Search This Blog

Sunday, April 2, 2017

GLAMPING LAKESIDE


Pagi buta, kaki Maya melangkah tergesa-gesa. Membawa tubuh mungilnya yang semalam kurang sehat ke suatu tempat. Tampat di mana ia berjanji akan bertemu dengan seseorang yang katanya sangat menyayanginya sepenuh hati. Selama bertahun-tahun mereka bersama dalam sebuah kedekatan yang boleh dibilang terlalu dekat atau bahkan sebaliknya, kedekatan mereka itu tak berarti sama sekali.

Ah, entah mereka harus beri judul apa kedekatan itu. Yang pasti hanya mereka yang tahu semuanya. Hanya mereka yang tahu tentang perasaan yang bergejolak dalam dada setiap kali mereka bertemu. Gejolak yang mereka sendiri tahu harus menahannya kuat-kuat. Atau mereka harus menghapusnya sama sekali. Karena memang sebenarnya semua itu tak harus ada di dalam hati mereka.
Maya menemui Randu di bawah pohon flamboyan. Tempat biasa mereka bertemu. Di sebuah sudut kota yang jauh dari keramaian namun mudah dilalui. Akses jalan ke sana cukup mudah, hanya saja jarang orang yang bertemu di tempat sepi seperti itu. Hanya mereka yang tahu mengapa harus bertemu di tempat itu. Tak ingin ada seseorang yang tahu jika mereka bertemu. Tak ingin ada yang tahu jika mereka berdua, dan tak ingin ada yang melihat mereka saling pandang dengan pandangan penuh cinta. Itu adalah beberapa alasan yang menurut mereka bisa diterima. Walaupun hati kecil mereka tahu persis, jika Tuhan melihat semua yang mereka lakukan.
Randu membuka kaca mobil dan melempar senyum. Merasa senang Maya akhirnya tidak terlambat datang. Semalam suntuk ia memikirkan semuanya. Akankah Maya berhasil memenuhi permintaannya untuk pergi ke suatu tempat. Hanya berdua saja. Tanpa Wisnu, dan tanpa Yunita. Wisnu tunangan Maya sedang tugas ke luar kota.  Selama beberapa hari ia tak akan mengajaknya jalan-jalan di waktu senggang seperti yang kerap dilakukanya. Dan Yunita istri Randu, sedang tidak ada di rumah. Ibunya sedang ada kepentingan yang harus dibantu oleh Yunita. Selama beberapa hari Yunita harus menginap di rumah ibunya.
Wisnu adalah adik sepupunya Randu. Sudah lima tahun Maya dan Wisnu menjalin hubungan. Bahkan sampai meresmikan pertunangan setahun yang lalu. Kedua orangtua Randu sudah begitu dekat dengan Maya. Karena selama menjalin hubungan dengan Wisnu Maya terlihat santun. Hubungan mereka selalu terlihat berjalan baik-baik saja. Sehingga keluarga berar menarik kesimpulan jika Maya adalah calon menantu yang baik dan calon istri yang tepat untuk Wisnu.
Maya mengenal Randu sudah cukup lama. Bahkan jauh sebelum menjalin hubungan dengan Wisnu. Maya mengenal Randu sebagai laki-laki yang sopan, sangat bersahaja. Di dalam hati kecilnya Maya sempat bermimpi memiliki Randu. Namun sayang, Randu sudah lebih dulu menikahi Yunita.
Setelah beberapa lama cukup dekat dengan Randu dan juga Yunita yang merupakan teman dekatnya, sekaligus kakak angkatannya di kampus, Maya mulai dekat dengan Wisnu. Adik sepupu Randu yang sering ditemuinya jika ia berkunjung ke rumah mereka sekedar bersilaturahmi dan mengisi kekosongan waktu. Yunita sangat ramah dan bersahabat.   
Dari kedekatan itulah Maya mulai menyukai Wisnu, dan berharap Wisnu memiliki sifat yang sama dengan kakak sepupunya. Baik, bijak, perhatian dan momong.
Ya, di dekat Randu, ia merasa mendapatkan perhatian dan kasih sayang seorang kakak yang selama ini tak pernah ia temukan. Selama bertahun-tahun Maya hidup sendiri jauh dari orangtuanya, dan selama dua puluh tahun lebih ia juga hidup sebagai anak tunggal di dalam keluarganya. Membuat ia selalu menjadikan siapa saja yang dekat dengannya sebagai saudara. Tak terkecuali Randu dan Yunita. Ia menganggap mereka kakak.
Setelah bertemu Wisnu dan menjalin hubungan dengannya, Maya benar-benar berharap bisa menghapus perasaan aneh yang selama ini tinggal dalam hatinya untuk Randu. Namun ternyata tidak.  Selama ini ia tak pernah bias melupakan Randu. Kebaikkan dan perhatian Randu yang memperlakukan Maya sebagai adik atau entahlah apa namanya, membuat Maya semakin merasa nyaman berada di sisi Randu. Beberapa waktu, sengaja atau tidak, ketika mereka diposisikan dalam keadaan berdua saja, maka perasaan itu semakin muncul, semakin besar.
Bukan tanpa usaha Maya menepis semua itu. Namun apa daya cinta telah terlanjur jatuh, jatuh terlalu dalam. Tapi Maya tak pernah berani mengungkapkannya kepada Randu. Ia pendam dalam-dalam rasa itu. Tak mungkin ia menyatakan cinta kepada laki-laki beristri.
Tapi lain halnya dengan Randu. Suatu malam, ketika gerimis membasahi tanah Bandung. Ia merasa kesepian di dalam keramaian yang sedang terjadi. Keluarga besarnya sedang mengadakan reuni akbar. Semua anggota keluarga datang dari berbagai daerah. Semua bercengkrama hangat. Tapi tidak dengan Randu. Ia memilih menyendiri di teras belakang yang menghadap ke Taman. Memandangi rintik air yang membasahi dedaunan. Sayup-sayup terdengar di telinganya beberapa kerabat sedang berbincang-bincang dengan Wisnu sepupunya. Bertanya tentang apapun yang berhubungan dengan rencana pertunangannya dengan Maya. Maya yang telah lamamenjadi gadisnya Wisnu. Namun entah kenapa sosok itu kini menguasai hatinya. Ya, sejak lama ia telah jatuh cinta kepada Maya. Gadis berbadan mungil dengan mata dan alis yang sempurna. Gadis yang selalu ceria, manja dan selalu berhasil meluluhkan hatinya dengan kecerdasan dan binar mata yang selalu memancarkan kekayaan akan ide-ide cemerlang. Maya yang smart dan cantik. Apa lagi yang tak bisa ia lihat dari Maya. Semua kelebihannya selalu menarik bagi pandangan mata dan hatinya.
Hati Randu begitu sesak ketika ia mendengar bahwa sebentar lagi Wisnu akan melamar gadisnya. Rasanya ia ingin berlari dari Yunita. Perempuan yang dijodohkan kedua orangtuanya dengan alasan demi kemajauan perusahaan keluarga. Ah, seandainya ia masih sendiri, maka dirinyalah yang akan melamar Maya lebih dahulu. Lebih cepat dari yang dilakukan Wisnu. Bahkan mungkin ia telah lama menikahi Maya.
Namun apa daya, ia tak mungkin melawan takdir yang telah digariskan pada kehidupannya. Memang mungkin Maya bukanlah jodohnya. Atau mungkin suatu hari ia dapat merebut takdir itu. Mungkin suatu saat ia bisa hidup bersama Maya dalam ikatan yang halal. Tapi bagaimana dengan Wisnu? Bagaimana dengan Yunita? Ah, itu sangat membuat kepala Randu semakin penat.
Malam semakin larut. Ia meraih ponsel yang ada di atas meja tempat ia meletakkan kopinya. Ia membaca-baca kembali pesan-pesan singkat yang dikirim Maya kepadanya. Pesan sederhana, kalimat-kalimat sederhana, tapi entah mengapa itu begitu terasa istimewa buatnya.
Ia juga membuka foto-poto di galeri ponselnya. Beparapa poto maya yang berhasil ia miliki dipandanginya dalam-dalam. Ia pandangi lamat-lamat sosok itu, dielus-elusnya wajah cantik Maya tanpa berkedip.
“Maya, kamulah bidadariku, kamulah cinta sejatiku.” Gumam Randu perlahan.
Lantas ia memberanikan diri menekan sebuah nomer telepon. Tentu saja itu nomer Maya. Ia melangkah semakin jauh dari rumah. Khawatir ada seseoorang yang mendegarkan percakapan yang akan ia lakukan dengan Maya. Terutama Wisnu dan istrinya. 
Randu duduk di kursi taman yang ada di bawah pohon jambu belakan rumah. Sebuah suara yang sangat ia kenal dan selalu ia rindukan, menjawab telepon.
“Hallo, Mas…” Suara Maya begitu ceria. Menularkan kebahagiaan pada hati Randu.
“Iya hallo Maya. Sedang apa?”
“Maya sedang … sedang apa ya? Hm… sedang menerima telepon Mas Randu” Kalimatnya terdengar sedikit gugup.
“Kenapa Gugup May?” Randu seolah mengerti salah tingkahnya Maya di ujung telepon.
“Enggak kok Mas… Mas sedang apa? Bukankah di rumah Mas sedang ada reuni keluarga?”
Lalu percakapan mereka berlanjut kepada keterusterangan Randu kepada Maya. Jika ia ingin bertemu empat mata saja, ada yang perlu dibicarakan. Lantas Maya pun mengiyakan. Setelah menyepakati tempat dan waktu pertemuan, Randu menutup telepon lalu melanjutkan aktifitasnya semula. Duduk menyendiri di teras belakang rumah, menghindari hiruk-pikuk dan keramaian yang ada di dalam rumah besar milik orangtuanya.
**
Di sebuah rumah makan yang terletak di sudut kota Bandung, Randu menunggu kedatangan maya dengan perasaan gelisah. Kali itu perasaannya benar-benar tak menentu. Antara bahagia akan bertemu Maya dan perasaan bimbang yang teramat sangat. Selama lima tahun pernikahannya dengan Yunita ia tak pernah pergi untuk menemui perempuan lain. Selama lima tahun ia berusaha setia kepada istrinya. Walapupun kehidupan pernikahannya bukan didasari oleh cinta. Tapi bagi Randu Yunita adalah istri yang baik. Telah berusaha mencintainya selama ini. Ia pun tahu sebelum perjodohan itu terjadi, Yunita tidak benar-benar mencintainya. Entah sekarang, entah nanti. Randu pun tidak tahu. Yang pasti Yunita telahberusaha menjadi istri yang baik untuknya.
Namun kehidupan rumahtangga yang seperti itu jelas terasa hampa, hanya bersama untuk saling menunaikan kewajiban. Suami menafkahi, hidup serumah, dan bicara seperlunya. Tak ada kehangatan yang berarti. Apalagi selama ini mereka belum juga dikaruniai keturunan. Semakin sepilah rumah mewah yang mereka miliki. Randu tak pernah memandang Yunita seperti ia memandang Maya. Hatinya tak pernah dag dig dug seperti ketika ia dekat dengan Maya. Dan tak pernah ia merasa sebagaia hari ini. Katika ia duduk di gazebo tempat ia menunggu Maya.
Maya datang, menyapa Randu dengan hangat. Ia membawakan senyuman yang manis untuk Randu membuat kejenuhan menunggu yang dirasakannya terbayar sudah. Hilang, sirna entah kemana.
“Maaf, Maya terlambat. Mas sudah lama menunggu ya?” Matanya yang indah memandang mata Randu, membuat dada Randu terasa panas. Degup jantungnya menjadi lebih cepat.
“Ah, apa lagi ini. Mengapa getaran ini begitu kuat?” Gumam Randu dalam hatinya.
“Gak kok, gak apa-apa.” Randu tersenyum tulus. Lalu ia melambaikan tangannya memanggil pelayan restoran. Memesan beberapa makanan untuk santap makan siang mereka. Maya setuju saja dengan makanan yang Randu pesan.
Hari itu hujan turun dengan derasnya. Randu dan Maya masih duduk di tempat makan lesehan, menghadap ke kolam. Ikan-ikan warna-warni mengiasai kolam. Makan siang sudah selesai ditemani obrolan ringan seputar kuliah dan pekerjaan Maya.
Randu mulai bingung, harus memulai dari mana. Ia mengajak Maya bertemu tentunya bukan hanya ingin makan siang bersama. Ada sesuatu yang harus ia utarakan. Sesuatu yang selama ini mengganjal di hatinya. Perasaan yang selalau mengganggu fikirannya. Hari ini ia harus jujur. Agar hatinya terasa ringan. Ia harus mengatakannya kepada Maya jika ia mencintainya sejak lama. Bukan, bukan ingin mendapatkan balasan cinta yang serupa. Karena ia pun sadar diri siapa Maya, dan siapa dirinya. Ia hanya ingin merasa lebih enang jika sudah mengatakannya. Setidaknya, Maya mengerti atas maksud sikap dan kebaikkannya selama ini. Ia ingin melindungi Maya, karena jelas ia sayang. Dan mencintai Maya.
“Mas, hujannya deras ya.” Suara Maya mengagetkan Randu.
“Iya May, kamu buru-buru? Mau pulang sekarang?” Tanya Randu.
“Enggak juga sih. Maya masih senggang. Mas kenapa diam?” Maya merasa salah tingkah dengan sikap diamnya Randu. Sebenarnya ia ingin ngorbrol lebih hangat lagi tentang berbagai hal. Bahkan tentang perasaan aneh yang ada dalam hatinya. Ia ingin sekali tahu, apakah Randu merasakan hal yang sama?
Suasana hening untuk beberapa saat. Tak ada satu kalimatpun yang keluar dari mulut mereka. Sampai akhirnya Randu memulai semuanya.
Ia meraih tangan Maya dengan lembut. Ragu-ragu namun ia tetap melakukannya. Maya tertunduk malu dan tak menolak tangnnya disentuh Randu.
“Maya, dengarkan aku. Ada yang selalu mengganjal fikiranku sejak dahulu. Awalnya tak ingin aku bahas. Tapi sebelum kamu bertunangan dengan Wisnu, aku ingin kamu tahu. Bahwa selama ini aku menyimpan perasaan lebih untkmu. Lebih dari seorang teman, adik atau apapun.” Randu serius.
Maya mengangkat wajahnya. Berusaha memandang laki-laki di hadapannya. Tak sabar menunggu kalimat berikutnya. Ia akan segera mendapatkan jawaban atas teka-teki yang selama ini menjadi kepenasaranannya. Apakah Randu mencintainya?
“May, aku menyayangi dan mencintaimu.” Randu menghela nafas panjang setelah kalimat itu keluar. Seolah merasakan ketenangan yang luar biasa. Selembar beban telah hilag dari hatinya. Sementara Maya memilih diam. Dengan hati yang teramat sangat bahagia.
“Kamu mungkin tak suka dengan pengakuan ini. Kamu tahu Mas mu ini sudah beristri. Dan Mas juga tahu sebentar lagi kamu bertunangan dengan sepupu Mas. Tapi Mas merasa harus memberitahumu. Karena gara-gara ini semua setiap hari Mas memikirkan semuanya. Merasa tak tenang dan entah apa itu…” Randu memalingkan pandangan. Ada semacam ganjalan baru dalam hatinya. Kini ia telah berhasil mengatakan semuanya. Namun ia harus menelan pahit kenyataan bahwa dirinya adalah suami Yunita dan gadis di hadapannya adalah tunangan sepupunya.
Maya melepaskan tangan dari genggaman Randu. Lalu menghela nafas panjang. Seolah mengambil kekuatan untuk mengatakan sesuatu. Kini gilirannya mengatakan hal besar yang selama ini ia pendam untuk Randu.
“Mas, maafkan jika Maya lancang. Jujur, Maya juga sangat mencintai Mas sejak lama. Tapi Maya tahu siapa Maya, siapa Mas, dan Mbak Yunita. Aku tak mungkin berharap terlalu banyak. Tapi kali ini terimakasih banyak Mas telah mengatakannya. Ternyata cinta Maya tidak bertepuk sebelah tangan. Aku sayang sama Mas, dan ternyata Mas juga memiliki perasaan yang sama. Terimakasih banyak Mas, aku bahagia dengan semuanya.”
Maya tersenyum manis. Pernyataan Maya yang baru saja keluar dari mulutnya menbuat Randu merasa memiliki hidup yang lebih berwarna. Tangannya kembali menggenggam lembut tangan Maya.
“Terimakasih May, ternyata dugaanku tak salah. Aku pun merasakan semuanya. Aku tahu kamu menyimpan rasa…”
“Tapi Mas, Mbak Yunita, Wisnu, gimana?” Ucap Maya ragu. Hatinya telah menemukan pelabuhan cinta yang benar. Namun sama sekali tidak benar jika dipandang dari hukum dan norma apapun. Bagaimanapun laki-laki di hadapannya telah memiliki istri. Takmungkin ia merebut suami orang lain.
Randu menggelengkan kepala. Lalu berbisik perlahan.
“Biarlah ini menjadi rahasia kita berdua May. Cuma aku dan kamu yang tahu.” Maya mengangguk setuju.
“Lalu, pertunangn kamu? Kapan Wisnu resmi melamar kamu?” Ada semacam kegetiran yang terasa dalam hati Randu. Rasanya ingin sekali ia meminta izin kepada Yunita untuk menikahi Maya. Tapi ia tak mungkin membuat Wisnu kecewa.
“Aku tak tahu Mas…” Hanya itu yang keluar dari mulut Maya.
**
Hari berganti. Bulan bergulir. Maya akhirnya resmi bertunangan dengan Wisnu. Tentu saja ia meinta persetujuan Randu terlebih dahulu. Jujur hatinya koyak. Ketika ia harus melangkah ke jenjang yang kebih jauh. Bertunangan dengan Wisnu berarti gerbang pernikahan semakin dekat. Namun ia tak punya pilihan lain. Wisnu sangat menyayangi dan mencintainya dengan tulus. Sementara cintanya kepada Randu? Ah, ia adalah suami orang lain.
Dan Randu, ingin sekali melarang Maya bertunanagan, tapi apa daya, ia tak mampu berbuat apa-apa. Kehidupannya bukanlah cerita dongeng yang bisa ia putar balikkan secepat kilat. Tak mungkin ia membawa lari Maya, menikahinya di suatu tempat dan hidup berdua selamanya tanpa menghiraukan Wisnu, Yunita dan semua keluarga besarnya. Tak ada yang bisa ia rubah. Semua berjalan, mengalir seperti air, tanpa bisa ia hentikan.
**
Tahun ke enam, Yunita dikabarkan mengandung. Randu sangat bahagia. Berharap buah hatinya bisa menjadi pelengkap kehidupan rumahtangganya. Dan bisa sedikit mengusir kesepian yang terjadi did ala kehidupan rumahtangganya. Maya juga merasa sangat bahagia mendapatkan kabar tersebu. Bahagia jika orag yang ia cintai akan menjadi ayah. Ya, ayah dari naka yang ada di dalam rahim orang lain. Ada semacam perasaan kecut yang terasa di dalam hatinya. Ia tak mampu membohongi dirinya sendiri, jujur ia cemburu. Tapi perasaan itu harus ia buang jauh-jauh. Ia berharap ketika Randu memiliki anak, ia bisa sedikit mengalihkan perhatianya kepada anak dan istrinya, lantas ia pun bisa belajar untuk lebih mencintai Wisnu tunangannya.
Namun usia ke tiga kandungan Yunita memburuk. Ia mengalami keguguran, membuat Randu bersedih. Harapannya punah. Dan kepada siapa lagi ia melarikan kesedihannya jika bukan bercerita kepada Maya. Cinta yang perlahan mulai surut, mulai tumbuh subur kembali dalam hati mereka.
**
“May, Wisnu ke luar kota. Yunita pergi ke rumah Ibunya. Besok kamu ada waktu? Temani Mas melepas penat.” Ujar Randu di ujung telepon.
Maya benar-benar ragu menjawab. Apakah ia harus kembali pergi berdua setelah pertemuan di restoran itu?
“Mau ke mana Mas?”
“Temani Mas jalan-jalan. Ke Glamping Lakeside. Tempat baru di Ciwidey, yang lagi booming itu lho May. Tahu kan?”
Mendengar nama tempat itu mata Maya seketika berbinar. Ia memang sangat ingin pergi ke sana. Tempat yang selama ini sedang ramai dibicarakan di berbagai media sosial terutama di instagram.
Tanpa sadar, Maya telah mengiyakan. Tanpa sadar, ia telah kembali memberi harapan. Harapan semu. Membalas cinta tanpa batas. Membalas cinta tanpa tahu akan berlabuh dengan mulus atau bahkan malah menghancurkan sesuatu yang telah dimulai sejak lama. Rumah tangga yang dibangun oleh Randu dengan Yunita, walau pun harus dibangun tanpa cinta. Dan hubungannya dengan Wisnu. Tapi apa pedulinya. Hari ini ia ingin pergi dengan Randu. Ia rindu bercerita apapun kepada laki-laki itu. Maka biarkan mereka pergi berdua saja menikmati keindahan Glamping Lake Side esok Hari.
**
 Bersambung…
 

Share/Bookmark

No comments:

Post a Comment