Dhira, begitu ia senang di
pangil, walaupun sebagian orang memangilnya dengan sebutan “Adhi”. Ia tak begitu
peduli, apapun panggilan yang digunakan oleh orang lain kepadanya, yang penting
itu adalah tanda bukti pertemanan yang sesungguhnya. Ya! Dhira merasa tak
terbiasa jika tak memiliki teman. Perinsip hidupnya saja “manusia adalah mahluk
sosial, tak bisa hidup tampa orang lain” begitu dia bilang.
Memang jika masalah kawan, Dhira tak pernah kesepian, kawan-kawannya
selalu ada mengelilingi nya, kebaikan hatinya bagaikan magnet yang memaksa
mereka tetap betah berada di dekat pemuda itu. Belum lagi murid-muridnya, yang
selalu asik diajari ilmu pasti di sekolah tempat ia mengabdikan diri. Ya, Dhira
adalah seorang guru, guru yang penuh keakraban, mendidik seperti kakak melatih
adik-adiknya, mengajar seperti abang mengajarkan sesuatu kepada adik-adiknya. Maklum,
anak bungsu haus diposisikan sebagai kakak.
Hidup Dhira begitu sempurna, dikelilingi
teman-teman yang baik, keseharian yang normal, mengajar di sekolah, mengajar
les privat, aktif di organisasai social, pecinta alam, dan masih suka menyempatkan
diri untuk mendaki unung bersama kawan-kawan pecinta alam, biar tetap bugar
fikirnya. Semua serba menyenangkan. Senyumannya selalu terpancar di wajahnya.
Raut wajahnya tak pernah muram. Namun siapa yang sangka jika dibalik keceriaan
yang terpancar pemuda itu pernah terpuruk karena patah hati?
*
Babak satu,
Semasa SMU Dhira bukanlah
laki-laki pengobral cinta seperti kebanyakan pemuda seusianya. Ia selalu
berusaha bertindak searif mungkin dalam menyikapi getaran aneh yan singgah di
hatinya. Bukan tidak ada perempuan cantik yang antri meharap kasihsayang nya,
tapi Dhira selalu melihat ke sekeliling, adakah orang lain yang juga menyukai
perempuan itu, jika ada ia lebih baik menahan rasa, daripada harus mematahkan
semangat seseorang yang sedang mengejar cintanya. Dhira selalu memimpikan
perempuan yan berambut panjang, di matanya perempuan berambut panjang lebih
menarik dan lebih memancarkan sisi feminim dibandingkan perempuan yang berambut
pendek. Labih jaunya Dhira lebih mendambakan perempuan yang berjilbab, namun
jka tidak pun yang penting baginya adalah akhlak yang utama. Cukup selektif
memang untuk usianya saat itu. Laki-laki di usia SMU sudah sejauh itu memiliki
penilaian terhadap perempuan. Dan mungkin hal itulah yang menjadikan Dhira
tidak terlalu mudah jatuh cinta.
Adalah Maryam, seorang perempuan teman
satu kelasnya. Lebih tepat ia adalah sahabat dekat di kelas itu. Maryam sakit
hati denan pacarnya, Dhira adalah teman setia yang selalu mendengarkan
curhatannya. Setelah Maryam putus dengan pacarnya Dhira berhasil meyakinkan
Maryam menjadi penganti sang pacar. Namun sayang hubungan hanya berlansung
selama satu hari. Cinta pertama Dhira kandas dalam waktu singkat. Sungguh bukan
kisah cinta pertama yang indah. Dhira harus melewati hari-hari yang muram
setidaknya sampai kelas mereka pindah dan berganti teman. Karena harus sekelas
dengan Maryam yang telah kembali kepada mantannya. Hari-hari hati Dhira bagai
diiris sembilu, menyesal kenapa cinta pertamanya setragis ini, bagai sebuah
lagu selingan dalam babak kehidupannya. Tapi ia harus tetap bertahan.
*
Babak dua,
Kisah cinta Dhira dimulai
kembali. Kali ini ia jatuh cinta dengan adik kelas, adik kelas yang imut,
bernama Mina Audrina. Kepadanyalah Dhira menambatkan cintanya sebagai bentuk ‘moveon’
dari kesakitan menjadi cinta selingan. Mina yang bermata indah, membuat dada Dhira berdetak kencang saat ia
menatap mata perempuan itu. Paras manisnya membuat Dhira tak berani menatap
sosok elok itu. Ia gadis yang menawan, membuat Dhira memaksakan diri untuk menyatakan
cinta kepadanya, yang selalu membuatnya
bersemangat bangun pagi dan bergegas pergi ke sekolah. Demi pelajaran dan demi
cinta Dhira tak pernah bolos sekolah.
Hari-hari berjalan mulus, mereka
saling mengerti satu sama lain. Dhira yang selalu bersikap dewasa dan bijak
membuat Mina merasa betah menjalin hubungan dengannya. Dhira tak pernah berniat
menjadi penghianat. Semua selalu terbuka, tak ada yang ditutup-tutupi dalam
menjalin hubungan. Semua baik-baik saja. Satu tahun berjalan, sampai suatu saat cobaanpun datang.
Hari itu hari selasa, Dhira
berlari menuju kelas, mengejar jam pertama, setelah terlebih dahulu mengisi
perut dengan sarapan sekedarnya di kantin sekolah. Karena tak sempat sarapan di
rumah. Akibat terlalu cepat berjalan, telephone gengam nya terjatuh. Hanphone pemberian ayahnya itu hancur
berantakan. Penyesalan menguasai hatinya. Kenapa tak jalan pelan-pelan saja
fikirnya.
Mulai senin depan sekolah sudah
disibukkan oleh ujian. Dhira pun sibuk belajar memperbaiki pemahamannya kepada
pelajaran. Sunguh, ia akan membuktikan bahwa ia patut dibanggakan, oleh kekasih
dan terutama orangtuanya. Beberapa hari Dhira focus menyiapkan hadiah untuk
Mina. Ya, Dhira ingin Mina merasa bangga dan senang dengan prestasi yang ia
ukir.Tahun ini ia harus naik kelas dengan nilai yang baik.
Siang bolong di sudut sekolah
Mina mengajaknya bertemu, untuk sebuah bahasan penting. Dhira senang bukan
kepalang. Ia fikir Mina mungkin akan memberinya semangat dan dukungan untuk
lebih rajin belajar, dan mendapatkan bait-bait do’a dari sang kekasih, dengan
isi do’a agar ia mendapat hasil ujian yang baik. Tapi bukan itu yan ia dapat.
Bukan hanya semangat belajarnya yang menjadi padam, hatinya pun patah, hancur
brtkeping-keping, siang itu Mina memutuskan tali kasihnya, dengan tuduhan Dhira
telah berubah drastis, ia tak lagi bisa dihubungi, tak lai menucapkan “selamat
pagi” di pesan singkatnya. Tak banyak yang bisa dia katakana kecuali penjelasan
yang sejujur-jujurnya, mengatakan bahwa telepon gengggamnya rusak parah. Tapi
perempuan yang ia cintai tak lai mempercayainya. Yasudahlah… apa mau dikata,
jika jodoh takan kemana. Dhira menahan sakit dan berusaha bangkit, demi ayah
ibunya, ia akhirnya mampu memperbaiki semangat belajarnya.
Dhira berhasil meraih angka yang
baik di rapotnya.
*
Babak tiga.
Bukan hal mudah untuk melupakan
gadis semanis Mina. Namun apa mau dikata ia tak berhak mengekang seseorang. Ia sama
sekali tak bisa memaksa seseorang untuk mencintainya. Dhira harus bisa
merelakan Mina dengan keputusan yang telah dia ambil. Dhira mencoba menyibukan
diri dengan kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah. Menjadi aktifis memang
menyenangkan. Kenangan dengan Mina perlahan bisa Dhira lupakan dan luka di
hatinyapun perlahan sembuh.
Bulan berlalu, suatu waktu Dhira
mendapat tugas untuk menjadi pemateri dalam kegiatan latihan gabungan. Ada seseorang
yang diam-diam memperhatikan gerak-gerik Dhira. Seorang gadis bernama Rena
memberikan singnal yang mudah terbaca oleh siapapun yang sering iseng
memperhatikan ekspresi seseorang. Teman-teman Dhira faham Rena ada hati kepada
uruf, namun saying Dhira kurang begiu peka. Mungkin kenangan tentang Mina belum
terhapus seluruhnya.
Rena kian dekat, kian rajin member
perhatian kepada Dhira. Siapa yang tak tertarik, Dhira adalah laki-laki yang
cukup piawai, dalam usia muda nya Dhira memiliki kepandaian menyampaikan
materi, setiap bahasa ia iringi dengan mimik yang wajar, setiap kalimat ia
bubuhi dengan ekspresi yang tepat. Membuat materi yang disampaikan mudah
dicerna dan difahami. Bukan hanya itu, tajam pandangan mata pemuda yang satu
ini bagai mata elang mengincar mansanya. Tajam menghujam dada. Siapapun pasti
jatuh dalam pesonanya. Namun Dhira tak pernah sedikitpun berniat memanfaatkan
semua kelebihannya untuk menjerat hati-hati para perempuan. Ia hanya
menginginkan perempuan yang jatuh hati kepadanya bukan karena wajahnya yang
menawan, namun karena penerimaan yang penuh kesadaran atas sifat dan
kekuranglebihan yang ia miliki.
Teman-teman Dhira yang satu organisasi
jengah dengan sifat Dhira yang terlalu “cool” mereka terus memanas-manasi agar Dhira
menyatakan cinta kepada Rena. Dhira ragu, untuk kemudian akhirnya Dhira setuju
dan Rena menerima dengan tangan terbuka. Dhira bahagia memulai kisah cinta yang
baru.
Di tengah perjalanan kisahnya
denan Rena. Dhira mendapat kabar tentang masa lalu. Mina datang memintanya
kembali, karena menyesal tidak mempercayainya waktu itu. Setengah memohon Mina
menyampaikan keinginannya untuk bersama lagi, menurutnya, tak ada lagi
laki-laki baik sebaik Dhira. Dhira tersiksa dengan batinnya. Namun nasi telah
menjadi bubur, ia harus setia dengan perempuan yang sekarang menjadi
kekasihnya. Dengan penjelasan yang baik, akhirnya Dhira mampu membuat Mina
mundur.
Dhira yang selalu setia, berhasil
menjalin hubungan sampai di tahun ke dua. Waktu yang lebih lama dibandingkan
dengan kisah cinta sebelumnya. Hubungan mereka semakin dekat. Setelah lulus SMU
Dhira mulai memiliki keberanian untuk mencoba menjadi pemuda sungguhan. Apel ke
rumah pacar. Keluarga rena menerimanya dengan sangat baik. Kecuali ibunya yang
tak begitu merespon baik. Pada mulanya Dhira tak terlalu menhiraukan. Dia fikir
mungkin itu adalah reaksi wajar dari seorang ibu yang melihat anak gadisnya di
ajak pergi seseorang, mungkin lambat laun akan membaik. Dua tiga kali Dhira
datang sealu begitu, pada pertemuan yang ke sekian di rumah Rena, sebuar
rahasia terbongkar ternyata Rena sudah menjadi tunangan orang.
Bagai petir menghantam, dada Dhira
sesak menetahui semuanya. Angin malam yang menyaksikan terbongkarnya rahasia
besar seolah terasa lebih dingin menusuk tulang, hujan pun turun malam itu,
seolah menangisi kehancuran hari Dhira untuk yang ketiga kalinya. Tak banyak
berfikir lagi, Dhira pamit pulang, berlari sekencang angin, meninggalkan
ruangan tamu rumah Rena yang penuh kepalsuan. Lagi-lagi Dhira hancur, hatinya
remuk, jiwanya hancur. Mengapa kehidupan ini begitu tak adil, tega-teganya
membuatnya sakit hati kembali. Padaha apa salahya? Setiap kali menjalin cinta
ia selalu setia, selalu menjadi pria yang baik, penyayang, dan penuh penertian.
Tapi apa yang ia terima?
Sampai di bilik kamar, Dhira
menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur, lika yang sangat dalam masih mengnga,
matanya terpejam seolah ia enggan membukanya lagi. Ingin rasanya ia amnesia
seketika melupakan semuanya. Dhira tertidur dalam kelelahan hati yang teramat
sangat.
*
Babak empat dalam kehidupan Dhira.
Dhira tak akan menyerah untukk
mencari sebuah kebahagiaan. Menurutnya setiap manusia berhak atas takdir ang
baik dan perasaan bahagia. Dhira kembali jatuh cinta kepada seorang aktifis
relawan. Yang aktik di bidang kemanusiaan. Kemuliaan hati perempuan itu yang
menjadika Dhira jatuh hati. Namanya Melia. Dengan bekal sakit hati yang pernah
beberapa kali dirasakan Dhira bersiap menerima kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi. Jatuh hati tak harus sepenuh hati, harus menyiapkan 25% tempat
untuk menenpatkan kekecewaan. Tapi hubungan itu ia jalani dengan
sungguh-sungguh. Berharap perempuan inilah yang akan menjadi perempuan terakhir
dalam hidupnya.
Melia perempuan yang solehah,
rajin solat, juga sangat taat dan patuh kepada orangtuanya. Membuat Dhira
semakin yakin. Kini hatinya hanya tersisa 5% untuk kekecawaan. Semua isi
hatinya tanpa ia sadari telah tertumpah kepada Melia gadis pujaannya.
Melia adalah anak seorang
pensiunan guru. Hidup dalam keluarga pendidik menbuat Melia menjadi gadis yang
sangat santun. Keyakinan hati Dhira bertambah beberapa persen. Kini hatinya
sepenuhnya milik Melia. Apalagi ketika ayah Melia yang begitu akrab pernah
mengajaknya pulang kampong dan dikenalkan kepada sanak saudara di Pandeglang, Dhira
semakin yakin Melia-lah calon ibu dari anak-anaknya kelak. Dan ketika Ibu Melia
harus dipanggil oleh yang Maha Kuasa, terasa sehidup sepenanggungan saja karena
Ibu Melia terasa sudah menjadi ibu bagi Dhira.
Sepeninggalan ibu Melia, Dhira
semakin sering berkunjung ke rumah Melia, seolah keluarga itu telah benar-benar
menjadi keluarganya. Hanya masalah waktu yang akan membuatnya menjadi resmi
sebagai anggota keluarga itu. Sampai tibalah saatnya Kakak sulung melia
melangsungkan pernikahan, Dhira pun membantu semua persiapan denan penuh
semangat, membantu pernikahan sang kakak ipar, tak akan sia-sia fikirnya. Dhira
hadir di sana sebagai keluarga, denan pakaian yang sama sebagai keluarga
mempelai wanita.
Dengan gagahnya Dhira menjadi
penerima tamu di meja depan, memasang senyum semanis mungkin, dengan sapa ramah
penuh keakraban. Namun lihatlah, di sudut ruangan tu, di dekat meja tempat
pengantin akan makan siang nanti, ada sosok pria yang menggandeng seseorang. Seseorang
dengan seragam keluarga mempelai wanita. Perempuan cantik yang ia kenal,
perempuan yan selalu mengisi hatinya, ia tampak akrab dengan pria itu. Melia
kembali kepada sang mantan, entah kapan janji cinta Dhira dihianati melia. Hati
Dhira kembali hancur berkeping-keping. Berserakan di atas karpet merah gedung
resepsi pernikahan san calon kaka ipar. Berhamburan di atas meja buku tamu.
Jantung hati Dhira telah direbut orang. Hari bahagia itu seolah akan menjadi
akhir dunia untuknya. Untuk lelaki sebaik dan setulus Dhira. Demi rasa
kemanusiaan, Dhira melanjutkan tugas sampai selesai, sebagai seorang penerima
tamu.
Tamu undangan telah habis, tak
ada lagi yang menuliskan nama di buku tamu. Dhira permisi ke belakang kepada
rekannya yang sama-sama berdiri di belakang meja itu. Tanisannya meledak di
kamar mandi gedung serbaguna tempat resepsi berlangsung. Dhira hampir tak punya
harapan, semuanya hancur lebur, luluh-lantak. Sungguh ia merasa telah
terinjak-injak, lemas tak berdaya. Tak berharga, mati segan hidup tak mau.
*
Babak lima,
Ayahhanda Dhira memang bijak,
bahkan teramat bijak. Kini anak bungsunya sudah ia anggap sebagai kawan. Ayahnya
mengajak Dhira berbincang di ruangan tengah rumahnya. Ibunyapun menemani. Kecuali
kakak-kakak Dhira yang sudah tidak tingal lagi di sana. Ayah Dhira yang bijak,
menjelaskan beberapa alasan menapa ia member nama “Adhirajasa” kepada putra
bungsunya. Sungguh itu adalah harapan yang terbesar dari sang ayah. Adhirajasa adalah
bahasa sansekerta yang artinya tangguh. Ayahnya
berharap putra bungsunya menjadi laki-laki yan tangguh, mampu melawan
ketidakmampuan, menyelesaikan masalah, menjadi pemenang dalam setiap
pertempuran. Baik pertempuran dalam arti sesunguhnya, maupun pertempuran yang
terjadi dalam hadi, antara nafsu dan keimanan, antara perbuatan dosa dan
penetahuan atas benar dan salah, antara keininan dan kenyataan yang tidak
seiring sejaran, antara dendam dan mengikhlaskan. Dhira mendengarkan dengan
seksama penjelasan ayahnya. Yang kemudian Dhira sadar itu adalah nasihat
terakhir ayahnya, ayah tercinta
meninggalkan Dhira di usia 22. Usia belia dengan seorang ibu yang semakin
bertambah tua. Harus ia jaga hati dan perasaannya. Dhira kini siap.
Dhira faham benar, bahwa hidup
tak harus melulu didandani dengan gelimang harta, namun akhlak yang mulia lebih
utama. Dhira bertekad akan selalu berusaha untuk mewujudkan nama itu, nama yang
melekat pada dirinya. Dhira akan berusaha menjadi putra terbaik untuk kedua
orangtuanya. Putra yang tangguh, kuat, dan menjadi laki-laki terbaik dalam
kehidupan keluarga yang akan dibangunnya kelak suatu saat. Kini tak akan ada
lagi yang mampu menyakiti hatinya. Hati nya telah kuat dan kokoh. Iapun tak
takut menjalani hidup. Termasuk kehidupan asmara. Ia siap melenggang denagan
tekadnya terus memperbaiki diri, karena ia yakin ada seseorang yang terbaik
yang disiapkan Tuhan untukknya kelak. Seseorang yang mampu menerima diri Dhira
dengan seluruh kekurangan dan kelebihannya. Ia tahu janji Allah tak pernah
meleset. Semua akan indah pada waktunya.
Akan ada babak-babak lain di dalam
hidup Dhira, yang selalu dinantikannya. Semoga kesakitan yang dirasakan pada
babak-babak awal hanyalah sebagai pembuka cerita untuk kemudian menjadikan
kisah hidupnya yang penuh warna, selalu bahagia…
Semoga
bagus neng ceritanya, bisa menjadi inspirasi buat teteh...
ReplyDeletejangan lupa komen atau saran n kritik di blog tth y neng
bunganurnisa.blogspot.com
terimakasih teteh.. ;-) iya.. nanti berkunjun.. :-)
ReplyDelete