Search This Blog

Friday, June 26, 2015

Ramadhan I'm in Love (2) (Duka dan Bahagia)

Hari ke tujuh puasa.
Aku mulai terbiasa menjalani hari tanpa terlalu sering berhubungan dengan Kak Riksan. BBM pun sepi, hanya ramai oleh Broadcase atau sekedar bbm orang iseng. Hari-hariku aku isi dengan kegiatan yang biasa ku lakukan. Ke kampus, magang di toko kue  dan mengajar privat setiap tiga kali seminggu. Hm... Bahkan hari ke tujuh itu kak Riksan sama sekali tidak menyapaku sampai hampir separuh hari. Pagi tanpa ucapan selamat pagi, selamat ngampus, dan tanpa bilang pamit kerja. Beberapa kali aku mengirim pesan jangankan dibalas, dibacanyapun tidak.tidak. Aku mulai gusar, tapi biarlah, mungkin kak Riksan sibuk fikirku.

Hari itu aku tak ada jadwal privat, hanya mangang sampai jam 4 sore. Sebetulnya bisa saja sore itu aku menuruti ajakan teman untuk ngabuburit dan buka bersama mereka di kedai bakso tempat favorit kami. Tapi entah mengapa hari itu terasa berat aku jalani. Satu hari pun rasanya terlalu panjang untuk aku selesaikan. Setelah meminta maaf dengan mengemukakan berbagai alasan, akhirnya aku memilih untuk langsung pulang ke rumah sore itu. 
Sampai di rumah, jam dinding rasanya begitu lambat bergerak, perutku begitu lapar. Aku tiduran di sova. Mama ku yang sibuk di dapur tak berani menegurku, tampaknya mama tahu aku begitu lelah. Dari tadi siang tangan ku tak lepas dari telepon genggamku. Tak bosannya aku memeriksa setiap update status yang ditulis teman. Aku memeriksa dan mencari, tidak ada status yang update dari kontak yang bernama Riksan Firdaus. Aku memutuskan untuk PING!!, tapi hanya ceklis. Hm... Hatiku makin bertambah gusar. Kemanakah Kak Riksan? Bikin khawatir saja. 
Sebenarnya bukan kekhawatiran tentang keselamatnnya semata, aku lebih khawatir Kak Riksan melupakan aku, melupakan perhatiannya kepadaku.
Adzan marib berkumandang di mesjid terdekat. Suaranya begitu jelas terdengar. Hatiku bahagia seolah percaya dan tidak. Suara adzan itu...? Benarkah? Itu benar!! Itu Kak Riksan yang mengumandangkannya. Suara Adzan nya memang tak sebagus para muadzin di mesjid itu, tapi untukku suara adzan nya adalah suara paling merdu dan bisa menggeterkan hatiku. Yang bisa memacu denyut jantung, dag dig dug mendengarnya. Ingin rasanya ia menjadi imamku... Ups, lagi-lagi fikiran itu muncul. 
"Ayo lekas berbuka!" 
Suara mama mengagetkanku. Ternyata aku terlalu anteng mendengarkan suara adzan sampai dengan kalimat "Hayya alalfalah... ". 
Aku bergegas mengambil mangkuk kolah buatan mama, yang pasti enak sekali. Tapi sebelum suapan pertama, aku jadi kepikiran Kak Riksan, sudah bukakah dia? Buka Pakai apa? di mesjid menu tajil nya apa ya... ? Andai saja mama membolehkan, ingin rasanya aku mengundangnya makan bersama di rumah ku.  Tapi apa mungkin?
Ah, entah lah, perutku yang lapar mendadak lupa dengan urusan Kak Riksan, biarkan saja, toh di mesjid pun banyak tajil yang enak, yang disediakan DKM, menu tajilnya enak dan sehat. Selesai menghabiskan semankuk kolak, aku beranjak ke kamar untuk menjalankan solat Magrib.
Selesai shalat dan berdo'a, kembali aku memeriksa Handphone, memeriksa status Kak Riksan. Polos, tak ada status update. Aku merebahkan diri di tempat tidur. Perutku rasanya cukup kenyang dan hanya akan makan setelah shalat tarawih nanti. Oiya, shalat terawih, mungkin aku bisa bertemu dengan kak Riksan di mesjid. 
Aku memutuskan untuk menelponnya, barangkali tidak menggangu. Bismillah, semoga Kak Riksan mau ngangkat telepon. 
Aku kaget bukan kepalang, saat aku mendengar bunyi nada dering yang tidak lagi asing di telingaku. Aku beranjak ke luar kamar dan berlari mencari sumber bunyi itu, Aku benar-benar tak percaya jika bunyi itu benar-benar berasal dari Telepon genggam nya Kak Riksan, yang kini tengah duduk di kursi tamu, mengenakan baju kemeja putih kesukaan ku, Rambutnya lebih rapih seperti habis dipangkas, di atas meja tamu, ada sekeranjang parsel buah, rupanya itu oleh-oleh yang ia bawa. Tapi kenapa dia tiba-tiba bisa datang?
Belum habis rasa kaget yang bercampur bahagia itu, ayah ku datang menghampiri. lalu mempersilahkan Kak Riksan duduk, yang sejenak bangkit berdiri melihat ayak ku datang. Lalu mereka saling bersalaman. rasanya aku menjadi orang yang paling bengong sedunia saat itu. Mamaku yang juga berpakaian lebih rapih dari sebelumnya menyusul ayah menyalami dan menyapa Kak Riksan. 
Melihat aku bengong, mama memintaku mengambil air minum dan beberapa hidangan untuk kak Riksan. 
Aku beringsut bergegas menuju ruang makan, tanpa sempat menyapa Kak Riksan. Perasaan ku campur aduk. Senang, bahagia, kaget dan merasa aneh. Kesal juga ada, mengapa Mama dan Ayah tidak memberi kabar kepadaku, dan kenapa Kak Riksan pun tidak memberi tahu bahwa dia akan datang. Mungkin aku bisa siap-siap di waktu luang ku tadi, bukan malah berdiam diri tidak menentu. Aku mungkin bisa mandi lebih wangi, berdandan, dan memakai baju yang.... Alamak, Aku lupa, ternyata aku mengenakan celana pendek dan kaos oblong saja. Ya Ampun... Baju ini kan lusuh, Ah, pipiku pasti memerah, malu semalu-malinya. selala ini aku belum pernah menampakan diri dengan sejelek ini di hadapan Kak Riksan. Rambut hanya diikat sekenanya, bajuku, baju yang biasa aku pake tiduran, celana? hah! Celana pendekku terlalu pendek untuk dilihat Kak Riksan. 
"Mama...." Aku teriak memanggil mama.
Mamaku datang menghampiri. 
"Kenapa nadin?, Kok teriakin mama kenceng amat?" aku tahu mama meledekku. terlihat dari senyum dan binar matanya saat bertanya kepadaku.
"Mama kenapa orang itu dateng ke sini? tanpa sepengetahuanku? dan kenapa mama merahasiakannya kepada Nadin Ma?"
Mama ku tersenyum lebar, sangat tulus. lalu mengambil nampan yang tadi aku siapkan dan belum aku hantarkan ke ruang atamu. sambil lalu mama bilang,
"Mama sama Ayah yang mengundangnya Din... Sana kamu ganti baju sama baju yang bener, masa Pacar dateng bajunya kayak begitu!" perintah mamah.
Aku bergegas masuk kamar, dan segera kembali setelah menemukan baju yang menurutku cocok. Aku memang tak pandai berdandan. Aku bukan tipe perempuan yang suka bersolek, aku cukup mengenakan baju yang menurutku sopan, menysir rambut, dan jika aku sudah merasa pantas, maka ya sudahlah.
Saat aku berganti baju mama memintaku agar aku langsung menuju ruang makan. aku menurutinya.
Kak Riksan duduk di sebelah Ayah, ibu berhadap-hadapan dengan ayah, dan kursi yang mama tarik untuk aku duduki adalah tepat di depan kak Riksan. kali itu aku benar-benar mati kutu, aku merasa takan sanggup menghabiskan makanan jika harus makan berhadapan seperti itu. padahal sebelumnya kami sering makan bersama, dengan bebas, tidak harus jaim, atau menjaga sikap secara berlebihan. Tapi saat itu, di hadapan Mama dan ayah, jujur aku benar-benar salah tingkah. Aku juga belum sepenuhnya mengetahui apa tujuan mama dan ayah mengundang Kak Riksan untuk buka bersama di rumahku.
Sepanjang waktu makan, ayah dan mama melontarkan beberapa pertanyaan kepada Kak Riksan . Dan dijawab Kak Riksan dengan mantap. Soal bersilkap dan berbicara dengan orang yang lebih tua Kak Riksan tidak diragukan lagi, ia selalu pandai mengambil sikap dan pandai memposisikan diri. Aku Bangga dan merasa lega, nampak jelas di binar mata Mama dan Ayah, jika mereka menyukai sikap Pacar ku kali ini. Tidak seperti respon mama dan ayah kepada bebrapa orang yang pernah aku bawa ke rumah ini. Dan yang lebih membuat aku senang adalah, aku tidak perlu susah payah mengenalkan Kak Riksan kepada keluargaku, toh ternyata mama da ayah sendiri yang mengundangnya. entah kapan mereka saling mengatur janji, aku tak tahu.
Makan bersama berjalan lancar dilanjutkan dengan ngobrol. 
Adzan Isya berkumandang, Kami memutuskan untuk melaksanakan solat isya dan solat sunah terawih bersama di mushola rumah saja. Kali iti bukan ayah ku yang menjadi Imam, tapi ayah mempersilahkan Kak Riksan yang berada pada tempat yang paling depan. Baru lkali pertama aku menjadi makmumnya, dan baru pertama kali pula aku mendengar bacaan nya ketika menjadi imam. Subhanallah, merdu sekali, mendamaikan hari. Ayat demi ayat yag ia bacakan terasa getarannta sampai ke hatiku. ya, jauh ke hatiku. AKu meresapinya sampai aku memejamkan mataku, bibirku komat kamit pelan, mengikuti alur bacaan alQu'an Kak Riksan. Rasanya rokaat demi rokat biarlah berjalan dengan panjang, dan pelaksanaan solat kami janganlah berakhir. Bacaannya yang indah, merdu, gerakan solat nya yng tidak terlalu cepat pun tidah terlalu lambat, menghadirkan kekhusuan tersendiri pada saetiap rokaatnya. 
Seusai Solat, Ayah dan Mama membiarkan kami duduk hanya berdua di ruang tamu. Mama dan Ayah pindah ke runag tengah meninton tv. Aku dan Kak Riksan pindah ke teras depan. Udara malam yang sejuk lebih terasa nyaman untuk kami ngoblol di luar.
Waktu menunjukkan jam sembilan malam, Kak riksan pamit pulang, menungalkan rasa bahagia yang tidak terukur oleh apapun. Sejak saat itu senyumku selalu tercipta di bibirku. Ternyata walau tanpa kabar, Kak Riksan justru memberi kejutan yang indah untukku. Alhamdulillah... Ayah dan Mama menerima Kak Riksan dengan baik, sebagai teman dekat ku.Hari-hariku terasa begitu indah dan menyenankan walau tanpa kabar sekalipun dari Kak Riksan. Tapi saat makan sahur atau saat tengah hari bolong pas haus-hausnya dan lapar-lapar nya Kak Riksan suka kirim bbm yang mampu menyejukkan hatiku dan membuat ku semangat lagi, melebihi semangkuk kolak buatan mama yang mampu mengusir sejuta lapar dan dahaga setelah puasa.

**
Hari ke sembilan
Hatiku bagai dihantam petir dengan kilatan yang luar biasa. Hatiku hancur tak bersisa, terbakar gosong tak berupa lagi. 
Bahagia yang tercipta saat Kak Rikasan makan bersama di rumah ku, masih bersisa beberapa saat sebelum aku membuka media sosial setelah solat subuh. Aku merasa rindu, sudah cukup lama aku tidak membuka Facebook, aku memeriksa wall dan membuka beberapa notifikasi juga pesan inbox dari beberapa teman. 
Dan saat aku membuka home, mataku terbelalak, terbengong, lalu berkaca-kaca dan kemudian mengalir deras air membentuk sungai kecil dari kedua mataku. Aku tak percaya dengan apa yang aku lihat.. Aku tak lagi mampu berkata-kata...

Kak... Kamu adalah seseorang yang selalu membuat aku tersenyum bahagia ketika aku menangis, dan kini  karena kamu pulalah aku meneteskan air mata...

*bersambung


   





Share/Bookmark

No comments:

Post a Comment