“Semenjak mengetahui jika kamu masih mengingatku dan diam-diam
masih tetap menyimpan namaku, rasa yang sudah lama aku kubur muncul kembali.
Jujur saja sejak dulu aku tak pernah benar-benar membuang kenangan bersamamu.
Ingatan tentangmu masih sangat terekam jelas. Dan benar saja jika perempuan
adalah seorang ahli sejarah. Apa-apa yang pernah kita lewati dulu masih sangat
aku ingat satu persatu. Inci demi inci jalanan yang pernah kita lewati pun
masih sarat dengan kenangan. Jika aku melewati kembali jalan itu dadaku berdebar dengan degup jantung yang sama seperti
dulu ketika kita jalan berdua menyusurinya.
Dan ketika kita membagi kisah lama,
kemudian ternyata untuk beberapa hal kamu sudah lupa, aku tak mengapa. Kamu
tetap mengingatku saja sudah menjadi bagian dari rasa bahagiaku.
Tapi canda tawa dan saling berbagi kisah lama kita hanya berlangsung tiga pekan saja. Ga... Tiba-tiba kamu menghilang untuk kesekian kali. Seperti dulu kamu hilang tanpa jejak, kecuali jejak yang kau ukir dalam tempat paling rahasia di dalam hatiku.
Kenangan itu, canda tawa itu, dan janji jika kau akan datang menemuiku, takan pernah aku lupakan.
Ga, Kamu kemana? Aku rindu...”
Tapi canda tawa dan saling berbagi kisah lama kita hanya berlangsung tiga pekan saja. Ga... Tiba-tiba kamu menghilang untuk kesekian kali. Seperti dulu kamu hilang tanpa jejak, kecuali jejak yang kau ukir dalam tempat paling rahasia di dalam hatiku.
Kenangan itu, canda tawa itu, dan janji jika kau akan datang menemuiku, takan pernah aku lupakan.
Ga, Kamu kemana? Aku rindu...”
Ratna termangu di depan layar
notebooknya. Sudut matanya berembun basah. Bisa jadi itu adalah tangisan
rindunya untuk Galih. Kekasih hatinya sejak duduk di bangku SMA yang kandas
begitu saja karena sebuah kesalahpahaman. Mereka mengalami cinta segi tiga.
Namun Ratna tak bisa meyakinkan jika sedari dulu hatinya hanya memilih satu
hati, satu pria, yaitu dia, Galih kekasih hatinya hingga sekarang.
Rentetan kalimat itu ingin sekali
dituliskannya langsung di dinding facebook Galih, agar tepat sasaran pikirnya.
Namun Ratna kembali menimbang-nimbang. Ia tak mau menimbulkan masalah bagi
kehidupan kekasih hatinya. Selama ini Galih memang tidak pernah berterus terang
apakah ia sudah menjalin hubungan serius atau belum dengan seseorang yang bisa
dibilang tunangannya, atau bahkan mungkin ia telah beristri. Ratna harus
menyimpan baik-baik keinginannya untuk mengirim pesan inbox, untuk menyapa
lewat WA, lewat BBM atau pesan pribadi yang lain. Ia akhirnya hanya menuliskannya
saja di lamannya sendiri. Tulisan panjang itu ia jadikan sebagai status
terpanjangnya, berharap orang yang dimaksud membacanya, dan mengetahui betapa
dirinya kehilangan Galih selama ini.
Disekanya berkali-kali linangan air
matanya yang tak lagi bisa ia tahan. Harus bagaimana ia menghalau rasa rindu
yang kini sedang menyerangnya. Galih menghilang begitu saja. Ia pun tak
mengerti apa sebabnya. Kontak atas nama Galih semuanya masih disimpan dengan
baik. Namun sama sekali Ratna tak berani menghubungi Galih.
Selama tiga minggu, beberapa waktu
lalu mereka saling berbagi cerita dan melepas kerinduan lewat media sosial,
Galih belum berterus terang jika dia sudah memiliki istri atau belum. Maka dari
itu Ratna ragu untuk menghubungi Galih, ia khawatir jika istri galih
mencemburuinya. Padahal degup rindu di dadanya sudah tidak tertahankan lagi.
Bagaimana tidak, sejak dulu Galih adalah kekasih terbaiknya. Satu-satunya orang
yang selalu mampu mengundang gelak tawa bahagia. Hanya Galih yang mampu
meredakan tangisan Ratna. Hanya Galih yang bisa kembali menerbitkan senyuman
setelah mendung menggelayut di wajah, hati dan pikiran Ratna.
**
Beberapa bulan lalu. Ratna tak
sengaja menemukan akun Galih. Menambahkan pertemanan dan akhirnya sering
mengamati setiap apa yang dituliskannya. Walaupun Galih tidak sering menuliskan
apa yang sedang dikerjakannya, tapi poto-poto yang diunggah bisa sedikit mengobati
rindunya kepada Galih.
Sepuluh tahun lebih tidak bersua,
wajah Galih tetap sama, tampan dan manis. Sepuluh tahun tidak bersua sejak
lulus SMA senyum Galih tetap seperti itu, tetap membuat hati Ratna bergetar
ketika melihatnya.
Berbulan-bulan pula Ratna sering
mengintip poto-poto Galih yang sebagian besar hanya bersama teman-teman dan
keluarganya. Membuat Ratna merasa memiliki harapan jika memang Galih masih
sendiri. Walaupun keyakinan itu tidak begitu ia pupuk karena mungkin saja Galih
masih menyembunyikan identitas kekasihnya.
Beberapa pekan yang lalu ia
memberanikan diri menyapa Galih melalui sebuah pesan. Dan Galih merespon dengan
baik, sesuai harapan Ratna. Hati Ratna berbunga-bungan mendapati Galih masih
mengingatnya. Dan mendapatkan pengakuan Galih jika ternyata ia masih menyayangi
Ratna seperti dulu.
Selama kurang lebih tiga pekan Ratna
dan Galih memadu kasih via telepon dan media sosial. Melampiaskan rasa rindu
yang telah mereka tahan selama bertahun-tahun. Hari-hari Ratna yang kelabu kini
mulai dipenuhi dengan warna-warna indah. Ratna bisa tersenyum lepas sejak
bangun hingga ia kembali terlelap. Galih senantiasa memberi perhatian setulus
hatinya.
Ratna merasa kini kidupnya lebih
berarti. Bahkan ketika Galih berjanji akan datang ke kotanya, betapa bahagianya
ia mendengar pernyataan itu. Hari-hari dilaluinya dengan penuh penantian dan
harapan. Berharap Galih benar-benar menemuinya untuk melanjutkan kisah mereka
yang telah lama tertunda.
Namun kini ada yang hilang. Sudah
beberapa hari ini Galih menghilang tanpa kabar. Tak ada lagi telepon masuk dari
Galih. Tak ada lagi pesan-pesan dari media sosial atas nama Galih. Ratna heran
sekaligus merasa penasaran. Ingin rasanya segera menelpon Galih, mencari tahu
keberadaanya.
Kepalanya terus mengingat-ingat
adakah perlakuan Ratna yang mungkin bisa menyakiti hati Galih sehingga ia tidak
lagi menghubunginya. Ah, tetapi rasanya tidak ada. Selama ini komunikasi mereka
berjalan dengan baik. Sungguh kali ini Ratna merasa kehilangan, ia begitu rindu
kepada Galih.
Ratna memberanikan diri mencoba
bertanya tentang kabar Galih. Ia menelpon kakak kelas yang juga sahabat Galih
sejak SMA. Kebetulan nomer itu masih ia simpan dan tidak berganti sejak dulu.
Bagai tersambar petir di siang
bolong, hati Ratna kaget bukan kepalang. Bagai disayat-sayat sembilu, hati
Ratna perih tidak karuan. Kabar yang baru saja didapatkan membuat Ratna sama sekali tidak percaya.
Ternyata Galih telah meninggal dunia dalam kecelakaan tunggal seminggu yang
lalu.
Air mata Ratna meleleh lebih deras
membasahi pipinya. Dadanya terasa sesak tak sanggup menahan kesedihan. Kini tak
ada lagi harapan yang mampu ia bangun. Satu-satunya penumbuh semangat dan
satu-satunya orang yang selalu menjadikan senyumnya tercipta di wajahnya kini
telah tiada. Galih telah pergi ke haribaan-Nya.
“Galih, ternyata kau memang bukan
untukku. Tuhan lebih menyanyangimu daripada memberikan kesempatan kepadaku
untuk bersama denganmu. Kini jangankan berharap bisa menjadi kekasihmu, bahkan
untuk sekedar berharap bisa mendengarkan suaramu pun aku tak akan bisa. Selamat
jalan Galih…”
Ratna terdiam dengan isak tangis
yang masih tersisa. Langit mendung seolah ikut berduka. Awan kelabu
menyelimuti, membuat kesan kedukaan yang semakin pekat di dada seorang
perempuan yang baru saja patah hati. Dan bukan hanya itu, kini harapan Ratna
telah patah dan hancur berkeping-keping.
No comments:
Post a Comment