Search This Blog

Sunday, January 17, 2016

Karenamu Aku Bisa Bertahan di Sini

Hai! Kamu di sana lagi apa? Inget sama aku enggak? Kangen sama aku atau enggak? Lagi sibuk atau nganggur? Sudah sarapan apa belum? Pasti belum? Soalna aku tahu kamu itu kebiasaan makannya buruk sekali. Suka telat-telatan makan dan suka lupa-lupain minum. Tapi anehnya kamu tak pernah bilang sakit perut kayak aku yang sering sakit perut karena telat makan.



Kamu tadi malam kemana aja? Aku BBM ceklis semua. Dan gak tahu nyampe atau enggak BBM nya. Padahal semalam aku bilang rindu lho sama kamu. Dan aku juga bikinin puisi buat kamu. Sebagai pengantar kamu tidur. Biar kamu gak bisa tidur, biar kamu inget aku terus, lalu pas tidur kamu mimpiin aku.
Hai! Kamu tahu gak? Pagi ini aku bĂȘte. Gara-gara semalemam BBM aku gak kamu bales. Aku nungguin tau, sampai lumutan, sampai jenggotan, sampai berakar.  Aku semalam gak bisa tidur mikirin kamu, kamu nyadar gak sih? Makanya tadi pagi jadinya aku bangun kesiangan. Sekarang aja aku masih ngantuk. Tapi aku maksain bangun. Lihat laptop bawaannya jadi suka pengen curhat.
**
Hai semua, aku Yessy. Perempuan usia 19 tahun. Aku kuliah semester 4. Tapi hari ini aku libur, tak ada jadwal kuliah. Makanya aku tak masalah ketika bangun dan melihat jarum jam sudah menunjukkan jam 8 pagi. BIasanya aku akan sangat marah ketika aku kesiangan. Gara-gara adikku tak membangunkanku jika ada jadwal kuliah. Tapi sekarang aku santai saja. Toh gak cepet mandi juga gak apa-apa. Eh, tapi jangan salah, sekarang aku sudah mandi lho, udah segar dan wangi. Cantik? Sudah pasti…
Aku anak pertama dari dua bersaudara. Adikku Tama, laki-laki. Sekolahnya baru kelas satu SMP. Dia ganteng, badannya tinggi walau baru kelas satu. Aku yakin nanti pas dia sudah seusiaku bakalan jadi cowok idaman cewek-cewek. Kalau kalian yang sejenisku ketemu adik aku nanti di usia 20an jangan naksir dan ngecengin ya. Heheh.
Selain ganteng, adik aku juga pintar main gitar, jago main basket dan tenis meja. Jika ada kejuaraan antar RT dia selalu menjadi pemenang tenis meja, agustus lalu, dia  lawan bapak-bapak lho. Ah tapi lupakan adikku. Bukan dia yang akan aku ceritakan kali ini.
Kalian tahu gak? Tadi aku bicara sama siapa? Ngebahas tenntang BBM yang ceklis melulu semalaman. Itu ya aku bicara sendiri aja ngawur. Pengennya sih bilang langsung sama orangnya tapi katanya dia udah pergi kerja. Lebih tepatnya dia magang kerja di salahsatu perusahaan properti, dia jadi marketing di sana. Makanya tadi sambil menggerutu aku nanyanya kamu lagi sibuk atau nganggur? Soalnya dia itu ya, kalau lagi sibuk dia orangnya sibuk banget, dan kalo lagi gakda kerjaan ya dia santai banget. Dan di sana aku suka seneng, soalnya kalo aku nya gak ada jam kuliah juga dia sering ajak aku jalan-jalan kemana saja. Nonton, makan, atau cuma sekedar muter-muter kota Bandung aja lihat-lihat jalan, menikmati kemacetan lalulintas.  
Oiya, kalian belum tahu yang aku maksud dia itu adalah siapa kan? Biar aku ceritakan.
Dia itu namanya Iwan. Mahasiswa tingkat akhir, yang aku tak mau tahu dia itu semester berapa, yang pasti dia itu gak lulus-lulus. Dia bilang kuliah tehnik itu wajar kalau lulusnya lama. Ah biarlah. Yang penting buat aku dia itu baik, baik…..banget. Dia itu penyayang, penyayang…banget. Dia juga perhatian, perhatian…banget. Dia dewasa, konyol dan kocak juga. Pandai menghibur. Pandai menempatkan diri, paling tahu kapan harus serius, kapan harus bercanda, dan kapan boleh ngebercandain. Kalau lagi dekat sama dia, aku selalu lupa kalau aku ternyata lagi banyak tugas, lupa kalau kadang aku lagi bersedih, lupa sama beban fikiran, lupa kalau aku punya masalah pelik yang aku hadapi di rumah dengan kedua orangtuaku. Pokoknya bersama dia aku merasa hidup itu sempurna. Selalu bahagia. Entah kenapa, ia selalu pandai menyikapi semua persoalan. Masalah yang menurut aku, dan mungkin menurut orang lain adalah hal yang sulit, bagi dia sepertinya oke-oke aja. Dia itu memiliki pembawaan yang santai, namun tetap mantap dalam menyelesaikan persoalan. Selesai dengan cara yang berbeda, santai, tapi selesai tepat waktu. Itulah hebatnya Iwan.
Iwan adalah seseorang yang aku temui tidak sengaja. Maksudnya tanpa sengaja tiba-tiba aku nyambung aja sama dia. Dia yang usil, selalu gangguin. Awalnya aku merasa risih digangguin. Tapi tiba-tiba saat di menghilang, aku selalu merindukannya. Entah kapan mulainya, tapi yang jelas kami berani saling mengakui jika aku adalah pacarnya, dan dia adalah pacarku. Walaupun aku lupa, atau bahkan memang tak ada kesepakatan bahwa kami jadian. Aku tahu, dari jawaban dia ketika aku tanya kapan kita mulai pacaran, ya sejak aku dan dia mulai asik BBM an. Itu jawabannya. Jika begitu mungkin itu setahun yang lalu. Bulan Januari tahun lalu.
Januari tahun lalu, malam itu aku ingat, lagi begadang, dan aku banyak menengis malam itu. Gara-gara aku dengar mamah dan papah bertengkar hebat dan mengucapkan kata-kata perceraiain. Aku ingat, kali itu benar-benar tak ada tempat untuk berbagi kesedihan. Malam itu kebetulan Tama sedang menginap di rumah nenek. Baguslah, adikku tak perlu mendengar pertengkaran papah dan mamah yang aku rasa itu lebih boleh dibilang kiamat besar di rumahku. Aku hanya bisa diam dan menangis di kamarku. Lampu sengaja aku matikan. Dan hanya menyala lampu kecil, lampu tidurku. Aku tak ingin ketahuan jika aku masih terjaga. Biasanya mamah dan papah selalu menghindari pertengkaran jika di dean anak-anaknya. Malam itu sudah cukup larut. Jam 12 malam. Entah kurang atau lebihnya aku lupa lagi. AKu bingung harus berbuat apa. Mau melerai, takut disangka ikut campur dan aku juga tak pernah tahu jelas apa duduk persoalan yang sebetulnya sering menjadi bahan pertengkaran kedua orangtuaku itu.
Aku sedih, hanya HP androidkulah yang selalu setia menemani. Aku update PM di BBM ku. “Susah tidur, berisik sekali”.
Tiba-tiba Iwan komentar “Kenapa belum tidur jam segini? Apanya yang berisik?”.
Merasa mendapatkan teman, aku ceritakan semua yang terjadi kepada Iwan. Entah kenapa aku merasa nyaman curhat ini itu kepadanya. Dan satu yang sampai saat ini selalu aku ingat dari BBM Iwan saat masih pertama-pertama kami BBM an yaitu “jangan sedih lagi… ada Iwan di sini”
Kalian tahu, Cuma hanya karena kalimat itu aku yang tadinya tidak memiliki perasaan apa-apa kepadanya gara-gara kalimat itu aku mendadak kasih hati aku puluhan persen kepadanya. Aku geser-geserin nama-nama yang ada di hatiku. Aku buang satu-satu. Aku kosongkan ruang hatiku. Aku isi tempat istimewanya dengan nama Iwan, semua tentang Iwan.
Sejak saat itu aku selalu cerita apa saja kepadanya termasuk hal sepele sekalipun. Karena bagiku dia adalah tempat ternyamah untuk mencurahkan segala rasa. Aku sedih, aku galau, aku senang, aku laper pengen makan sekalipun aku bilang sama dia. Senang bila kebetulan dia lagi ada deket dengan aku, otomatis dia langsung ajakin aku ke tempat makan, dan kalian tentu tahu siapa lagi yang bayarin kalo bukan Iwan. Selalu seperti itu.
Buat aku Iwan lebih enak kalo aku bilang dia itu malaikat ku. Tapi dia gak pernah mau dikatain begitu. Katanya Malaikat itu mahluk Tuhan yang memiliki ketaatan yang luar biasa. Jangan samakan dia sama malaikat. Tapi maksud aku bukan itu. Bukan mau menyamakan dengan malaikat yang bertugas untuk Tuhan. Aku hanya gak punya sebutan dan istilah lain buat orang sebaik dan seistimewa dia. Hati aku yang kecil aja udah luar biasa merasa terhormat menyimpan namanya. Fikiran dan otak di dalam kepalaku aja udah merasa terhormat memikirkan orang seperti dia.
Tak ada gading yang tak retak, tak ada mahluk yang sempurna di dunia ini. Termasuk Iwan, ia  juga bukan orang yang sempurna. Namun caranya memperlakukankulah yang selalu membuat aku merasa memiliki hidup yang sempurna. Padahal caranya sederhana. Gak dilebih-lebihkan, namun yang pasti ia adalah pengusir kepenatan, kata-katanya bisa menghilangkan kekesalan dan kesedihan.
Mungkin di sini kalian akan merasa agak bosan ketika aku terus memuji-muji Iwan. Tapi ya begitulah, namanya juga udah jatuh cinta, maka akan habis-habisan membangga-banggakan orang yang kita acintai. Tapi aku yakin, jika kalian bertemu Iwan, dan kenal dekat dengan dia, maka tak perlu waktu banyak untuk menyukainya walau aku tak akan pernah rela jika kalian yang sejenisku ikut-ikutan jatuh cinta. Takan pernah aku biarkan. Iwan hanya milik aku, aku yang akan jadi istrinya. Itupun jika Allah berkenan mempersatukan kami sampai cuma maut memisahkan.
**
Jam 8 pagi, sehabis mandi, aku sms Iwan gara-gara semalam BBM nya ceklis. AKu Tanya kenapa BBMnya tidak aktif? Tapi sms jawabannya “Aktif kok”. Aku coba ngeping dia, ternyata iya, aktif lagi gak seperti tadi malam ceklis melulu.
“A Iwan lagi di mana?”
“Kepo…”
“Biarin…sayang soalnya, weee”
“Aa mau Otewe”
“Mau ke mana? Ke kantor, ke Garut, ke mana?”
“Kemana aja boleh kan? Dasar bawel!” ledeknya
“Yasudah, asal jangan lupa sarapan. Tahu kok A Iwan belum sarapan…”
“Iya… iya… sudah ya, berangkat dulu”
“Iya”
Walaupun percakapannya sederhana aku cukup senang dengan BBM itu.
Hari kemarin Iwan sempat cerita, kalau urusan pekerjaannya cukup menguras tenaga dan menguras fikirannya pula. Aku bisa maklum jika dia jarang menghubungiku. Tapi aku tak bisa memaklumi betapa rasa rindu ini begitu besar kepadanya. Padahal hanya berapa jam saja tak mendapatkan kabar.
Lalu aku kirim ini ke BBMnya.
“Allah pasti akan selalu melindungimu, soalnya kamu orang yang baik banget. Allah akan melancarkan semua urusan mu hari ini, soalnya kamu orang yang baik banget. Walaupun urusanmu hari ini tidak sesuai harapan, maka Allah akan menyenangkan perasaanmu, karena kamu orang yang baik banget. Dan lain kali pasti urusanmu terselesaikan dengan hasil yang maksimal. Kamu tahu kenapa? Soalnya kamu orang yang baik banget.”
Lalu :
“Terimakasih bawelku… J
**
Siang ini. Matahari begitu terik. Aku malas keluar. padahal lapar, dan di rumah tak ada makanan yang menarik. Panasnya sengat matahari mengalahkan keinginanku untuk menyelesaikan urusan laparku. Aku hanya diam di rumah.
Mamah ku datang, dengan muka yang kusut sekusut-kusutnya. Membuat rasa laparku hilang. Bukan kenyang, tapi lupa dengan perasaan lapar. Kalau sama Iwan mungkin bisa saja aku mendadak kenyang lihat senyumnya dan menikmati canda tawa bersamanya. Tapi kali ini aku malah benar-benar kehilangan nafsu makan walaupun kalian hidangkan makanan terlezat sekalipiun di hadapanku aku taka akan memakannya karena aku melihat mamah menangis. Memeluk erat tubuhku. Bahunya berguncang-guncang, menangis sesenggukan. Aku bingung harus bagaimana selalin berusaha menenangkan sebisaku. Membalas pelukan mama. Mengelus punggung dan rambut mamah sesekali.
“Kenapa lagi mah…? Soal papah?” tanyaku pelan-pelan.
Mamahku belum bisa menjawab. Mungkin mamah masih belum puas menangis. Sepertinya ada rasa sakit yang terlalu dalam dan merobohkan benteng pertahanan mamah. Selama ini aku tak pernah melihat mamah menangis seperti itu.
Setelah tangisan mamah agak reda dan sedikit tenang, mamah mulai berani berbicara.
“Tadi mamah lihat papah lagi makan sama cewek. Lebih muda dari mamah. Cantik dan seksi.”
“Terus?” aku penasaran.
Mendengar perkataan mamah, pengen rasanya marah-marah dan maki-maki papah. Tapi aku urungkan. AKu berusaha tetap tenang takut mamah jadi batal bercerita. Aku juga sangat butuh informasi yang banyak dari mamah tentang perempuan papah itu.
Mamah melanjutkan.
“Mamah tadi menghampiri mereka. Mencoba menyembunyikan kesal, yang pasti kamu bisa bayangkan bagaimana perasaan mamah saat itu. Mamah bertanya kepada perempuan itu. Kamu tahu jawabnya?”
Aku menggeleng dan menunggu jawaban dengan harap-harap cemas.
“Dia bilang apa mah?”
“Dia bilang istri papahmu…”
Kalimat itu diucapkan mamah sambil sesenggukan. Menangis gak karuan. Aku semakin kesal. Dan tak bisa lagi berkata apa-apa. Aku diam,terpaku. Lalu,
“Maafin mamah Yessy… harusnya mungkin mamah gak usah cerita soal ini. Tapi mamah sudah gak kuat lagi nahan sakit sendirian. Mamah rasa kamu sudah cukup gede buat memahami ini semua. Ini masalah keluarga kita. Tapi mamah titip adikmu, jangan dulu tahu ya…”
Mamah menggenggam tanganku. Aku membalasnya. Berusaha menguatkan mamah. Mamah minta agar aku tak memikirkan hal itu, biar gak menganggu konsentrasi kuliah, biarlah mamah yang menanggung sakitnya atas ulah papah. Tapi aku tak bisa gitu aja anggap semua itu bukan masalah. Aku tetap mau keluargaku utuh.
Aku juga tak mau kalah, aku membujuk mamah agar kuat menghadapi kenyataan. Dan berharap seiring dengan berjalannya waktu segera ada penyelesaian yang terbaik. Tapi aku tetap gak mau keluargaku hancur berantakan.
Mamah akhirnya tenang dan mengiyakan. Bahwa ia akan terus berusaha sabar, asalkan aku tidak cemberut dan asalkan aku tetap menunjukkan semangat kuliah, dan bisa bantu menyemangati Tama, mamah bilang itu sudah sangat membantu. Mamah gak akan terlalu sedih.
Kalian tahu? Ini bukan kali pertama aku lihat mamah menangis. Sering sekali aku mendengar papah dan mamah berantem. Papah selingkuh, dan sekarang lebih parah, papah telah menikah diluar sepengetahuan mamah.
Aku bahkan takan lupa pertengkaran hebat malah itu. Papah memaki mamah habis-habisan. Dan aku tak pernah mengerti atas dasar apa papah selalu menyalahkan mamah. Padahal selama ini bagi kami anak-anaknya mamah telah sangat banyak bersabar menghadapi sipat keras papah. Papah yang sering pulang malam, dan bahan sering gak pulang untuk beberapa hari. Rumah bagi papah seperti hotel, hanya persinggahan sementara, hanya untuk sekedar menemui kami anak-anaknya. Itupun kurasakan sikap papah tak sehangat dulu seperti ketika kami kecil, kaluarga kami adalah keluara yang sangat bahagia. Masalah besar itu muncul ketika papah mulai dekat degan seseorang yang bernama Tiur. Perempuan yang hari ini diketahui telah papah nikahi.

Melihat mamah selalu tersakiti, sebagai perempuan aku pernah merasakan takut memiliki pacar, takut bersuami, takut jika suamiku kelak akan seperti papah. Tapi Iwan, sikap dan kepeduliannya bisa menepis itu semua. Dan mamahku sendiri yang memberi nasihat, bahwa laki-laki tidak sama jeleknya dengan papahku. Bahkan mamah masih bisa membela papah dan bilang bahwa papah itu sebetulnya orang yang amat sangat baik, hanya saja kali ini papah sedang khilaf. Mungkin nanti akan segera sadar dan kembali kepada kami keluarganya.
Dan aku berharap jika Iwan kelak jadi suamiku, dia gak akan pernah khilaf sampai kapanpun. Aku ingin jika Tuhan mengizinkan kami bersama, Iwan gak akan pernah berubah dengan sifatnya yang sekarang. Yang membuat ku nyaman, dan merasa aman. Terimakasih Iwan.

Bersambung…

Share/Bookmark

No comments:

Post a Comment