Search This Blog

Sunday, July 12, 2015

Ramadhan I'm in Love (5) (Rasa ini Tak Dapat Terdevinisikan)

Mobil yang dikemudikan Kak Riksan terus melaju, jalanan sedikit macet, padat merayap. Waktu menunjukkan jam 5 sore.
Mulutku masih mengatup tanpa berkata-kata. Hanya Kak Riksan yang dengan santainya mengikuti nyayian lagu yang diputar di mobilnya. Lagu-lagu Gigi kesukaannya, yang sebenarnya aku juga sangat menyukainya. Biasaya aku tak tahan ingin bernyanyi dan memang begitu kebiasaan kami, jika ada lagu yang sama-sama hafal kami menyanyikannya bersama. Tpi kali ini tidak, fikiranku masih berkutat seputar apa yang akan aku lakukan nanti ketika bertemu dengan keluarga besar laki-laki yang aku cintai. Akankah aku diterima dengan baik. Karena yang aku tahu keluarga Kak Riksan bukan keluarga sembarangan. Bisakah mereka menerima calon menantu seperti aku? 
Ups, calon menantu, hm... aku berusaha menenangkan hati, jangan terlalu berharap akan sesuatu yang belum pasti. Jangan-jangan kali ini Kak Riksan mengajakku buka bersama hanya sebatas mengenalkan sebagai teman dekat saja, jangan-jangan ini hanya buka bersama biasa, dan jangan-jangan ada kawan-kawan yang lain dan janan-jangan perempuan yang bernama Ratu Amartina pun diundangnya. 
Ratu Amartina... ogh!
"Kak... Boleh aku bertanya sesuatu?" tiba-tiba kalimat itu muncul dari mulutku begitu saja saat nama perampuan itu melintas di benakku.
"Boleh... apa sih yang enggak buat kamu Din..." Jawabnya tanpa menoleh dan tetap fokus kepada kemudi. 
"Siapa itu Ratu Amartina kak? Dia siapanya kakak?"
Kak Riksan sontak, terlihat ada ekspresi kaget di wajahnya. tapi kembali berusaha tenang dan fokus ke kemudi. 
"Kenapa kamu bertanya soal dia Din..?"
"Aku gak bakalan bertanya kalo gak ada sebabnya Kak. Tapi poto yang dia unggah di medos sangat mengangguku...." Nada bicara ku tiba-tiba datar. Tanpa menoleh kepada Kak Riksan pandangan ku tetap lurus ke depan, lalu memejamkan mata, berusaha mengusir bayangan tentang poto itu dari fikiranku.
"Poto apa Din? Yang mana?" Kak Riksan masih terlihat tenang seperti biasa ia tak pernah panik walaupun masalah genting sekalipun.
"Kakak jawab aja, Kasih tahu Nadin, Kaka ada hubungan apa dengan Ratu Amartina?" Aku mendesak jawaban.
"Hm... bisa gak kalo gak dibahas sekarang? Sekarang kita hampir sampai di tempat kita berbuka bersama dengan keluarga besar ku. Kalo dibahas nanti kamu kaget dan gak akan bisa makan enak. Hahaha...". Begitu, memang begitu, Kak Riksan masih bisa tertawa di atas kecemasan yang aku rasakan. Malah menambah teka-teki dan banyak pertanyaan di kepalaku. 
"Kak, jusru saat kakak gak kasih Nadin jawaban, maka Nadin takan punya nafsu makan sekalipun. Ayolaaah... "
Tiba-tiba Kak Riksan memingirkan mobilnya, lalu berhenti,
"Nadin... dengerin kakak, hari ini kakak mohon, kamu jangan banyak mikir macem-macem yang bikin senyum kamu ilang. Kakak gak mau bawa cewek cemberut ke tengah-tenah keluarga besar kakak. Kakak ini mau kenalin kamu sebagai orang yang special lho... Senyum ya... Soal Ratu, nanti kaka kasih penjelasan, atau bahkan nanti kamu juga tahu sendiri. Oke yank..." Kalimat terakhirnya di berengi dengan senyum nya yang manis sekali, mengalahkan manis dan nikmat nya kolak candil bikinan mama di rumah.
Walaupn hatiku belum terlalu tenang, tapi setidaknya aku senang, Kak Riksan sudah memberi pengakuan bahwa aku akan dikenalkan sebagai orang yang special kepada keluarganya. Hm... soal Ratu Amartina tak apa-apa, aku anggap lupa saja dulu, walau sebenarnya terlalu sulit menjadikan pura-pura lupa. Perempuan itu, poto itu, fose nya... Aaargh.... tapi setidaknya aku harus berusaha agar senyum ku terbit kembali. 
"Oke Nadin, tenangkan hati, berfikir yang baik-baik saja, dan tersenyumlah, karena kamu cantik..." begitu gumamku dalam hati.
Mobil Kak Riksan berhenti di depan sebuah rumah makan yang terbilang mewah. Aku sempat kaget, aku kira buka bersama nya di rumah mereka. Hatiku makin berdebar, saat Kak Riksan mempersilahkan ku turun dari mobil dan meminta merapihkan pakaian dan kerudung ku. memintaku memasang senyum termanis, lalu...
"Ayo Nadin Sayang... turun dan jangan malu-maluin ya... Hahah.. " Kak Riksan ngeledek...
"Iya... Bawel..." Jawabku.
Kak  Riksan memintaku mengikuti nya. Aku mengekor mengikuti kemana kaki kak Riksan melangkah.
**
Sebuah ruangan makan yang luas dipenuhi lebih dari 20 orang duduk di kursi-kursi yang berjajar di belakang meja makan tertata sedemikian rupa. Mata mereka memandangiku, menyambut kedatanganku. Rasanya ingin pingsan saat itu juga. Mereka begitu banyak. Satu persatu berdiri dan menyalamiku denagnsambutan hangat. Ayah, Ibu, Adik, Paman dan sepupu-sepupu kak Riksan semuanya lengkap diundang hadir di acara buka bersama keluarga besar itu. Semunya berpenampilan cantik, ganteng, rapih, sopan. Aku terpukau. Namun deg! . Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara seseorang yang berteriak, 
"Hay... maafin Aku telat..."
Perempuan itu langsung menghampiri ayah dan ibu nya Riksan seraya sun tangan dan cium pipi kiri dan kanan mereka. Penampilannya begitu elegan, cantik dan sangat tampak cantik. Sepertinya dia cukup memeiliki banyak waktu untuk mmpersiapkan semuanya. Berdandan , ke salon, atau apapun demi penampilan terbaik nya malam ini. 
Wajahnya yang sepertinya tidak lagi asing bagiku... Dia... Ratu Amartina...
Ya Allah, hatiku dibuat tidak karuan oleh kehadirannya, siapa sebenar nya dia?.
Ia menyealami setiap anggota keluarga yang hadir dengan sapaan sangat akrab. Om, tante, ade, kakak, dan panggilan-panggilan sayang yang kedengarannya sudah terlalu akrab. Ia pun menjabat tangan Kak Riksan dengan perasaan gemas, hangat dan mesra. Lalu ia menghampiriku dan menjabat tanganku tapi sama sekali tak ada kahangatan seperti yang ditunjukkan kepada semua orang. Dingin dan hanya sesaat. sama dinginnya dengan respon yang aku berikan.
Aku menoleh ke arah Kak Riksan dengan maksud mengajukan pertanyaan, 'kenapa dia datang?"
Tapi pertanyaan itu tertahan di bibirku, adzan magrib berkumandang. Kak Riksan mengambilkanku hidangan takjil dan beberapa makanan pembuka. Ayah dan Ibu nya sibuk mempersilahkan kepada semua yang hadir agar tidak sungkan mennikmati semua hidangan yang ada. Ratu Amartina nampak tak mau berjauh-jauhan dari samping ayah dan ibu nya Kak Riksan. Lirikan matanya penuh dengan kecemburuan kepadaku. Wajah nya yang ayu, anggun kini nampak menyebalkan, ditekuk masam. Nafsu makan ku berkurang beberapa persen.
Setelah menyantap hidangan takjil, satu persatu bergiliran melaksanakan shalat magrib, sebelum acara makan bersama dimulai. Sambil menungu giliran shalat, beberapa kerabat mendekat dan menyapaku, untuk sekedar basa-basi dan megajukan beberapa pertanyaan ringan yang bisa aku jawab dengan baik. Semua sikap hangat mereka membuat ku sedikit lebih tenang.
Di sudut ruangan terlihat Ratu Amartina sedang menikmati makanannya, duduk sendiri saja, dan asik memainkan tab nya. Sedang apakah dia, dan sebetulnya siapakah dia? Pertanyaan itu tak jua terjawab. Kak Riksan mengaetkanku dan membuyarkan fikiranku tentang Ratu Amartina. Ia mengajakku untuk segera menunaikan shalat magrib berjamaah. Kami menuju mushola.
Di mushola ayah dan ibu Kak Riksan sudah menunggu, aku kenakan mukena yang selalu aku bawa di tas. Kak Riksan membacakan komat, dan shalat pun di mulai, Ayah Kak Riksan memimin shalat, dengan bacaan yang luar biasa bagus, fasih, dan membuat makmum khusyuk. Hatiku merasa damai. Fikiranku jauh membayangkan jika aku akhirnya nanti berada di antara keluarga ini maka aku akan merasa menjadi orang yang paling beruntung.
Sholat magrib selesai, seperti biasa aku memanjatkan beberapa do'a. Tapi kali ini rentetan do'aku lebih panjang dari biasanya. Kali ini aku menyebut Ayah dan Ibu Kak Riksan di dalam nya. Aku tak mau kehilangan mereka, aku ingin mereka jadi ayah dan ibu mertuaku. Aamiin...
Aku merapihkan mukena, lalu berniat menyalami calon ibu mertuaku. Tapi sebuah tangan perempuan mendahuluinya. Ratu Amartina lebih tampak cantik dengan kain mukena nya. Ia mencium tangan ibu mertua ku. Lalu sun pipi kiri dan kanan. Hatiku tersayat.
Aku menungu mereka menyelesaikan adengan itu, setelah mukena ku masuk ke tempat nya lagi, giliran ku menyalami ibu Kak Riksan. Kali ini perlakuan nya berbeda dengan apa yang dilakukan ibu kepada Ratu, ia mengelus kepalaku dan bergumam, "Terimakasih sudah datang". kalimat itu terlontar dibarengi dengan pandangan mata yang menyejukkan dan senyum ramah yang manis. Sayatan di hatiku yang ditoreh Ratu sembuh seketika. Aku bahagia.
"Sama-sama tante, Nadin yang banyak terimakasih, karena tante sudah berkenan mengundang Nadin ikut makan bersama keluarga besar tante".
Kami berjalan beriringan ke tempat kami makan tadi. Aku dan Ibu Kak Riksan semakin akrab, hangat, dan obrolan kami semakin mengalir bagai air. Aku sampai lupa dengan Kak Riksan. Di mana dia? Ah, aku tak peduli, yang penting kini aku memiliki tempat di dekat ibunya.
**
Hidangan makan utama telah tersaji, kami mulai makan bersama, Aku duduk bersebelahan dengan Kak Riksan, dan tepat berhadapan dengan Ayah dan Ibu nya Kak Riksan. Namun lagi-lagi Ratu Amartina menempel di sana. ia duduk di sebelah Ibu Kak Riksan. Pertanyaan yang sama kembali muncul di benakku. Siapakah dia sebenarnya?
Di tengah -tengah acara makan malam, aku mendapatkan beberapa pertanyaandari ayah dan ibu nya kak Riksan. Beruntung aku bisa menjawab semuanya dengan cukup lancar. Suasana pun semakin terasa akrab dan hangat.
Makanan di piringku habis, kak Riksan menawari ku untuk menambah makanan. Tapi aku menolak. Kak Riksan mengambilkan ku makanan penutup. Tapi tiba-tiba Ratu yang sejak tadi berdiam diri hanya mengunyah makanan nya berkata,
"Perasaan yang Ratu itu cuma aku ya, tapi kok sekarang ada ratu yang baru. Segala dilayanin..." ketus sekali nadanya. Lagi-lagi nafsu makan ku berkurang sekian pluh persen.
Ibu nya kan Riksan menegur.
"Ratu... gak boleh begitu. Nadin kan baru di tengah-tengah kita. Wajar lah... Nadin gak bakalan berani ngambil ini itu, ya makanya Riksan yang sibuk ambilin... Ayo Nadin, dicicipi..." Dengan nada ramah Ibu mempersilahkan.
Hhhh... Sejak sore tadi rasanya aku dipermainkan dengan rasa. Senang, sedih, bingung, dan semuanya bercampur aduk, susah didevinisikan.
**
Makan malam selesai, semua tampak sibuk dengan persiapan pulang. Om, tante dan sepupu-sepupu Kak Riksan berpamit pulang lebih dahulu. Beberapa pemit kepadaku sambil basa-basi mempersilahkan mampir ke rumah mereka dengan menyebutkan sebuah alamat. Yang aku tahu itu alamat perumahan-perumahan elit di Bandung.
Ayah Ibu Kak Riksan meminta anaka nya untuk mengantarkanku pulang. Tak lupa mengucapkan terimakasih karena sudah mau datang. Ayah dan Ibu Kak Riksan sangatlah ramah. Aku sangat tersanjung dengan perlakuan mereka.
Semua kerabat dan sepupu sudah meninggalkan tempat, tapi kenapa Ratu belum pulang?
Pokok nya aku ingin jawaban secepetnya. Mengapa ia ada di sana? Mengapa poto mereka semesra itu? Mengapa ia terlihat sangat cemburu? Mengapa ia begitu akrab dengan keluarga Kak Riksan...?
Aku pamit dan tak lupa berterimakasih. Ayah dan Ibu Kak Riksan berpesan agar anak nya berhati-hati. Tak lupa titip salam untuk ayah dan mama di rumah.
Mobil melaju ke arah Cicaheum, aku bersiap-siap memulai pembicaraan, semoga kali ini aku mendaatkan jawaban.
**

Bersambung


Share/Bookmark

No comments:

Post a Comment