Search This Blog

Friday, January 27, 2017

Wak Tinah


Siapa yang tak mengenal wak Tinah. Di kampungku ia sudah begitu terkenal sama terkenalnya dengan kepala Desa. Bahkan jika kau bertanya di mana rumah pak Lurah Dusun Legok bisa jadi mereka akan lebih tahu jika kau bertanya di mana rumah wak Tinah.
Wak Tinah adalah perempuan setengah tua yang aku sendiri tak tahu usianya berapa. Sebab seingatku wajah wak Tinah lambat tuanya. Sejak aku kecil berusia balita dan diasuh olehnya, aku mengenal wak Tinah dengan wajah seperti itu. Tak terlalu tua dan tidak juga muda. Namun yang aku tahu ia adalah sosok perempuan yang tak pernah memendam masalah. Di wajahnya selalu terpancar ketulusan. Senyum yang selalu mengembang. Dan kepadanya, kamu boleh bilang apa saja yang kau inginkan. Ingin diantar ke mana, ditemani ke mana, selama itu memungkinkan, wak Tinah pasti selalu bersedia menemanimu. Lutut dan kakinya selalu kuat berjalan sejauh apapun.
Sepanjang sejarah, yang diasuh sedari kecil oleh wak Tinah bukan hanya aku. Bahkan ayahku, ibuku, beberapa sepupuku, paman, adik-adik kandungku, dan beberpa anak di kampungku pernah merasakan hangatnya gendongan dan pernah mendengarkan lantunan solawat dari mulut wak Tinah sampai terlelap tidur dalam pangkuannya.
Aku tak tahu. Ada keajaiban apa dalam diri wak Tinah sehingga ia mampu menaklukkan hati anak-anak. Pun juga membuat rasa damai bagi orang-orang dewasa ketika berada dekat dengannya. Nasihatnya yang sederhana selalu mampu meluluhkan hati. Dan jika kamu ingin bercerita apapun, maka ceritakanlah, wak Tinah akan menyimak dengan baik, dan kamu harus banyak belajar kepadanya bagaimana menjadi seorang pendengar yang baik.
Tapi lihat faktanya, sekarang wak Tinah lebih terlihat rikuh. Wajahnya mulai terlihat tua. Apakah kebahagiaan itu telah pergi dari hatinya?
Oh, tentu saja tidak. Wak Tinah masih selalu tersenyum. Hanya saja mungkin kini kakinya tak kekokoh dulu, pinggangnya sudah tak mampu lagi menopang tubuhnya dan meguatkannya menggendong anak-anak balita. Walaupun pada nyatanya sekarang ia masih mampu mengasuh anak bayi dan seorang anak balita dengan ketulusan hatinya. 
“Sampai kapan wak Tinah menggendong bayi-bayi? Sampai kapan wak Tinah mengasuh balita-balita? Dan kapan wak Tinah boleh beristirahat dengan tenang tanpa mengerjakan hal lain selain kegiatan pribadinya dan aktifitas ibadah?”
Itu pertanyaan yang selalu muncul di dalam benakku. Kadang aku sering berandai-andai. Jika aku mampu membawanya pergi jauh ke tanah suci membahagiakan wak Tinah sebagai balasan dari semua kebaikannya. Tapi apa daya, tanganku belum sampai ke sana. Aku hanya bisa berdo’a dan memeluk wak Tinah dari jauh. Semoga keinginan itu bisa terwujud, baik dari tanganku langsung ataupun bukan.
Berapa orang yang telah ia gendong, berapa orang yang telah ia besarkan dengan kasih sayang, berapa orang yang telah ia ninabobokan dengan lantunan solawat dari mulutnya yang terbiasa mengucap tasbih?
Wak Tinah yang kini semakin tua, tetap di sana, di dalam rumahnya yang sepi. Tanpa canda tawa dari seorang anak, cucu, dan keluarga yang ramai. Ia hanya hidup berdua dengan wak Samin suaminya yang juga sama baiknya. Rumahnya hanya ramai di pagi hari hingga magrib menjelang, setelah itu wak Tinah dan suaminya sibuk menggelar sajadah dan membaca alqur’an. Membunuh sepi dengan rangkaian do’a-do’a dan harapan.
Apa yang mereka do’akan? Apa yang mereka harapakan? Tak banyak. Ya, tidak sebanyak yang kita pinta dan harapakan dari Nya. Wak Tinah dan suaminya hanya butuh kasih sayang Allah sepanjang hayatnya.
Anak tak punya, harta pun demikian. Bisa hidup, dan makan saja rasa syukur wak Tinah tak terbendung. Mungkin itu sebabnya mengapa selalu terpancar kebahagiaan dalam wajahnya. Karena wak Tinah selalu melibatkan Allah dalam hati dan kehidupannya.
Wak Tinah memang bukan orang kaya, tapi bagiku ia adalah pemilik hati terkaya, terlpang dan paling dermawan.
Allah memang tak selamanya membalas budi baik kepada seseorang dari orang yang secara langsung dibantunya. Allah selalu punya cara yang terbaik untuk memuliakan hambanya dari arah yang tak disangka-sangka.
Panjang umur ya Wak… Do’aku selalu memelukmu dari jauh, semoga Allah senantiasa menjaga dan melindungimu. Aamiiiin.  
   

Share/Bookmark

2 comments:

  1. Ikut mendoakan Wak Tinah, ya? ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Subhanallah... Terimakasih Mbak... Aslinya seneng banget dikunjungi sama mbak Anisa Ae di blog. Mohon saran dan kritik nya mbak... Pengen keren kayak Mbak. :-)

      Delete