Search This Blog

Friday, June 24, 2016

GARA-GARA GAGAH

Amara gadis kelas 2 SMA bertubuh mungil. Tinggi badannya hanya sekitar 150cm dan berat badannya mungkin hanya 42 kg. Parasnya tidak terlalu cantik, tapi ia memiliki senyum yang sangat manis. Ia pun ramah kepada setiap orang. Dia juga memiliki sikap easy going, diajak kemana aja dia pasti mau, itu kalau lagi gak disuruh oleh ibunya. Tapi jangan coba-coba minta dia menemani kamu pergi ke suatu tempat jika dia sedang dalam masa PMS. Pasti dia nolak habis-habisan. Karena pada
saat PMS dia cuma ingin segala kemauannya di-iya kan. Jika tak ada yang bisa mengerti kemauannya, maka ia akan mengurung diri seharian di dalam kamar, itupun jika sedang hari libur. Jika bukan hari libur, maka jangan aneh jika Amara hanya duduk sendiri di pojokan kelas, atau di bangku belakang sambil coret-coret di buku membuat gambar atau nemuliskan sesuatu yang menurut sebagian teman-teman di kelasnya Amara suka menulis puisi tentang keadaan hatinya. Apa yang Amara tulis akan lebih bagus dan puitis ketika ia bĂȘte di masa PMS.
Di kelasnya Amara ditaksir sedikitnya oleh tiga teman laki-lakinya. Yang satu bernama Pandu anak anggota Pramuka, yang satu lagi namanya Yuda anak OSIS yang satu lagi Santo tak ikut apa-apa.
Ketiganya belum ada yang berhasil merebut hati Amara sejak semester satu. Dan sekarang semester dua sudah mau habis, tapi Amara belum memberikan tanda-tanda siapa yang akan dijadikannya pacar. Ketiganya dekat, ketiganya sudah pernah menyatakan cinta secara terang-terangan, dan ketiganya tahu bahwa mereka punya saingan. Tapi Amara bilang, “Lebih baik sahabatan saja.” Mungkin saja Amara tak mau jika ketiga pengagumnya itu menjadi musuhan jika dia memilih salah satu dari mereka bertiga. Tapi bisa juga dia memang tidak memilih satu orang pun di antaranya.
**
Sabtu pagi, seluruh siswa dikumpulkan di lapangan upacara untuk mendapatkan pengumuman. Pengumumannya adalah seluruh siswa dipulangkan jam 10:00 karena guru-guru akan melaksanakan rapat persiapan akreditasi. Seperti siswa yang lain, Amara pun merasa senang bisa pulang lebih awal. Dia sengaja pulang secara diam-diam tanpa diketahui oleh Pandji, Yuda dan Santo. Jika mereka tahu, pasti ketiganya ikut pulang bareng atau bersaing untuk mendapatkan kesempatan membonceng dan mengantar Amara pulang.
Di gerbang sekolah, Amara berpapasan dengan Gagah. Anak laki-laki paling tampan idola semua cewek di sekolah ini. Gagah adalah kakak kelas Amara. Badannya tinggi, wajahnya ganteng, kulitnya bersih, hitam manis. Menurut cerita banyak orang, ia adalah anak orang kaya. Ayahnya adalah salah satu pejabat di departemen kehutanan, entah sebagai apa. Tapi jika kalian bertemu dengan Gagah, maka akan terlihat jelas dari penampilan nya, dia memamng beda. Tasnya, sepatunya, motor yang dia pakai, baju, topi, sepatu olahraganya, jaketnya, selalu menggunakan barang-barang kelas atas.
Gagah tersenyum manis kepada Amara. Amara membalas, sama manisnya. Pandangan mereka bertemu beberapa saat. Nafas Amara tertahan sejenak. Degup jantungnya berdebar kencang. Ia kagum kepada Gagah. Jujur dalam hatinya ia pun sudah sejak lama menyukai laki-laki itu. Tapi ia tidak berani menunjukkannya kepada Gagah seperti yang teman-teman cewek kebanyakan. Mereka terang-terangan menunjukkan perhatiannya kepada Gagah. Demi mendapatkan tempat di hati laki-laki ganteng itu. Tapi Amara tidak begitu ia sadar tak harus dengan tebar pesona untuk mendapatkan perhatian seseorang.
Gagah menghampiri.
“Boleh aku temani kamu pulang?”
“Eh?”
“Boleh gak? Kok malah eh?” Gagah tersenyum lebih manis dari senyumnya yang tadi. Degup kencang di dadanya membuat Amara tak bisa menolak ajakan Gagah. Tak bisa dipungkiri ia merasa bahagia mendapatkan kesempatan itu. Kesempatan langka yang mungkin sangat diinginkan oleh teman-teman ceweknya satu sekolah.
Amara diantar pulang oleh Gagah, walaupun dalam hati kecilnya terbersit keinginan untuk pergi kemana dulu sebelum akhirnya pulang. Meskipun dalam fikirannya timbul pengandaian, seandainya jarak rumahnya tidah hanya ditempuh waktu 10 menit. Ingin rasanya ia dibonceng oleh Gagah lebih dari satu jam, dua jam bahkan lebih. Tapi itu tak mungkin ia dapatkan. Karena jarak dari sekolah ke rumahnya hanya berjarak sekitar 3km.
Di sepanjang perjalanan yang terlalu pendek itu, Gagah bertanya banyak hal, tentang pacar, tentang kesukaan, tentang hal yang paling ia sukai, hal yang paling ia benci. Dan tak lupa Gagah juga membahas tentang hobinya, tentang hal yang paling ia sukai. Dan pertanyaan penting yang selalu Gagah tanyakan sepanjang perjalanan adalah, “Terus kemana lagi jalan nya, belok kiri atau kanan?” Ini adalah pertama kalinya Gagah mengantar Amara, ia sama sekali belum mengetahui di mana letak rumah Amara.
Sesampainya di rumah Amara,
“Terimakasih ya sudah mengizinkan aku mengantar pulang.”
“Aku yang makasih udah diantar pulang.” Amara tersipu, ia sadar, pasti pipinya memerah.
“Boleh gak kalau aku sering-sering anterin kamu?”
“Biar apa?”
“Biar aku tahu jika kamu telah sampai ke rumah.”
“Haha..” Amara tertawa, begitupun Gagah.
“Aku gak diajak masuk dulu?” Tanya Gagah.
“Eh, ayo masuk dulu, maaf lupa.” Amara salah tingkah. Tangannya memainkan tali tas yang ia kenakan di bahunya.
“Gak mau ah, mau pulang aja.”
“Ikh dasar.”
“Dasar apa?”
“Dasar Negara.”
“Negara apa?”
“Hm… apa ya…?” Amara bingung, gak bisa jawab.
“Aku tahu.” Gagah sigap menjawab.
“Apa? Negara apa?
 “Negara Indonesia. Hahaha…”
“Hahaha… iya deh iya…”
“Yasudah aku pergi dulu ya…”
“Iya.. hati-hati.”
“Dadah Amara…”
“Dadah Gagah…”
Amara mengantar kepergian Gagah dengan tatapan penuh hangat sambil melambaikan tangan. Dalam hatinya ada perasaan bahagia yang teramat sangat. Gagah kakak kelas yang diidolakan banyak orang baru saja mengantarnya pulang. Ia juga semakin sadar bahwa bukan hanya dari penampilannya saja Gagah memiliki daya tarik, tapi Gagah juga sangat asik diajak ngobrol.
Sejak kejadian tadi siang, Amara menjadi senyum-senyum sendiri. Hatinya merasa bahagia tiada tara. Di langit-langit kamarnya mulai digantungkannya sebuah cita-cita. Menjadi pacar Gagah.
**
Setelah pertemuan itu Amara dan Gagah semakin dekat. Sering bertemu, makan sma-sama di kantin, pulang bareng, atau mengerjakan tugas di perpustakaan. Kebanyakan Amara yang mendapatkan bantuan mengerjakan PR nya.
Gagah sangat perhatian, membuat amara merasa nyaman dan merasa cita-citanya yang digantung di langit-langit kamar sebentar lagi akan terwujud. ia berharap Gagah tidak hanya ingin dekat saja. Ia ingin lebih dari itu. Dan benar saja, pada hari jum’at ketika proses belajar mengajar berakhir lebih cepat, di lorong kelas IPS Gagah menyatakan cintanya kepada Amara. Tentunya disambut dengan baik oleh Amara. Penantiannya dan cita-citanya terwujud. Amara resmi menjadi pacar Gagah hari itu.
Hari ini Amara pulang tidak diantar oleh Gagah, karena Gagah harus melakasnakan solat jum’at, dan ia memilih untuk solat jum’at di mesjid sekolah, karena waktudzuhur akan segera tiba. Amara berpamitan kepada pacarnya untuk segera pul;ang. Tak lupa Gagah wanti-wanti agar Amara berhati-hati dalam perjalanan pulangnya. Amara berjanji ia akan berhati-hati dan memberi kabar jika sudah sampai di rumahnya.
Adzan dzuhur berkumandang, Amara berniat pulang dan hendak naik angkot seperti biasa pulang ke rumahnya. Ia berjalan kaki menuju jalan raya. Namun di pertigaan Amara dicegat oleh tiga orang anak perempuan yang ia tahu kakak kelasnya. Dari ketiga orang tersebut Amara hanya mengenal satu dari mereka. Ia adalah Anggi, salah satu anggota band sekolahnya. Yang dua lagi ia tak tahu namanya, bahkan yang satu sepertinya benar-benar baru ia lihat kali ini.
Maneh budak polontong rek ka mana, hah? (Kamu anak belagu mau kemana, hah?” Tiga anak perempuan itu menghalangi jalan. Seolah Amara tidak boleh melewati jalan itu.
“Maaf kak, aku hanya mau lewat” ucap Amara mencoba tetap tenang.
“Mau kemana memangnya?” Dengan nada sinis seorang yang baru saja Amara lihat kali itu bertanya dengan tatapan penuh kemarahan.
“Maaf kak, kakak ini siapa? Aku baru lihat.”
“Dia pacarnya Gagah!” Ujar Anggi dengan nada membentak.
Ada sesuatu yang menyelinap di hati Amara. Perasaan yang pada akhirnya ia rasakan sebagai perasaan cemburu, bertambah dengan perasaan kecewa. Baru saja Gagah menyatakan cintanya satu jam yang lalu, kini di depannya ada perempuan yang mengaku sebagai pacarnya Gagah. Gagah ini apa maunya? . Berbagai pertanyaan muncul di kepalanya. MEngapa gagah tidak berterus terang jika ia sudah memiliki pacar? Mengapa juga harus menyatakan cinta kepadanya satu jamyang lalu. Rasa bahagia itu baru saja berkembang menjadi harapan-harapan yang indah, seketika harus hancur dengan kalimat yang baru saja ia dengar dari mulut kakak kelasnya. Mata Amara berkaca-kaca menahan rasa kecewa. Rasanya ingin nangis di tempat itu, tapi Amara mencoba tetap kuat.
“Heh! Malah diam!”  Bentak Anggi sekali lagi. “Dengerin tuh Lisna mau ngomong!” Anggi mempersilakan kawannya untuk bicara.
Orang yang memiliki nama Lisna mendekat.
“Amara, kamu amara kan?” Amara mengangguk tanpa bersuara sepatah katapun. “Ingat ya, jangan lagi mendekati Gagah. Gagah itu kecengan aku sejak SMP dan sekarang ia harus jadi milik aku. Jangan sampai usaha ku pindah kesini untuk deketin Gagah gagal gara-gara bocah ingusan kayak kamu!” Klaimat Lisna seolah tak lagi terlalu terdengar di telinganya Amara. Hancur hatinya telah membuat telinganya terasa tuli.
“Satu lagi.” Ujar Lisna. “Kalo aku lihat kamu masih bareng sama Gagah, kamu lihat akibatnya! Kamu gak akan bisa ikut belajar lagi di sekolah ini!”
Amara sudah tak tahan lagi, ia berlari meninggalkan Lisna dan Anggi serta dua orang kawannya yang terbahak mengiringi kepergian Amara dari hadapan mereka.
**
Hari-hari berikutnya, Amara jalani tanpa komunikasi dengan Gagah. Beberapa kali Gagah menelpon, memanggil, menyapa, Amara tak meladeninya. Ia selalu menghindar dari Gagah pacar barunya itu. Entah apa yang harus ia lakukan, ia sendiri tak tahu. Yang jelas, ia masih ingin bisa belajar dengan tenang tanpa diganggu oleh Anggi dan kawan-kawan. terutama Lisna, yang seolah selalu menguntit Amara kemanapun ia pergi. Sepertinya ia memastikan bahwa amaran benar-benar tidak bersama Gagah.
Amara merasa risih dengan keadaan seperti itu, semangat belajarnya sempat menurun. Ia pun menjadi pendiam. Tapi ada yang berubah, tulisannya bertambah bagus, puisi yang dimuat di mading sekolah bertambah banyak. Walaupun isinya tentang rasa sakit hati semua.  
Beberapa hari berikutnya, ia sering melihat Gagah jalan bareng Lisna. Mungkin mereka sudah jadian. Masa bodo dengan semua itu. Amara berharap bisa segera melupakan Gagah. Adapun Pandu, Santo dan Yuda, mereka takan mampu menjadi pengganti Gagah. Lebih baik mereka dijadikan teman saja.




  

Share/Bookmark

No comments:

Post a Comment