Search This Blog

Thursday, June 16, 2016

Dear : Kamu

Hai kamu yang sekarang jauh di sana. Di tempat yang aku tahu tempatnya, tapi sama sekali tak pernah kebetulan kita diberi kesempatan untuk bertemu lagi. Dan memang tidak secara dengan sengaja kita saling mencari, walau pada dasarnya kita sama-sama tahu jika sebenarnya hati kita selalu saling menanti kesempatan itu datang lagi. Kamu tahu? Jika sekarang aku rindu. Sungguh!

Hai kamu, yang namanya selalu aku temukan di halaman pertama buku kenanganku, yang gambarnya aku pajang
terpampang di dinding bilik hatiku, yang ceritanya aku kemas rapi tapi takan pernah selesai kutuliskan, yang kisahnya begitu berkaitan erat dengan kisahku, aku simpan dengan aman dan bersifat rahasia, aku sembunyikan di dalam kotak kecil yang indah, dan aku jaga baik-baik. Aku simpan dalam laci hatiku, untuk aku buka sesekali jika aku sedang rindu. Ya seperti kali ini, kau tahu? Aku sedang rindu. Sungguh!.
Aku mengenalmu dahulu. Ketika aku duduk di bangku kelas satu SMA. Kamu adalah temannya teman dekatku. Kamu pasti tak akan pernah lupa dengan nama sahabatmu itu. Akupun tak akan pernah lupa, jika dia bernama Angga Riyan Pradana. Suka aku panggil Angga, tapi kamu memiliki pangilan lain, yaitu Ari. Waktu itu aku dan Angga sedang terlibat yang namanya TTM alias teman tapi mesra. Dia bukan pacarku, dia juga bukan kekasih resmiku. Aku dan dia tak pernah jadian dan meresmikan jika kami pacaran. Sebelum aku mengenalmu, Angga adalah teman terbaik yang bisa aku jadikan tempat aku bercerita tentang segala kegundahan hati yang aku rasakan di masa itu. Masa-masa remaja yang penuh dengan berbagai rasa. Angga juga yang selaku jadi penenang kemarahan dan pereda setiap tangisan yang aku punya. Dia adalah sayap pelindung bagiku, orang yang paling mengerti perasaanku, dan aku tahu bahkan kaupun tahu jika dia amat sangat menyayangiku. Namun sayangnya saking sayangnya dia kepadaku dia tak mau merebutku dari seseorang yang katanya pacarku, dengan alasan tak mau memaksakan kehendak. Padahal kali itu aku mau jika dia mau. Aku dan Angga tak pernah bisa benar-benar memiliki kisah yang bisa kami akui sebagai kisah pacaran kami. Entah mengapa.
Angga yang selalu baik hati, suatu ketika mengenalkan sahabatnya kepadaku. Seseorang yang katanya sangat special, sahabat yang dekat dan bahkan sangat dekat. Angga mengenalkankamu kepadaku. Kamu beda satu angkatan denganku.
Oiya, Aku dan Angga beda dua angkatan. Aku kelas satu dan Angga kelas tiga. Sementara kamu itu kelas dua. Aku dan Angga satu almamater, tapi kamu tidak. Kamu adalah anak SMK di kota kita. Sampai sekarang aku tak pernah tahu mengapa kamu memilih sekolah di sana. Mengapa tak memilih sekolah di sekolahku agar bisa satu sekolah dengan Angga, dan biar kita lebih sering bertemu.
Tapi benar kata kamu beberapa waktu lalu ketika kita secara tidak sengaja berkomunikasi lewat media sosial, bahwa ada hikmahnya kita berjauhan. Ya, batul sekali, jika seandainya kita dulu satu sekolah, maka mungkin kita tak akan pernah memiliki cerita seindah yang kita miliki. Bahkan mungkin saja kali ini kita ( terutama aku) tak akan pernah memiliki rindu yang memperindah hati kita. Takan pernah aku rekam senyum manis kamu karena jika satu sekolah bisa saja kamu hanya akan jadi kaka kelas biasa, sahabatnya Angga-ku, yang juga Angga-mu.
Ok dear, kita lanjutkan. Biarkan aku bercerita mengobati kerinduanku yang telah terpendam begitu dalam. Biarkan aku mengenangmu semampu yang aku bisa. Biarkan aku larut dalam kenangan masalaluku, masa lalu kita yang indah.
Sebelumnya biarkan aku sebut namamu. Nama biasa namun aku rasa itu nama yang sangat indah. Kamu tahu? Ada degup jantung yang kencang saat ini saat aku akan menyebutkan namamu. Argy. Argy Pranata Gally. Nama yang indah bukan? Jika yang lain tidak setuju maka biarlah.
**
Sebenarnya aku tak begitu ingat kapan pertama kali kita bertemu, tepatnya aku tak ingat secara jelas (maaf) kapan pertama kali Angga mengenalkan kamu kepadaku. Yang jelas, pertama kali kita berkenalan, kamu memakai topi berwarna coklat tua, bentuknya seperti topi yang sering dikenakan oleh Glan Fredly. Dan menurutku topi itu memang dibuat khusus untukmu, karena hanya kamu yang pas mengenakannya, hanya wajah kamu yang tampak begitu manis dengan topi itu. Kulit kamu yang gak seputih Angga, telah mengubah keyakinanku bahwa laki-laki tak harus berkulit putih untuk menjadi tampan dan manis. Kamu, kamu sangat manis saat itu. Aku senang sekali berkenalan dengan kamu. Kitapun berjabat tangan di depan gerbang rumah kost ku saat iu, dengan mantap kamu menyebutkan nama panggilanmu, “Gally”. Manis sekali. Jujur, saat itu adalah kali pertama aku mengagumi seseorang pada pandangan pertama. Gally, kamu benar-benar memukau.
**
Angga lulus.
Aku naik ke kelas dua, Angga lulus dan melanjutkan sekolahnya di Jakarta, ikut dengan Ayahnya yang bekerja di sana. Kali itu aku sedih, Karena tak akan lagi bertemu Angga di sekolah. Tapi aku tak khawatir, karena masih bisa bicara lewat telepon dengan dia.
Selanjutnya, hari-hari begitu terasa berbeda, Angga semakin jarang memberi kabar, mungkin dia sibuk dengan kegiatannya di Jakarta. Hanya pada saat-saat liburan dan jika ada kegiatan besar yang mengundang alumni saja kami bisa bertemu. Dan entah mengapa aku selalu senang jika Angga datang menemuiku bersama kamu. Kamu, Gally yang lucu. Selalu bisa mencairkan suasana. Menghadirkan gelak tawa di antara kita bertiga.
Suatu hari, aku ingat itu hari minggu. Di sekolahku ada kegiatan besar, kagiatan rutin tahunan. Lomba pentas seni antar sekolah se-kota Bandung. Hari itu Angga datang sebagai alumni dan memintaku untuk datang sama-sama ke sekolah. Aku mengiyakan. Angga datang ke rumah kostan tanpa kamu. Dia bercerita jika pagi hari sudah menelpon kamu dan kamu tidak bisa berangkat pagi dengan alasan belum mandi dan masih ngantuk, padahal sebelumnya di malam hari kamu sudah janji akan menemani.
Tapi tahukah kamu? Jika di sepanjang perjalanan menuju sekolah aku selalu bertanya kepada Angga “Mana Gally?”, “Kapan Gally datang?”, atau “Kenapa Gally belum juga kelihatan menyusul?” dengan ringannya Angga menjawab “Gak usah khawatir, dia sudah gede, nanti juga datang sendiri”. Entah mengapa aku gusar menunggumu.
**
Di Sekolah.
Kami nonton acara perlombaan yang tampak sangat meriah. Namun kemeriahan itu tak bisa memanjakan mataku. Mataku mencari sesuatu yang lebih menarik perhatianku. Aku mencarimu di setiap sudut keramaian, di antara orang-orang yang berjejalan hadir di sana kali itu. Tapi kamu, tak jua aku temukan.
Siang yang terik membuatku lapar, Angga mengajakku untuk mencari makan, dan mengabarkan jika Gally akan datang. Sungguh aku senang.
Lagi-lagi kamu muncul dengan topi warna coklat tuamu, dengan baju belang-belang biru putih. Kamu bertambah manis dari hari sebelumnya. Kitapun jalan bertiga dan seperti biasa kamu selalu menjadi pencair suasana. Yang dapat membuat kebersamaan kita semakin hangat.
Siang itu kita habiskan bersama, dengan canda tawa. Kalian pulang dan aku pulang ke rumah kostan. Lambaian tangan kamu sore itu lebih aku perhatikan daripada ucpana Angga yang memintaku untuk segera beristirahat. Oiya, sore itu Angga pamit akan kembali ke Jakarta. Aku setengah sedih setengah lagi tidak, karena aku tahu kamu masih ada di kota ini, ini musim liburan. Dan aku juga masih ada kegiatan ekskul di sekolah, masih menunda pulang ke rumah.
Malam harinya.
Jam 20.00 kamu menelponku. Kamu bilang kamu senang mengenal aku. Kalau bisa kamu ingin berterima kasih kepada Angga karena sudah membiarkanmu bekenalan dengan pacarnya (padahal kali itu aku bukan pacar Angga.hanya saja kau tak tahu itu). Dan yang lebih membuat aku senang, kamu bilang jika Angga menitipkanmu untuk sering kau jenguk saat Angga di Jakarta.
Oiya, saat itu media komunikasi belum secanggih sekarang, telepon genggam masih sebatas bisa dipakai SMS dan telepon. Dan itupun harganya mahal. Dengan meminta Gally menemuiku sesekali ke kostan maka Angga akan mendapatkan kabar dan merasa tenang karena ada yang menjagaku.
Satu waktu, Gally datang sendiri ke kosatan ku siang hari. Mengaku sedang bete, gak ada teman main, karena kini Angga tak ada lagi. Tak ada lagi yang bisa diajak pergi seperti dulu. Akupun menyambut dengan bahagia, karena setidaknya aku merasa Angga hadir dengan datangnya kamu.  
Tapi ternyata kamu begitu beda. Kamu bukan Angga. Jujur aku lebih merasakan kenyamanan saat berada dekat kamu. Kamu itu unik dan kreatif sekaligus penuh kejutan. Dengan kamu aku rasa hidup lebih berwarna. Dan tanpa disadari, ternyata sebenarnya aku harus minta maaf kepada Angga karena perlahan aku mulai nyaman dengan kamu dan melupakan nya setiap berada dekat dengan kamu. Kita ngobrol kesan- kemari. Mulai dari menceritakan kisah lucu kamu dengan Angga sampai dengan cerita tentang keluargamu, adik-adikmu, dan kesukannmu. Sampai sekarang aku tak akan berhenti bilang, jika kamu memang lucu.
Malam hari setelah beberapa kali kita mencuri waktu, kamu menelponku dan bilang jika kamu memiliki perasaan yang lebih dari sekedar teman. Dan dengan alasan yang sangat jelas, aku mengiyakan dan membolehkan kamu untuk menjadi penghuni baru di hatiku, dengan catatan kamu tak boleh cemburu jika tiba-tiba ada Angga menemuiku. Kamupun sepakat dan kita berjanji akan menjaga rahasia kita. Jika Angga ada, maka kita hanyakah teman biasa, dan jika Angga tak ada, ya… kamu tahu aku sebagai apa.
Sejak pengakuan itu, aku selalu tak bisa menahan rindu kepadamu. Kita menjadi sering bertemu. Untuk sekedar makan bersama, jalan-jalan, mencari CD film dan game kesukaanmu di toko CD langgananmu, makan nasi goreng kesuaknnmu, atau berkeliling kota dengan berjalan kaki. Aku tak pernah merasa lelah, semua itu indah jika dilakukan dengan kamu. Terimakasih Gally, sampai saat ini jika aku pulang dan melihat tempat-tempat kenangan kita, selalu ada getar yang sama seperti yang aku rasakan ketika kita melewatinya bersama. Sungguh kamu adalah manusia paling lengkap yang aku kenal Gally. Semuanya ada padamu. Aku tak bilang jika kamu sempurna, tapi kenyamanan yang aku dapat darimu membuatku merasa lengkap dan sempurna.
**
Liburan sekolah tahun kedua.
Angga datang berkunjung, memenuiku, dan mengajakku makan malam bersama. Karena waktu kepulangannya ke Bandung hanya sebentar, maka agar rindunya kepadaku terobati dan juga rindaunya kepada sahabat terbaikknya tersampaikan pula, maka malam itu Angga mengajakmu serta untuk makan malam bersama. Suasana makan malam itu bagiku adalah saat yang paling membingungkan. Aku tak tahu harus bersikap apa. Yang aku tahu hanya satu. Janjiku kepadamu, jika di depan Angga aku harus bersikap wajar, jangan ada yang berubah, harus seperti biasanya, tanpa ada rasa kepadamu.
Angga mengambilkan makanan ke piringku, dan kamu mengambilnya sendiri ke piringmu. Angga mengambilkan minuman untukku dan kamu mengambil punyamu sendiri. Angga mengambilkanku tisyu dan kamu mengambil tisyu dan membersihkan tangan dan mulutmu sendiri dengan tisyu itu. Aaaaargh sungguh aku tak mau kamu melihat itu semua. Aku khawatir hatimu hancur.
Setelah makan selesai, Angga mengajak kita untuk berjalan-jalan. Kangen kota Bandung katanya. Kita berdua mengiyakan, mengikuti kemauan orang yang sedang rindu dengan kotanya.
Malam itu malam minggu, bulan separuh mengantung di langit yang cerah, kita bertiga duduk di pelataran alun-alun kota. Angga duduk dan memintaku bersandar di balik punggungnya. Kita bertiga menikmati malam yang indah itu dengan perasaan yang tidak menentu di dalam hatiku. Sesekali aku melihat ke arahmu yang duduk bersebrangan. Melempar-lemparkan batu kerikil sejauh yang kau mampu. Aku faham, itu adalah ekspresi kekesalanmu.
Angga tak henti-hentinya mejailimu dan mengeluarkan kalimat ledekan. “Makanya ajakin pacar kamu ke sini!”
Dan kamu menjawab. “Iya, sayangnya dia jauh, kalau saja dia ada dekat kayak kamu sama Metta, akan aku bawa dia ke sini dan aku pasti melakukan hal yang sama kayak kalian.”
“Melakukan hal yang sama?” Angga tampak tidak mengerti apa maksud perkataanmu.
“Iya, sender-senderan… Kan seru, sambil mandangin langit yang cerah,bulannya indah… romantis…”. Lalu kamu membaringkan tubuhmu, menghadap langit yang tinggi. Tanganmu kau lipaykan di kepala sebagai bantal, lalu kau bersenandung, menyanyikan salah satu lagu Slank kesukaanmu.
Ada helaan nafas panjang yang penuh dengan beban yang terhembus dari rongga dadamu saat kau mengucapkan kalimat itu.
 Aku mencoba mengerti perasaanmu malam itu, tapi aku juga ingat janji kita, jika kita harus bersikap wajar, dan mengabaikan perasaan masing-masing yang terlanjur tumbuh di hati kita. Sungguh maafkan aku malam itu Gally.
Jam menungjukkan pukul 21:00, aku harus segera pulang. Kalian mengantarkanku pulang. Dan setelah satu jam kemudian, telepon kostan berbunyi, ternyata kamu menelpon dan melaporkan semua perasaanmu sepanjang siang. Kamu cemburu, kamu tak suka, kamu tak rela atas apa yang terjadi. Kamu marah, dan di sana aku baru tahu jika orang sebaik dan sekocak kamu bisa marah semarah itu. Aku tak bisa tidur malam itu, dengan kebingungan yang luar biasa. Satu sisi aku merasabersalah kepadamu, sisi lain, aku sudah merasa berusaha menjaga janji kita, dan juga memenuhi permintaanmu untuk menjaga perasaan Angga sahabatmu. (Sungguh Gally, malam itu aku tak mengerti apa yang harus aku lakukan.)
Dua hari kamu tak menelponku, untuk kemudian kamu datang secara tiba-tiba dan seolah tak ada apa-apa diantara kita. Kamu sudah tak marah lagi dan aku senang bisa kembali melihat senyum manismu. Kamu memang baik Gally, terimakasih.
**
Ujian Akhir Nasional
Hari itu hari tenang, kelas tiga SMA dipersilahkan untuk libur danmempersiapkan diri untuk menghadapi ujian akhir. Menjadi sebuah kejutan, kamu dan Angga sama-sama datang ke kosan sore hari dengan alasan akan membantuku memnghafal dan memberi semangat. Kamu dan Angga benar-benar membantuku belajar. Kamu membacakan soal, aku menjawab dan Angga mengoreksi apakah jawabanku benar atau salah. Ya Tuhan… entah apa yang harus aku ucapkan kali itu. Dua orang yang aku tahu menyayangiku, kini sedang membantuku menghadpi Ujian akhir. Sore itu begitu indah, kamu yang lucu datang dan menemaniku melakukan latihan-latihan soal ujian.
Ujian Akhir ku pun berjalan lancar. Dan hasilnya cukup memuaskan. Aku lulus dan kuliah di Jakarta,bertemu lagi dengan Angga, dan meninggalkan kamu di kota kita. Aku kuliah dan melanjutkan cerita bersama Angga, cerita yang tak pernah usai. Karena memang kami masih dengan status yang tak jelas. Di kampusku aku bertemu dengan perempuan yang mengaku sedang dekat dengan Angga, hal itu menjadikanku merasa mulai tak berani lagi menyimpan nama Angga dalam ingatan.
Tahun pertama kuliah, aku mendapatkan kiriman hadiah kado ulangtahunku yang kamu kirim  dari luar pulau, dan ternyata itu dari kamu. Kamu yang ternyata sudah bekerja di sebuah kapal. Terimakasih sudah mengirimiku boneka teddy bear lucu kali itu. Aku tak menyangka jika kamu masih tetap meningat hari ulangtahunku walaupun kamu sedang berada sangat jauh di sebrang samudra sana. Air matakau berderai, aku bangga kepadamu Gally, dan tangisan itupun berarti aku rindu…
**
Sekarang, berapa tahun ya kita berpisah? Lama sekali kamu menghilang. Dan perasaanku kepadamu masih seperti dulu. Tiba-tiba aku mendapat kabar kamu menikah. Dan aku bisa melihat dengan jelas, perempuan yang menjadi istrimu itu cantik sekali. Aku yakin itu pilihan terbaikmu, sekaligus orang terbaik yang Tuhan pilihkan untukmu.  Andai aku berani, ingin aku sampaikan kepadanya, agar ia menjaga Gally ku yang kini menjadi Gally nya baik-baik. Karena aku tak ingin terjadi apapun yang buruk kepadamu. Aku sayang kamu Gally, dari dulu hingga sekarang. Sayang sekali kita tak pernah dipersatukan.
Dan sungguh Tuhan selalu melakukan yang terbaik untuk semua mahluknya. Walau kita dulu pernah menyimpan rasa yang begitu indah pada hati masing-masing, dan kemudian kita akhirnya tidak bersatu, maka jangan salahkan takdir. Aku percaya ini adalah jalan yang paling baik dan terbaik. Kamu tahu kenapa aku bisa berkata demikian Gally?
Coba kamu fikirkan, kita selalu kompak, selalu sehati, kita memiliki cara yang sama menikmati kegilaan, menikmati kekonyolan, dan kita selalu sepakat dengan sebuah pilihan yang sama. Kita tak perlu banyak berdebat dalam mengambil sebuah keputusan. Karena kita memiliki kesuakaan yang sama. Tapi Gally, hidup memerlukan orang yang berbeda karakter dengan kita, kenapa? Kadang kita perlu diingatkan, ketika salah kita perlu mendapat marah seseorang, ketika keliru kita perlu arahan dari orang lain.
Gally... andaikan aku menjadi istrimu, bisa jadi aku tak bisa tunduk patuh kepadamu, karena aku terlalu faham sifatmu. Jika kau jadi suamiku, bisakah kamu untuk tetap tidak kalah dengan rengekan manjaku untuk meminta mu meralat sebuah keputusan? Aku tak yakin kau bisa melakukannya. Kamu itu super baik, kamu pasti mengikuti apa saja kemauanku.
Gally… kamu pasti sering mendengar, jika cinta itu tak harus memiliki. Aku sepakat dengan itu. Karena hakikat mencintai yang paling luhur adalah kerelaan melapaskan. Rela melepaskan dia yang kita cintai untuk hidup bersama orang lain yang lebih tepat untukknya. Dan kali ini, terlepas dari kerinduanku kepadamu yang terkadang memuncak tak tertahankan, ada kerelaan yang ikhlas, jika aku bahagia melihatmu dengan kehidupanmu yang sekarang. Semoga Engkau selalu bahagia. Cukup aku titipkan kau kepada-Nya. Biarlah aku memelukmu erat dengan do’a-do’aku.
Aku memang tidak memilikimu, aku memang tidak bisa menikmati senyummu setiap hari. Tapi Gally… memiliki kenangan hidup masa remaja yang indah bersama kamu adalah hal yang paling berharga untuk aku.
Aku yang selalu menyimpan namamu,
Metta Diyanna.  


Share/Bookmark

No comments:

Post a Comment