dari tempat ini. Yumna… sadarlah, berdo’alah Yumna…” Berkali-kali Kamal berusaha memberi semangat.
“Mal… aku takut… Aku takut…” Yumna menangis. Air matanya mengalir deras. “Aku tak mau di sini.” Desaknya lagi.
“Baiklah, tetaplah berdo’a. Diamlah di sini dekat aku. Berdo’alah Yumna. Berdo’a!” Yumna mengangguk. Lalu mulutnya kembali membacakan do’a-do’a dan ayat-ayat yang ia hafal. Tak henti-hentinya ia memohon perlindungan kepada sang Maha Pencipta.  
Di tengah-tengah perasaan yang juga tak menentu Kamal berusaha memperbaiki motornya. Dengan susah payah akhirnya motornya bisa kembali menyala.
“Alhamdulillah…” Ia berucap syukur.
“Ayo Yumna kita pulang”
Yumna mengangguk. Lalu berusaha berdiri dibantu Kamal. Kakinya kembali berdarah. Celananya basah dengan cairan berwarna merah.
**
Sepanjang jalan Yumna tak berhenti berdo’a. satu jam kemudian sampailah mereka di jalan yang mulai ramai dilewati banyak kendaraan. Kamal memutuskan untuk beristirahat di sebuah pom bensin yang buka 24 jam. Begitu sampai di sana Yumna mendadak jatuh dari motor, ia kelelhan dan tak sadarkan diri.
Seorang petugas yang sedang beristirahat kebatulan pom itu sepi, mendekat dan melakukan tindakkan pertolongan. Tak lamakemudian dating beberpa staf membantu mengangkat tubuh Yumna ke dalam kantor SPBU.
Perasaan Kamal semakin cemas melihat temannya tak sadarkan diri. Tubuhnya mulai lemas. Sejak tadi tubuhnya dipaksa untuk kuat dan tetap semangat. Melawan berbagai hal janggal yang terjadi sepanjang perjalanan. Kakinya seolah tak kuat lagi menopang tubuhnya. Ia pun hampir jatuh tersungkur. Seorang petugas memapah tubuhnya. Lalu membantu Kamal berjalan ke ruangan tempat Yumna diberi pertolongan.
Setelah minum dan diam beberpa saat, Kamal menjelaskan dan memaparkan semuanya. Ia bercerita jika mereka mengalami kejadian tabrak lari. Kamal menceritakan semuanya termasuk apa yang dialamai oleh Yumna di tempat kejadian dan apa yang mereka lihat di jalan sekitar hamparan sawah yang luas
Mendengar cerita Kamal, beberapan petugas pom yang ada di sana saling pandang dan diam seribu bahasa. Beberapa di antaranya menghela nafas panjang. Seolah membuang selembar beban yang mengganjal perasaan mereka.
Lalu satu dar mereka berkata, “Syukurlah kalian selamat sampai di sini. Tempat itu memang angker dan sering memakan korban. Jika sudah lewat jam sebelas malam tak ada yang berani melewati jalan itu. Istirahatlah di sini sambil menunggu pagi, kasihan temanmu.” Ucap petugas pom bensin itu seraya menepuk pundak Kamal mencoba menengkan. Kamal mengangguk lesu.
**
Kamis sore, seusai jam perkuliahan berakhir Kamal, Yumna dan beberapa kawan pergi ke Garut untuk melakukan takjiyah orangtua kawan mereka yang meninggal dunia. Kawan mereka sangat bersedih dan akhirnya mereka memutuskan untuk menemaninya terlebih dahulu hingga tak terasa malam kian larut.
Pukul 11 malam mereka memutuskan untuk pulang ke Bandung. Karena berbagai alasan keperluan yang harus dilaksanakan esok hari.
Rumah Kawan mereka sangat jauh dari keramaina kota. Terdapat di daerah terpencil dengan jalan yang sepi dan jarang dilalui oleh kendaraan. Sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk sampai ataupun kembali dari sana. Di perjalanan, Motor yang dikendarai Kamal dan Yumna mengalami kecelakaan, ditabrak pengendara yang tidak bertanggungjawab. Teman-teman yang lain, tak ada seorang pun yang tahu kejadian tersebut karena sudah lebih dahulu berangkat menggunakan mobil.
TAMAT



Share/Bookmark

4 comments: