Kamu tadi malam kemana aja? Aku
BBM ceklis semua. Dan gak tahu nyampe atau enggak BBM nya. Padahal semalam aku
bilang rindu lho sama kamu. Dan aku juga bikinin puisi buat kamu. Sebagai
pengantar kamu tidur. Biar kamu gak bisa tidur, biar kamu inget aku terus, lalu
pas tidur kamu mimpiin aku.
Hai! Kamu tahu gak? Pagi ini aku
bĂȘte. Gara-gara semalemam BBM aku gak kamu bales. Aku nungguin tau, sampai
lumutan, sampai jenggotan, sampai berakar.
Aku semalam gak bisa tidur mikirin kamu, kamu nyadar gak sih? Makanya
tadi pagi jadinya aku bangun kesiangan. Sekarang aja aku masih ngantuk. Tapi
aku maksain bangun. Lihat laptop bawaannya jadi suka pengen curhat.
**
Hai semua, aku Yessy. Perempuan
usia 19 tahun. Aku kuliah semester 4. Tapi hari ini aku libur, tak ada jadwal
kuliah. Makanya aku tak masalah ketika bangun dan melihat jarum jam sudah
menunjukkan jam 8 pagi. BIasanya aku akan sangat marah ketika aku kesiangan.
Gara-gara adikku tak membangunkanku jika ada jadwal kuliah. Tapi sekarang aku
santai saja. Toh gak cepet mandi juga gak apa-apa. Eh, tapi jangan salah,
sekarang aku sudah mandi lho, udah segar dan wangi. Cantik? Sudah pasti…
Aku anak pertama dari dua bersaudara.
Adikku Tama, laki-laki. Sekolahnya baru kelas satu SMP. Dia ganteng, badannya
tinggi walau baru kelas satu. Aku yakin nanti pas dia sudah seusiaku bakalan
jadi cowok idaman cewek-cewek. Kalau kalian yang sejenisku ketemu adik aku
nanti di usia 20an jangan naksir dan ngecengin ya. Heheh.
Selain ganteng, adik aku juga
pintar main gitar, jago main basket dan tenis meja. Jika ada kejuaraan antar RT
dia selalu menjadi pemenang tenis meja, agustus lalu, dia lawan bapak-bapak lho. Ah tapi lupakan adikku.
Bukan dia yang akan aku ceritakan kali ini.
Kalian tahu gak? Tadi aku bicara
sama siapa? Ngebahas tenntang BBM yang ceklis melulu semalaman. Itu ya aku
bicara sendiri aja ngawur. Pengennya sih bilang langsung sama orangnya tapi
katanya dia udah pergi kerja. Lebih tepatnya dia magang kerja di salahsatu
perusahaan properti, dia jadi marketing di sana. Makanya tadi sambil
menggerutu aku nanyanya kamu lagi sibuk atau nganggur? Soalnya dia itu ya,
kalau lagi sibuk dia orangnya sibuk banget, dan kalo lagi gakda kerjaan ya dia
santai banget. Dan di sana aku suka seneng, soalnya kalo aku nya gak ada jam
kuliah juga dia sering ajak aku jalan-jalan kemana saja. Nonton, makan, atau
cuma sekedar muter-muter kota Bandung aja lihat-lihat jalan, menikmati
kemacetan lalulintas.
Oiya, kalian belum tahu yang aku
maksud dia itu adalah siapa kan? Biar aku ceritakan.
Dia itu namanya Iwan. Mahasiswa
tingkat akhir, yang aku tak mau tahu dia itu semester berapa, yang pasti dia
itu gak lulus-lulus. Dia bilang kuliah tehnik itu wajar kalau lulusnya lama. Ah
biarlah. Yang penting buat aku dia itu baik, baik…..banget. Dia itu penyayang,
penyayang…banget. Dia juga perhatian, perhatian…banget. Dia dewasa, konyol dan
kocak juga. Pandai menghibur. Pandai menempatkan diri, paling tahu kapan harus
serius, kapan harus bercanda, dan kapan boleh ngebercandain. Kalau lagi dekat
sama dia, aku selalu lupa kalau aku ternyata lagi banyak tugas, lupa kalau
kadang aku lagi bersedih, lupa sama beban fikiran, lupa kalau aku punya masalah
pelik yang aku hadapi di rumah dengan kedua orangtuaku. Pokoknya bersama dia
aku merasa hidup itu sempurna. Selalu bahagia. Entah kenapa, ia selalu pandai
menyikapi semua persoalan. Masalah yang menurut aku, dan mungkin menurut orang
lain adalah hal yang sulit, bagi dia sepertinya oke-oke aja. Dia itu memiliki
pembawaan yang santai, namun tetap mantap dalam menyelesaikan persoalan.
Selesai dengan cara yang berbeda, santai, tapi selesai tepat waktu. Itulah
hebatnya Iwan.
Iwan adalah seseorang yang aku
temui tidak sengaja. Maksudnya tanpa sengaja tiba-tiba aku nyambung aja sama
dia. Dia yang usil, selalu gangguin. Awalnya aku merasa risih digangguin. Tapi
tiba-tiba saat di menghilang, aku selalu merindukannya. Entah kapan mulainya,
tapi yang jelas kami berani saling mengakui jika aku adalah pacarnya, dan dia
adalah pacarku. Walaupun aku lupa, atau bahkan memang tak ada kesepakatan bahwa
kami jadian. Aku tahu, dari jawaban dia ketika aku tanya kapan kita mulai
pacaran, ya sejak aku dan dia mulai asik BBM an. Itu jawabannya. Jika begitu
mungkin itu setahun yang lalu. Bulan Januari tahun lalu.
Januari tahun lalu, malam itu aku
ingat, lagi begadang, dan aku banyak menengis malam itu. Gara-gara aku dengar
mamah dan papah bertengkar hebat dan mengucapkan kata-kata perceraiain. Aku
ingat, kali itu benar-benar tak ada tempat untuk berbagi kesedihan. Malam itu
kebetulan Tama sedang menginap di rumah nenek. Baguslah, adikku tak perlu
mendengar pertengkaran papah dan mamah yang aku rasa itu lebih boleh dibilang
kiamat besar di rumahku. Aku hanya bisa diam dan menangis di kamarku. Lampu
sengaja aku matikan. Dan hanya menyala lampu kecil, lampu tidurku. Aku tak
ingin ketahuan jika aku masih terjaga. Biasanya mamah dan papah selalu
menghindari pertengkaran jika di dean anak-anaknya. Malam itu sudah cukup
larut. Jam 12 malam. Entah kurang atau lebihnya aku lupa lagi. AKu bingung
harus berbuat apa. Mau melerai, takut disangka ikut campur dan aku juga tak
pernah tahu jelas apa duduk persoalan yang sebetulnya sering menjadi bahan
pertengkaran kedua orangtuaku itu.
Aku sedih, hanya HP androidkulah
yang selalu setia menemani. Aku update PM di BBM ku. “Susah tidur, berisik
sekali”.
Tiba-tiba Iwan komentar “Kenapa
belum tidur jam segini? Apanya yang berisik?”.
Merasa mendapatkan teman, aku
ceritakan semua yang terjadi kepada Iwan. Entah kenapa aku merasa nyaman curhat
ini itu kepadanya. Dan satu yang sampai saat ini selalu aku ingat dari BBM Iwan
saat masih pertama-pertama kami BBM an yaitu “jangan sedih lagi… ada Iwan di
sini”
Kalian tahu, Cuma hanya karena
kalimat itu aku yang tadinya tidak memiliki perasaan apa-apa kepadanya gara-gara
kalimat itu aku mendadak kasih hati aku puluhan persen kepadanya. Aku geser-geserin
nama-nama yang ada di hatiku. Aku buang satu-satu. Aku kosongkan ruang hatiku.
Aku isi tempat istimewanya dengan nama Iwan, semua tentang Iwan.
Sejak saat itu aku selalu cerita
apa saja kepadanya termasuk hal sepele sekalipun. Karena bagiku dia adalah
tempat ternyamah untuk mencurahkan segala rasa. Aku sedih, aku galau, aku
senang, aku laper pengen makan sekalipun aku bilang sama dia. Senang bila
kebetulan dia lagi ada deket dengan aku, otomatis dia langsung ajakin aku ke
tempat makan, dan kalian tentu tahu siapa lagi yang bayarin kalo bukan Iwan.
Selalu seperti itu.
Buat aku Iwan lebih enak kalo aku
bilang dia itu malaikat ku. Tapi dia gak pernah mau dikatain begitu. Katanya
Malaikat itu mahluk Tuhan yang memiliki ketaatan yang luar biasa. Jangan
samakan dia sama malaikat. Tapi maksud aku bukan itu. Bukan mau menyamakan
dengan malaikat yang bertugas untuk Tuhan. Aku hanya gak punya sebutan dan
istilah lain buat orang sebaik dan seistimewa dia. Hati aku yang kecil aja udah
luar biasa merasa terhormat menyimpan namanya. Fikiran dan otak di dalam
kepalaku aja udah merasa terhormat memikirkan orang seperti dia.
Tak ada gading yang tak retak,
tak ada mahluk yang sempurna di dunia ini. Termasuk Iwan, ia juga bukan orang yang sempurna. Namun caranya
memperlakukankulah yang selalu membuat aku merasa memiliki hidup yang sempurna.
Padahal caranya sederhana. Gak dilebih-lebihkan, namun yang pasti ia adalah
pengusir kepenatan, kata-katanya bisa menghilangkan kekesalan dan kesedihan.
Mungkin di sini kalian akan
merasa agak bosan ketika aku terus memuji-muji Iwan. Tapi ya begitulah, namanya
juga udah jatuh cinta, maka akan habis-habisan membangga-banggakan orang yang
kita acintai. Tapi aku yakin, jika kalian bertemu Iwan, dan kenal dekat dengan
dia, maka tak perlu waktu banyak untuk menyukainya walau aku tak akan pernah
rela jika kalian yang sejenisku ikut-ikutan jatuh cinta. Takan pernah aku
biarkan. Iwan hanya milik aku, aku yang akan jadi istrinya. Itupun jika Allah
berkenan mempersatukan kami sampai cuma maut memisahkan.
**
Jam 8 pagi, sehabis mandi, aku
sms Iwan gara-gara semalam BBM nya ceklis. AKu Tanya kenapa BBMnya tidak aktif?
Tapi sms jawabannya “Aktif kok”. Aku coba ngeping dia, ternyata iya, aktif lagi
gak seperti tadi malam ceklis melulu.
“A Iwan lagi di mana?”
“Kepo…”
“Biarin…sayang soalnya, weee”
“Aa mau Otewe”
“Mau ke mana? Ke kantor, ke
Garut, ke mana?”
“Kemana aja boleh kan? Dasar
bawel!” ledeknya
“Yasudah, asal jangan lupa
sarapan. Tahu kok A Iwan belum sarapan…”
“Iya… iya… sudah ya, berangkat
dulu”
“Iya”
Walaupun percakapannya sederhana
aku cukup senang dengan BBM itu.
Hari kemarin Iwan sempat cerita,
kalau urusan pekerjaannya cukup menguras tenaga dan menguras fikirannya pula.
Aku bisa maklum jika dia jarang menghubungiku. Tapi aku tak bisa memaklumi betapa
rasa rindu ini begitu besar kepadanya. Padahal hanya berapa jam saja tak
mendapatkan kabar.
Lalu aku kirim ini ke BBMnya.
“Allah pasti akan selalu
melindungimu, soalnya kamu orang yang baik banget. Allah akan melancarkan semua
urusan mu hari ini, soalnya kamu orang yang baik banget. Walaupun urusanmu hari
ini tidak sesuai harapan, maka Allah akan menyenangkan perasaanmu, karena kamu
orang yang baik banget. Dan lain kali pasti urusanmu terselesaikan dengan hasil
yang maksimal. Kamu tahu kenapa? Soalnya kamu orang yang baik banget.”
Lalu :
“Terimakasih bawelku… J”
**
Siang ini. Matahari begitu terik.
Aku malas keluar. padahal lapar, dan di rumah tak ada makanan yang menarik.
Panasnya sengat matahari mengalahkan keinginanku untuk menyelesaikan urusan
laparku. Aku hanya diam di rumah.
Mamah ku datang, dengan muka yang
kusut sekusut-kusutnya. Membuat rasa laparku hilang. Bukan kenyang, tapi lupa
dengan perasaan lapar. Kalau sama Iwan mungkin bisa saja aku mendadak kenyang
lihat senyumnya dan menikmati canda tawa bersamanya. Tapi kali ini aku malah
benar-benar kehilangan nafsu makan walaupun kalian hidangkan makanan terlezat
sekalipiun di hadapanku aku taka akan memakannya karena aku melihat mamah
menangis. Memeluk erat tubuhku. Bahunya berguncang-guncang, menangis
sesenggukan. Aku bingung harus bagaimana selalin berusaha menenangkan sebisaku.
Membalas pelukan mama. Mengelus punggung dan rambut mamah sesekali.
“Kenapa lagi mah…? Soal papah?”
tanyaku pelan-pelan.
Mamahku belum bisa menjawab.
Mungkin mamah masih belum puas menangis. Sepertinya ada rasa sakit yang terlalu
dalam dan merobohkan benteng pertahanan mamah. Selama ini aku tak pernah
melihat mamah menangis seperti itu.
Setelah tangisan mamah agak reda
dan sedikit tenang, mamah mulai berani berbicara.
“Tadi mamah lihat papah lagi
makan sama cewek. Lebih muda dari mamah. Cantik dan seksi.”
“Terus?” aku penasaran.
Mendengar perkataan mamah, pengen
rasanya marah-marah dan maki-maki papah. Tapi aku urungkan. AKu berusaha tetap
tenang takut mamah jadi batal bercerita. Aku juga sangat butuh informasi yang
banyak dari mamah tentang perempuan papah itu.
Mamah melanjutkan.
“Mamah tadi menghampiri mereka.
Mencoba menyembunyikan kesal, yang pasti kamu bisa bayangkan bagaimana perasaan
mamah saat itu. Mamah bertanya kepada perempuan itu. Kamu tahu jawabnya?”
Aku menggeleng dan menunggu
jawaban dengan harap-harap cemas.
“Dia bilang apa mah?”
“Dia bilang istri papahmu…”
Kalimat itu diucapkan mamah
sambil sesenggukan. Menangis gak karuan. Aku semakin kesal. Dan tak bisa lagi
berkata apa-apa. Aku diam,terpaku. Lalu,
“Maafin mamah Yessy… harusnya
mungkin mamah gak usah cerita soal ini. Tapi mamah sudah gak kuat lagi nahan
sakit sendirian. Mamah rasa kamu sudah cukup gede buat memahami ini semua. Ini
masalah keluarga kita. Tapi mamah titip adikmu, jangan dulu tahu ya…”
Mamah menggenggam tanganku. Aku
membalasnya. Berusaha menguatkan mamah. Mamah minta agar aku tak memikirkan hal
itu, biar gak menganggu konsentrasi kuliah, biarlah mamah yang menanggung
sakitnya atas ulah papah. Tapi aku tak bisa gitu aja anggap semua itu bukan
masalah. Aku tetap mau keluargaku utuh.
Aku juga tak mau kalah, aku
membujuk mamah agar kuat menghadapi kenyataan. Dan berharap seiring dengan
berjalannya waktu segera ada penyelesaian yang terbaik. Tapi aku tetap gak mau
keluargaku hancur berantakan.
Mamah akhirnya tenang dan
mengiyakan. Bahwa ia akan terus berusaha sabar, asalkan aku tidak cemberut dan
asalkan aku tetap menunjukkan semangat kuliah, dan bisa bantu menyemangati
Tama, mamah bilang itu sudah sangat membantu. Mamah gak akan terlalu sedih.
Kalian tahu? Ini bukan kali
pertama aku lihat mamah menangis. Sering sekali aku mendengar papah dan mamah
berantem. Papah selingkuh, dan sekarang lebih parah, papah telah menikah diluar
sepengetahuan mamah.
Aku bahkan takan lupa
pertengkaran hebat malah itu. Papah memaki mamah habis-habisan. Dan aku tak
pernah mengerti atas dasar apa papah selalu menyalahkan mamah. Padahal selama
ini bagi kami anak-anaknya mamah telah sangat banyak bersabar menghadapi sipat
keras papah. Papah yang sering pulang malam, dan bahan sering gak pulang untuk
beberapa hari. Rumah bagi papah seperti hotel, hanya persinggahan sementara,
hanya untuk sekedar menemui kami anak-anaknya. Itupun kurasakan sikap papah tak
sehangat dulu seperti ketika kami kecil, kaluarga kami adalah keluara yang
sangat bahagia. Masalah besar itu muncul ketika papah mulai dekat degan
seseorang yang bernama Tiur. Perempuan yang hari ini diketahui telah papah
nikahi.
Melihat mamah selalu tersakiti, sebagai
perempuan aku pernah merasakan takut memiliki pacar, takut bersuami, takut jika
suamiku kelak akan seperti papah. Tapi Iwan, sikap dan kepeduliannya bisa
menepis itu semua. Dan mamahku sendiri yang memberi nasihat, bahwa laki-laki
tidak sama jeleknya dengan papahku. Bahkan mamah masih bisa membela papah dan
bilang bahwa papah itu sebetulnya orang yang amat sangat baik, hanya saja kali
ini papah sedang khilaf. Mungkin nanti akan segera sadar dan kembali kepada
kami keluarganya.
Dan aku berharap jika Iwan kelak
jadi suamiku, dia gak akan pernah khilaf sampai kapanpun. Aku ingin jika Tuhan
mengizinkan kami bersama, Iwan gak akan pernah berubah dengan sifatnya yang
sekarang. Yang membuat ku nyaman, dan merasa aman. Terimakasih Iwan.
Bersambung…
No comments:
Post a Comment