“Rima, akan menjadi apakah kamu nanti? Lihat usiamu sudah tak muda
lagi. Sudah 30 tahun kamu masih saja belum mengenalkan calon suami kepada mama
dan papahmu? Pria yang seperti apa sebenarnya yang kau butuhkan?”
“Rima, apakah Huda kurang baik bagimu? Dia pria yang salih dan
berakhlak baik. Rajin beribadah dan memiliki pekerjaan yang tetap. Ia pekerja
keras. Lihat, dia sudah mampu membeli rumah sejak usianya sangat belia.
Sekarang ia rela menunggumu dan memilih untuk tidak
menikahi perempuan lain. Menunggu
hatimu teguh kepadanya”.
“Rima, jika Huda tak masuk kriteriamu, apakah Pino tak bisa
mendapatkan hatimu, meyakinkanmu unuk menjadi pendampingnya seumur hidup?”
Rima, apa yang kamu cari dari Haikal, pria beristri itu? Mengapa
kamu lebih merindukan dia dibanding Huda yang selalu setia kepadamu? Dan beberapa
pria single yang jelas-jelas menantikanmu”.
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang selalu membuat Rima merasa
bosan mendengarkannya. Tapi Rima selalu berusaha menjawab dengan kalimat yang
sehalus mungkin. Ia harus tetap menjaga perasaan ibundanya. Ibunya yang telah
lama mendambakan memiliki menantu. Ingin menimang cucu. Sedangkan Rima gadis
sulungnya belum juga membawakannya calon yang menurutnya bisa dijadikan suami.
Paman, bibi, dan sepupu dari kedua orangtuanya bukan tidak berusaha
mencarikan jodoh untuk Rima. Dan bukan pula tak ada yang mau kepadanya. Rima
cantik, cerdas, bertubuh tinggi. Kulit halus kuning langsat, rambut lurus
sebahu, dengan berat badan ideal. Banyak pria yang mengantri ingin dekat
dengannya, bahkan tak sedikit yang ingin menjadikannya istri.
Rima yang sekarang usianya sudah genap berkepala tiga, masih tetap
terlihat imut seperti gadis berusia 20an. Tak heran jika ia masih banyak
didekati para pria single ataupun yang beristri sekalipun.
Namun entah kenapa Rima sama sekali belum menjatuhkan pilihan
kepada satu orang pria pun.
**
“Mama bingung nak, apa kurangnya Huda? Dia serius sama kamu. Sudah tiga
kali datang sama mamah menyatakan ingin menikah dengan kamu Nak!” Yanti ibunda
Rima mencoba meyakinkan anaknya tentang Huda.
Huda adalah laki-laki teman Rima sejak kecil. Rumahnya tak begitu
jauh dari rumah Rima. Mereka bersahabat sejak duduk di bnagku SD dan mulai
merenggang ketika Rima mengetahui bahwa Huda mencintainya.
Huda memang bukan pria yang mudah jatuh cinta. Sejak usia remaja ia
jarang terlihat dekat dengan perempuan. Bahkan ibunya bilang jika Huda jarang
memiliki pacar. Selidik punya selidik ternyata Huda menyukai Rima sejak duduk
di bangku SMP. Namun Rima tak pernah perduli akan perasaan Huda. Ia asik
berganti pacar dan curhat kepada Huda tentang apapun yang dialmi Rima. Dan sabarnya
Huda, ia selalu setia mendengarkan setiap apapun yang menjadi keluh kesah
Rima.
“Mama, bilang sama Huda, suruh dia mencari cewek lain. Jangan
nungguin Rima. Rima gak mau dikejar-kejar dan ditungguin kayak gitu. Rima gak
suka.”
Rima ketus. Menjawab sekenanya. Kemudian berlalu dengan roti yang
masih dikunyahnya. Tak lupa terlebihdahulu mencium pipi kiri dan kanan Ibunya
kemudian berangkat kerja.
Yanti hanya bisa mengelus dada. Rizal, ayahnya hanya bisa
menggeleng-gelengkan kepala. Sama-sama bingung dengan kelakuan putri sulungnya.
Belum lagi Mirna, adik Rima yang sekarang sudah berusia 25 tahun sudah tak
sabar ingin segera menikah. Tapi Yanti dan Rizal bersikeras meminta Mirna untuk
sedikit bersabar barang satu atau dua tahun lagi sampai Rima menikah. Itu semua
demi menjaga perasaan Rima. Apaboleh buat, Mirna tak bisa berbuat apa-apa. Hanya
terus berusaha untuk menenangkan hati sang calon suami. Mereka berdua semakin
rajin bekerja keras menyiapakan rumah dan uang untuk pesta pernikahan mereka.
Mirna bilang, “Daripada buang waktu, mending terus menabung, biar
pas nikah sudah siap semua, sambil tak lupa terus berdo’a agar mbak Rima cepat
diberi kesadaran dan bisa membuka hatinya untuk bisa memilih salah satu dari
pria yang mengantri kepadanya.”
Rima dan Mirna berbeda jauh. Jika Rima yang cantik banyak yang menyukai
dan begitu mudah berganti pacar, sedangkan Mirna yang manis juga sama banyak
yang suka, walaupun tak sebanyak pria yang menyukai kakanya. Tapi Mirna jauh
lebih bisa bertahan dengan satu pria yang dicintainya. Jika sudah merasa cocok
maka Mirna akan setia selamanya. Kecuali jika pria nya mengkhianati dia
terlebih dahulu. Manatan pacarnya Mirna juga hanya dua orang. Mirna lebih
selektif dalam menjadikan seseorang sebagai pacarnya. Sehingga yang menjadi
pacarnya bisa bertahan lama. Sedangkan Rima tidak begitu. Rima terlalu mudah
jatuh cinta. Sejak duduk di bangku SMP Rima sudah begitu banyak berganti teman
dekat.
Bedanya Rima dengan Mirna, jika Rima pacaran tak pernah serius dan
tak pernah memberi hati sepenuhnya kepada sang pria, jika putus atau pisah
dengan mudahnya Rima mendapatkan pengganti, namun Mirna jika putus lama move
on nya. Ia sering berlarut dalam kesedihan. Maka dari itu Rima tak pernah
ambil pusing dengan masalah laki-laki.
“Kalo jatuh cinta itu gak usah terlalu dalam Mir… biar kalo putus
kamu gak terlalu sakit” suatu ketika saat Rima melihat adiknya menangis dan mengurung
diri di kamar.
“Tapi Yogi udah pernah cium aku ka…” Mirna menangis sesenggukan
menyesali perbuatannya.
Dibalas ledekan kakaknya. “Makanya kalo pacaran jangan suka ngasih
kesempatan cowok buat sentuh-sentuh kamu. Liat kakak, kakak banyak pacarnya tapi
kakak masih gres donk… Kamu ingat sama Prima, manatan kakak yang tiba-tiba
kakak putusin sehabis makan siang bareng?”
“Iya kenapa kak?”
“Dia minta kakak cium pipi dia! Haha… Ogah!”
Rima memang hebat. Ia memang mudah jatuh cinta. Tapi ia perempuan
yang memiliki prinsip hidup yang begitu kuat. Tak heran jika sekarang di
usianya yang sudah tak muda lagi Rima masih disukai banyak pria, termasuk teman
Rima yang usia nya jauh lebih muda sekalipun. Rima hebat, Rima terhormat. Rima
masih suci, Rima mandiri, Rima cantik, Rima santun dan selalu ramah. Mungkin
itu yang menjadi daya tarik Rima selama ini. Yang tak jarang membuat adiknya
iri.
Tapi kenapa Rima sampai saat ini belum mau menikah? Apakah Rima
mengharapkan Haikal? Pria beristri dan beranak dua?
**
Haikal adalah pria beruasia 42 tahun. Beristri dan memiliki dua
anak. Sebelumnya dia bukanlah seseorang yang special di hati Rima. Namun kebaikan
dan entah apa itu namanya, telah membuat Rima sungguh jatuh hati kepadanya. Padahal
sama sekali Haikal tak pernah menggoda Rima. Tak pernah sekalipun Haikal
berniat menghianati istrinya yang selalu setia mendampingi hidupnya.
Haikal dan Rima mulai kenal di tempat kerjanya. Rima adalah salah
satu karyawati Bank swasta yang juga Haikal bekerja di sana. Sering bertemu dan
berbincang-bincang, membuat keduanya saling jatuh hati. Haikal juga tak bisa
menepis bahwa Rima memang mempesona. Satu tahun berlalu, Haikal dan Rima bisa
saling menahan diri, hanya sebatas saling mengagumi. Namun lama kelamaan rasa
itu semakin tumbuh dan tanpa disadari, Haikal telah mengakui bahwa ia memang
jatuh cinta kepada Rima.
Rima yang santun tak mau jika kehidupan rumah tangga Haikal
berantakan gara-gara kehadirannya di tengah-tengah mereka. Selama tiga bulan
lebih, Rima berusaha menghindar. Sebisa mungkin Rima tak ingin bertemu dengan
Haikal dengan sengaja. Tapi hati tak bisa dipungkiri, bayangan Haikal selalu
mengikuti. Semakin menjauh, Rima semakin rindu kepadanya.
Begitu pula Haikal. Pria berinstri itu tak kuat menahan rindu.
Akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu sekali saja dalam jam makan siang di
suatu akhir pekan. Mereka bertemu berdua dengan rindu yang teramat besar, telah
mereka pendam dan tahan selama satu tahun lebih. Selama ini mereka berusaha
agar tidak ada yang tersakiti, dalam hal ini Nia, istri Haikal perempuan
salihah yang sangat dihormati Rima.
Siang itu hari Sabtu. Haikal dan Rima makan di meja yang sama. Tatapan
Haikal tidak terlepas dari gerak-gerik Rima, begitupun Rima, tak ada gerak-gerik
Haikal yang terlewatkan begitu saja. Ia merekam semuanya. Tak ada yang ingin ia
membuang sia-sia kesempatan itu. ingin rasanya siang itu waktu berhenti total
agar Rima bisa memandangi Haikal lebih lama lagi. Pria yang kini ada di
hadapannya sungguh menawan. Ia tidak hanya tampan. Tapi ia juga sangat dewasa,
dan memiliki karakter yang luar biasa hebat dimata dan hati Rima. Bagi Rima ia
adalah sosok laki-laki sempurna. Sayang sekali dia bukan miliknya.
Pernah suatu ketika Rima bergumam. Berbisik kepada Haikal, jika
seandainya Haikal rela membagi cintanya, maka Rima rela dijadikan istri
keduanya Haikal. Sebuah keinginan yang gila. Tapi keinginan itu sampai sekarang
tetap tinggal dalam hati dan fikiran Rima. Walau sampai sekarang Rima
benar-benar merasa malu dan tak pernah berani lagi meminta untuk bertemu dengan
Haikal.
Haikal yang juga menyayangi Rima, meminta Rima untuk bersabar dan
berdo’a, siapa tahu ada hal yang terbaik bagi mereka berdua. Haikal mencintai
Rima, tapi ia juga mencintai keluarganya yang sudah mereka bangun selama 11
tahun. Haikal tak mungkin mengkhianati Nia yang sudah setia mendampinginya.
Haikal manjaga jarak, begitupun Rima. Rima pindah kerja, menjauhi Haikal. Demi
Haikal dan keutuhan keluarganya, Rima rela menjauh. Walau hatinya seperti
ditusuk ribuan duri. Sakit sekali.
Belum lagi rasa sakit dan kekhawatiran yang dirasakan kedua
orangtuanya. Juga rasa pengharapan yang besar dari Mirna yang ingin Rima segera
menikah.
**
Suatu malam di meja makan keluarga Rizal. Rima berkata “Mirna, Segeralah
menikah dengan calon suamimu, Kakak tak apa-apa. Do’akan kakak agar bisa
melupakan mas Haikal. Dan memdapatkan pria yang seperti dia. Jika tidakpun
semoga aku mendapatkan pria yang berhasil membuatku menangis seperti Haikal. Kini
aku tahu bagaimana rasanya mencintai dengan sepenuh hati seperti yang kau lakukan
setiap kali jatuh hati. Aku mencintai Haikal tak seperti perasaan ku terhadap
pria-pria sebelumnya yang aku biarkan datang dan pergi begitu saja dengan
mudahnya. Tanpa sakit hati dan penyesalan. Tapi Haikal, aku benar-benar
mencintainya dengan sepenuh hatiku, tapi aku tak mungkin memilikinya. Ada tiga
hati lain yang harus aku jaga. Semoga aku bisa menjalani hari-hari tanpa
memikirkan dia.”
Meja makan hening, Yanti dan Rizal tertunduk lesu. Mirna merasa
bingung, antara bahagia dan entah bagaimana.
Rima beranjak pergi ke kamar tidurnya, dan mengantungkan harapan di
langit-langit kamar. Siapa tahu nanti ada seorang pria seperti Haikal mendatanginya
dan mengajaknya menikah. Atau… mungkin suatu hari Haikal datang dengan istrinya
yang rela dimadu, memintanya menjadi istri kedua.
Sungguh, Rima pasti mau.
Sedikit kritik ya....
ReplyDeletePertama, ada teks yang tidak lengkap.
Kedua, apa ya namanya... Intinya a g bisa dapet ngebayangin ruang-waktu cerita itu teradi.
Sory klo a slah kata...
Maju terus ya..;-)
semua pasti sudah diatur oleh yang diatas :)
ReplyDeleteiya hehe..
Delete