Pagi
buta, kaki Maya melangkah tergesa-gesa. Membawa tubuh mungilnya yang semalam
kurang sehat ke suatu tempat. Tampat di mana ia berjanji akan bertemu dengan
seseorang yang katanya sangat menyayanginya sepenuh hati. Selama bertahun-tahun
mereka bersama dalam sebuah kedekatan yang boleh dibilang terlalu dekat atau
bahkan sebaliknya, kedekatan mereka itu tak berarti sama sekali.
Ah,
entah mereka harus beri judul apa kedekatan itu. Yang pasti hanya mereka yang
tahu semuanya. Hanya mereka yang tahu tentang perasaan yang bergejolak dalam
dada setiap kali mereka bertemu. Gejolak yang mereka sendiri tahu harus
menahannya kuat-kuat. Atau mereka harus menghapusnya sama sekali. Karena memang
sebenarnya semua itu tak harus ada di dalam hati mereka.
Maya
menemui Randu di bawah pohon flamboyan. Tempat biasa mereka bertemu. Di sebuah
sudut kota yang jauh dari keramaian namun mudah dilalui. Akses jalan ke sana
cukup mudah, hanya saja jarang orang yang bertemu di tempat sepi seperti itu.
Hanya mereka yang tahu mengapa harus bertemu di tempat itu. Tak ingin ada
seseorang yang tahu jika mereka bertemu. Tak ingin ada yang tahu jika mereka
berdua, dan tak ingin ada yang melihat mereka saling pandang dengan pandangan
penuh cinta. Itu adalah beberapa alasan yang menurut mereka bisa diterima.
Walaupun hati kecil mereka tahu persis, jika Tuhan melihat semua yang mereka
lakukan.
Randu
membuka kaca mobil dan melempar senyum. Merasa senang Maya akhirnya tidak
terlambat datang. Semalam suntuk ia memikirkan semuanya. Akankah Maya berhasil
memenuhi permintaannya untuk pergi ke suatu tempat. Hanya berdua saja. Tanpa Wisnu,
dan tanpa Yunita. Wisnu tunangan Maya sedang tugas ke luar kota. Selama beberapa hari ia tak akan mengajaknya
jalan-jalan di waktu senggang seperti yang kerap dilakukanya. Dan Yunita istri
Randu, sedang tidak ada di rumah. Ibunya sedang ada kepentingan yang harus
dibantu oleh Yunita. Selama beberapa hari Yunita harus menginap di rumah ibunya.
Wisnu
adalah adik sepupunya Randu. Sudah lima tahun Maya dan Wisnu menjalin hubungan.
Bahkan sampai meresmikan pertunangan setahun yang lalu. Kedua orangtua Randu
sudah begitu dekat dengan Maya. Karena selama menjalin hubungan dengan Wisnu
Maya terlihat santun. Hubungan mereka selalu terlihat berjalan baik-baik saja.
Sehingga keluarga berar menarik kesimpulan jika Maya adalah calon menantu yang
baik dan calon istri yang tepat untuk Wisnu.
Maya
mengenal Randu sudah cukup lama. Bahkan jauh sebelum menjalin hubungan dengan Wisnu.
Maya mengenal Randu sebagai laki-laki yang sopan, sangat bersahaja. Di dalam
hati kecilnya Maya sempat bermimpi memiliki Randu. Namun sayang, Randu sudah
lebih dulu menikahi Yunita.
Setelah
beberapa lama cukup dekat dengan Randu dan juga Yunita yang merupakan teman
dekatnya, sekaligus kakak angkatannya di kampus, Maya mulai dekat dengan Wisnu.
Adik sepupu Randu yang sering ditemuinya jika ia berkunjung ke rumah mereka
sekedar bersilaturahmi dan mengisi kekosongan waktu. Yunita sangat ramah dan
bersahabat.
Dari
kedekatan itulah Maya mulai menyukai Wisnu, dan berharap Wisnu memiliki sifat
yang sama dengan kakak sepupunya. Baik, bijak, perhatian dan momong.
Ya,
di dekat Randu, ia merasa mendapatkan perhatian dan kasih sayang seorang kakak
yang selama ini tak pernah ia temukan. Selama bertahun-tahun Maya hidup sendiri
jauh dari orangtuanya, dan selama dua puluh tahun lebih ia juga hidup sebagai
anak tunggal di dalam keluarganya. Membuat ia selalu menjadikan siapa saja yang
dekat dengannya sebagai saudara. Tak terkecuali Randu dan Yunita. Ia menganggap
mereka kakak.
Setelah
bertemu Wisnu dan menjalin hubungan dengannya, Maya benar-benar berharap bisa
menghapus perasaan aneh yang selama ini tinggal dalam hatinya untuk Randu.
Namun ternyata tidak. Selama ini ia tak
pernah bias melupakan Randu. Kebaikkan dan perhatian Randu yang memperlakukan
Maya sebagai adik atau entahlah apa namanya, membuat Maya semakin merasa nyaman
berada di sisi Randu. Beberapa waktu, sengaja atau tidak, ketika mereka diposisikan
dalam keadaan berdua saja, maka perasaan itu semakin muncul, semakin besar.
Bukan
tanpa usaha Maya menepis semua itu. Namun apa daya cinta telah terlanjur jatuh,
jatuh terlalu dalam. Tapi Maya tak pernah berani mengungkapkannya kepada Randu.
Ia pendam dalam-dalam rasa itu. Tak mungkin ia menyatakan cinta kepada
laki-laki beristri.
Tapi
lain halnya dengan Randu. Suatu malam, ketika gerimis membasahi tanah Bandung.
Ia merasa kesepian di dalam keramaian yang sedang terjadi. Keluarga besarnya
sedang mengadakan reuni akbar. Semua anggota keluarga datang dari berbagai
daerah. Semua bercengkrama hangat. Tapi tidak dengan Randu. Ia memilih
menyendiri di teras belakang yang menghadap ke Taman. Memandangi rintik air
yang membasahi dedaunan. Sayup-sayup terdengar di telinganya beberapa kerabat
sedang berbincang-bincang dengan Wisnu sepupunya. Bertanya tentang apapun yang
berhubungan dengan rencana pertunangannya dengan Maya. Maya yang telah
lamamenjadi gadisnya Wisnu. Namun entah kenapa sosok itu kini menguasai
hatinya. Ya, sejak lama ia telah jatuh cinta kepada Maya. Gadis berbadan mungil
dengan mata dan alis yang sempurna. Gadis yang selalu ceria, manja dan selalu
berhasil meluluhkan hatinya dengan kecerdasan dan binar mata yang selalu
memancarkan kekayaan akan ide-ide cemerlang. Maya yang smart dan cantik. Apa
lagi yang tak bisa ia lihat dari Maya. Semua kelebihannya selalu menarik bagi
pandangan mata dan hatinya.
Hati
Randu begitu sesak ketika ia mendengar bahwa sebentar lagi Wisnu akan melamar
gadisnya. Rasanya ia ingin berlari dari Yunita. Perempuan yang dijodohkan kedua
orangtuanya dengan alasan demi kemajauan perusahaan keluarga. Ah, seandainya ia
masih sendiri, maka dirinyalah yang akan melamar Maya lebih dahulu. Lebih cepat
dari yang dilakukan Wisnu. Bahkan mungkin ia telah lama menikahi Maya.
Namun
apa daya, ia tak mungkin melawan takdir yang telah digariskan pada
kehidupannya. Memang mungkin Maya bukanlah jodohnya. Atau mungkin suatu hari ia
dapat merebut takdir itu. Mungkin suatu saat ia bisa hidup bersama Maya dalam
ikatan yang halal. Tapi bagaimana dengan Wisnu? Bagaimana dengan Yunita? Ah,
itu sangat membuat kepala Randu semakin penat.
Malam
semakin larut. Ia meraih ponsel yang ada di atas meja tempat ia meletakkan
kopinya. Ia membaca-baca kembali pesan-pesan singkat yang dikirim Maya
kepadanya. Pesan sederhana, kalimat-kalimat sederhana, tapi entah mengapa itu
begitu terasa istimewa buatnya.
Ia
juga membuka foto-poto di galeri ponselnya. Beparapa poto maya yang berhasil ia
miliki dipandanginya dalam-dalam. Ia pandangi lamat-lamat sosok itu, dielus-elusnya
wajah cantik Maya tanpa berkedip.
“Maya,
kamulah bidadariku, kamulah cinta sejatiku.” Gumam Randu perlahan.
Lantas
ia memberanikan diri menekan sebuah nomer telepon. Tentu saja itu nomer Maya.
Ia melangkah semakin jauh dari rumah. Khawatir ada seseoorang yang mendegarkan
percakapan yang akan ia lakukan dengan Maya. Terutama Wisnu dan istrinya.
Randu
duduk di kursi taman yang ada di bawah pohon jambu belakan rumah. Sebuah suara
yang sangat ia kenal dan selalu ia rindukan, menjawab telepon.
“Hallo,
Mas…” Suara Maya begitu ceria. Menularkan kebahagiaan pada hati Randu.
“Iya
hallo Maya. Sedang apa?”
“Maya
sedang … sedang apa ya? Hm… sedang menerima telepon Mas Randu” Kalimatnya
terdengar sedikit gugup.
“Kenapa
Gugup May?” Randu seolah mengerti salah tingkahnya Maya di ujung telepon.
“Enggak
kok Mas… Mas sedang apa? Bukankah di rumah Mas sedang ada reuni keluarga?”
Lalu
percakapan mereka berlanjut kepada keterusterangan Randu kepada Maya. Jika ia
ingin bertemu empat mata saja, ada yang perlu dibicarakan. Lantas Maya pun
mengiyakan. Setelah menyepakati tempat dan waktu pertemuan, Randu menutup telepon
lalu melanjutkan aktifitasnya semula. Duduk menyendiri di teras belakang rumah,
menghindari hiruk-pikuk dan keramaian yang ada di dalam rumah besar milik
orangtuanya.
**
Di
sebuah rumah makan yang terletak di sudut kota Bandung, Randu menunggu kedatangan
maya dengan perasaan gelisah. Kali itu perasaannya benar-benar tak menentu.
Antara bahagia akan bertemu Maya dan perasaan bimbang yang teramat sangat.
Selama lima tahun pernikahannya dengan Yunita ia tak pernah pergi untuk menemui
perempuan lain. Selama lima tahun ia berusaha setia kepada istrinya. Walapupun
kehidupan pernikahannya bukan didasari oleh cinta. Tapi bagi Randu Yunita
adalah istri yang baik. Telah berusaha mencintainya selama ini. Ia pun tahu
sebelum perjodohan itu terjadi, Yunita tidak benar-benar mencintainya. Entah
sekarang, entah nanti. Randu pun tidak tahu. Yang pasti Yunita telahberusaha
menjadi istri yang baik untuknya.
Namun
kehidupan rumahtangga yang seperti itu jelas terasa hampa, hanya bersama untuk
saling menunaikan kewajiban. Suami menafkahi, hidup serumah, dan bicara
seperlunya. Tak ada kehangatan yang berarti. Apalagi selama ini mereka belum
juga dikaruniai keturunan. Semakin sepilah rumah mewah yang mereka miliki. Randu
tak pernah memandang Yunita seperti ia memandang Maya. Hatinya tak pernah dag
dig dug seperti ketika ia dekat dengan Maya. Dan tak pernah ia merasa sebagaia
hari ini. Katika ia duduk di gazebo tempat ia menunggu Maya.
Maya
datang, menyapa Randu dengan hangat. Ia membawakan senyuman yang manis untuk Randu
membuat kejenuhan menunggu yang dirasakannya terbayar sudah. Hilang, sirna
entah kemana.
“Maaf,
Maya terlambat. Mas sudah lama menunggu ya?” Matanya yang indah memandang mata
Randu, membuat dada Randu terasa panas. Degup jantungnya menjadi lebih cepat.
“Ah,
apa lagi ini. Mengapa getaran ini begitu kuat?” Gumam Randu dalam hatinya.
“Gak
kok, gak apa-apa.” Randu tersenyum tulus. Lalu ia melambaikan tangannya
memanggil pelayan restoran. Memesan beberapa makanan untuk santap makan siang
mereka. Maya setuju saja dengan makanan yang Randu pesan.
Hari
itu hujan turun dengan derasnya. Randu dan Maya masih duduk di tempat makan
lesehan, menghadap ke kolam. Ikan-ikan warna-warni mengiasai kolam. Makan siang
sudah selesai ditemani obrolan ringan seputar kuliah dan pekerjaan Maya.
Randu
mulai bingung, harus memulai dari mana. Ia mengajak Maya bertemu tentunya bukan
hanya ingin makan siang bersama. Ada sesuatu yang harus ia utarakan. Sesuatu
yang selama ini mengganjal di hatinya. Perasaan yang selalau mengganggu fikirannya.
Hari ini ia harus jujur. Agar hatinya terasa ringan. Ia harus mengatakannya
kepada Maya jika ia mencintainya sejak lama. Bukan, bukan ingin mendapatkan
balasan cinta yang serupa. Karena ia pun sadar diri siapa Maya, dan siapa
dirinya. Ia hanya ingin merasa lebih enang jika sudah mengatakannya.
Setidaknya, Maya mengerti atas maksud sikap dan kebaikkannya selama ini. Ia
ingin melindungi Maya, karena jelas ia sayang. Dan mencintai Maya.
“Mas,
hujannya deras ya.” Suara Maya mengagetkan Randu.
“Iya
May, kamu buru-buru? Mau pulang sekarang?” Tanya Randu.
“Enggak
juga sih. Maya masih senggang. Mas kenapa diam?” Maya merasa salah tingkah
dengan sikap diamnya Randu. Sebenarnya ia ingin ngorbrol lebih hangat lagi
tentang berbagai hal. Bahkan tentang perasaan aneh yang ada dalam hatinya. Ia
ingin sekali tahu, apakah Randu merasakan hal yang sama?
Suasana
hening untuk beberapa saat. Tak ada satu kalimatpun yang keluar dari mulut
mereka. Sampai akhirnya Randu memulai semuanya.
Ia
meraih tangan Maya dengan lembut. Ragu-ragu namun ia tetap melakukannya. Maya
tertunduk malu dan tak menolak tangnnya disentuh Randu.
“Maya,
dengarkan aku. Ada yang selalu mengganjal fikiranku sejak dahulu. Awalnya tak
ingin aku bahas. Tapi sebelum kamu bertunangan dengan Wisnu, aku ingin kamu
tahu. Bahwa selama ini aku menyimpan perasaan lebih untkmu. Lebih dari seorang
teman, adik atau apapun.” Randu serius.
Maya
mengangkat wajahnya. Berusaha memandang laki-laki di hadapannya. Tak sabar
menunggu kalimat berikutnya. Ia akan segera mendapatkan jawaban atas teka-teki
yang selama ini menjadi kepenasaranannya. Apakah Randu mencintainya?
“May,
aku menyayangi dan mencintaimu.” Randu menghela nafas panjang setelah kalimat
itu keluar. Seolah merasakan ketenangan yang luar biasa. Selembar beban telah
hilag dari hatinya. Sementara Maya memilih diam. Dengan hati yang teramat
sangat bahagia.
“Kamu
mungkin tak suka dengan pengakuan ini. Kamu tahu Mas mu ini sudah beristri. Dan
Mas juga tahu sebentar lagi kamu bertunangan dengan sepupu Mas. Tapi Mas merasa
harus memberitahumu. Karena gara-gara ini semua setiap hari Mas memikirkan
semuanya. Merasa tak tenang dan entah apa itu…” Randu memalingkan pandangan.
Ada semacam ganjalan baru dalam hatinya. Kini ia telah berhasil mengatakan
semuanya. Namun ia harus menelan pahit kenyataan bahwa dirinya adalah suami
Yunita dan gadis di hadapannya adalah tunangan sepupunya.
Maya
melepaskan tangan dari genggaman Randu. Lalu menghela nafas panjang. Seolah
mengambil kekuatan untuk mengatakan sesuatu. Kini gilirannya mengatakan hal
besar yang selama ini ia pendam untuk Randu.
“Mas,
maafkan jika Maya lancang. Jujur, Maya juga sangat mencintai Mas sejak lama.
Tapi Maya tahu siapa Maya, siapa Mas, dan Mbak Yunita. Aku tak mungkin berharap
terlalu banyak. Tapi kali ini terimakasih banyak Mas telah mengatakannya.
Ternyata cinta Maya tidak bertepuk sebelah tangan. Aku sayang sama Mas, dan
ternyata Mas juga memiliki perasaan yang sama. Terimakasih banyak Mas, aku
bahagia dengan semuanya.”
Maya
tersenyum manis. Pernyataan Maya yang baru saja keluar dari mulutnya menbuat
Randu merasa memiliki hidup yang lebih berwarna. Tangannya kembali menggenggam
lembut tangan Maya.
“Terimakasih
May, ternyata dugaanku tak salah. Aku pun merasakan semuanya. Aku tahu kamu
menyimpan rasa…”
“Tapi
Mas, Mbak Yunita, Wisnu, gimana?” Ucap Maya ragu. Hatinya telah menemukan
pelabuhan cinta yang benar. Namun sama sekali tidak benar jika dipandang dari
hukum dan norma apapun. Bagaimanapun laki-laki di hadapannya telah memiliki
istri. Takmungkin ia merebut suami orang lain.
Randu
menggelengkan kepala. Lalu berbisik perlahan.
“Biarlah
ini menjadi rahasia kita berdua May. Cuma aku dan kamu yang tahu.” Maya
mengangguk setuju.
“Lalu,
pertunangn kamu? Kapan Wisnu resmi melamar kamu?” Ada semacam kegetiran yang
terasa dalam hati Randu. Rasanya ingin sekali ia meminta izin kepada Yunita
untuk menikahi Maya. Tapi ia tak mungkin membuat Wisnu kecewa.
“Aku
tak tahu Mas…” Hanya itu yang keluar dari mulut Maya.
**
Hari
berganti. Bulan bergulir. Maya akhirnya resmi bertunangan dengan Wisnu. Tentu
saja ia meinta persetujuan Randu terlebih dahulu. Jujur hatinya koyak. Ketika
ia harus melangkah ke jenjang yang kebih jauh. Bertunangan dengan Wisnu berarti
gerbang pernikahan semakin dekat. Namun ia tak punya pilihan lain. Wisnu sangat
menyayangi dan mencintainya dengan tulus. Sementara cintanya kepada Randu? Ah,
ia adalah suami orang lain.
Dan
Randu, ingin sekali melarang Maya bertunanagan, tapi apa daya, ia tak mampu
berbuat apa-apa. Kehidupannya bukanlah cerita dongeng yang bisa ia putar
balikkan secepat kilat. Tak mungkin ia membawa lari Maya, menikahinya di suatu
tempat dan hidup berdua selamanya tanpa menghiraukan Wisnu, Yunita dan semua
keluarga besarnya. Tak ada yang bisa ia rubah. Semua berjalan, mengalir seperti
air, tanpa bisa ia hentikan.
**
Tahun
ke enam, Yunita dikabarkan mengandung. Randu sangat bahagia. Berharap buah
hatinya bisa menjadi pelengkap kehidupan rumahtangganya. Dan bisa sedikit
mengusir kesepian yang terjadi did ala kehidupan rumahtangganya. Maya juga
merasa sangat bahagia mendapatkan kabar tersebu. Bahagia jika orag yang ia
cintai akan menjadi ayah. Ya, ayah dari naka yang ada di dalam rahim orang
lain. Ada semacam perasaan kecut yang terasa di dalam hatinya. Ia tak mampu
membohongi dirinya sendiri, jujur ia cemburu. Tapi perasaan itu harus ia buang
jauh-jauh. Ia berharap ketika Randu memiliki anak, ia bisa sedikit mengalihkan
perhatianya kepada anak dan istrinya, lantas ia pun bisa belajar untuk lebih
mencintai Wisnu tunangannya.
Namun
usia ke tiga kandungan Yunita memburuk. Ia mengalami keguguran, membuat Randu
bersedih. Harapannya punah. Dan kepada siapa lagi ia melarikan kesedihannya
jika bukan bercerita kepada Maya. Cinta yang perlahan mulai surut, mulai tumbuh
subur kembali dalam hati mereka.
**
“May,
Wisnu ke luar kota. Yunita pergi ke rumah Ibunya. Besok kamu ada waktu? Temani
Mas melepas penat.” Ujar Randu di ujung telepon.
Maya
benar-benar ragu menjawab. Apakah ia harus kembali pergi berdua setelah
pertemuan di restoran itu?
“Mau
ke mana Mas?”
“Temani
Mas jalan-jalan. Ke Glamping Lakeside. Tempat baru di Ciwidey, yang lagi booming itu lho May. Tahu kan?”
Mendengar
nama tempat itu mata Maya seketika berbinar. Ia memang sangat ingin pergi ke
sana. Tempat yang selama ini sedang ramai dibicarakan di berbagai media sosial
terutama di instagram.
Tanpa
sadar, Maya telah mengiyakan. Tanpa sadar, ia telah kembali memberi harapan.
Harapan semu. Membalas cinta tanpa batas. Membalas cinta tanpa tahu akan
berlabuh dengan mulus atau bahkan malah menghancurkan sesuatu yang telah
dimulai sejak lama. Rumah tangga yang dibangun oleh Randu dengan Yunita, walau
pun harus dibangun tanpa cinta. Dan hubungannya dengan Wisnu. Tapi apa
pedulinya. Hari ini ia ingin pergi dengan Randu. Ia rindu bercerita apapun
kepada laki-laki itu. Maka biarkan mereka pergi berdua saja menikmati keindahan
Glamping Lake Side esok Hari.
**
Bersambung…
No comments:
Post a Comment