Search This Blog

Sunday, May 1, 2016

RAHASIA RANDY



Malam semakin larut, udara di desa Sangkuriang terasa begitu dingin menusuk ke pori kulit. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Suasana desa begitu sunyi. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Semua penduduk tampaknya sudah terlelap di balik selimut, hanyut dalam mimpi masing-masing. Namun berbeda dengan rumah yang dijadikan posko KKN di dessa itu. Malam ini tujuh orang mahasiswa
 sedang merencanakan perjalanan besok hari. Luki, Ario, dan Hasan, sibuk dengan peta lokasi tujuan yang baru mereka dapatkan dari kepala desa tadi siang. Sementara Lita, Maya, dan Anya sibuk dengan pembicaraan mereka seputar bahasan pakaian apa yang akan mereka kenakan besok pagi.
Randy lebih memilih menarik diri, menutup pintu kamarnya dengan alasan sedang kurang enak badan. Kawan-kawannya pun membiarkannya beristirahat demi perjalanan besok hari. Besok semua harus berangkat.
Jam 12 malam, Luki sebagai ketua kelompok, menyarankan kawan-kawannya untuk segera beristirahat dan bersiap besok pagi pukul 6 harus sudah siap berangkat. Tak lupa ia mengingatkan kepada Hasan dan Maya untuk menyiapkan sarapan lebih awal, karena mereka berdualah yang piket besok hari. Semuanya memasuki kamar masing-masing. Dalam beberapa saat saja Luki dan Ario sudah tertidur lelap di kamarnya. Hasan menyusul Randy yang sejak tadi berdiam diri di balik selimut. Sejenak membahas sesuatu yang penting, berdebat, dan kemudian hening. Hanya dialog dalam hati masing-masing yang memenuhi kamar mereka. Sementara Maya, Lita, dan Anya melanjutkan bahasan para cewek, apalagi jika bukan masalah pakaian, kamera, dan baju renang.
**
Kamis, jam 5 pagi. Semua penghuni posko sudah siap dengan ranselnya. Bau harum makanan yang berasal dapur menuntun mereka untuk segera memulai sarapan. Semuanya makan bersama, kecuali Randy yang sejak subuh tadi belum terlihat batang hidungnya.
“Cuy, Randy masih sakit?” Luki bertanya kepada Hasan teman sekamar Randy. Hasan menggeleng, dia sibuk menyendok nasi ke piring kawan-kawannya agar semua terbagi rata. Setelah semua kebagian, Hasan pergi ke kamar membawakan sepiring nasi goreng untuk Randy.
“Ran, lo beneran gak akan ikut?” Tanya Hasan sambil menyodorkan nasi goreng ke depan Randy. Randy menerima piringnya, namun lantas meletakkannya di atas meja.
“Ran, gue janji akan menjaga lo. Kalau perlu, gue akan selalu dekat lo, deh. Dan seandainya mereka turun, gue akan diam nemenin lo.” Hasan berusaha meyakinkan kawannya. “Ini akan menjadi hari indah kita bro… Masa aja lo gak ikut. Kurang satu gak seru lah… Tiga bulan di sini kita udah kayak saudara.”
Randy tak bergeming, ia duduk di sisian tempat tidur. Sejak subuh tadi ia sudah mandi atas bujukkan Hasan, namun ia belum bersiap pergi. Dalam hatinya masih dipenuhi dengan keraguan yang sejak kemarin sore menyiksa bathinnya. Satu sisi ia tak mau mengecewakan kawan-kawannya, sisi lain ia tak mau mempertaruhkan keselamatannya, dan mungkin jika dia ikut serta maka ia akan menjadi bahan olok-olok teman-temannya atau bisa saja malah akan merepotkan banyak orang.
“Ayolah Ran… Apa gue harus memberitahu semuanya jika lo itu…” Hasan tak sempat menuntaskan kalimatnya. Ario tiba-tiba masuk ke kamar tanpa permisi.
“Hai Cuy, kalian malah ngerumpi di sini kayak cewek aja ngobrol di kamar berduan.” Kalimat nya diakhiri oleh tawa yang terbahak-bahak. “Kamu lagi, Randy kenapa belum siap-siap? Jam berapa ini? Ayo lah…! Kesiangan kita nanti”
Ario keluar kamar meninggalkan Hasan dan Randy yang saling bertatapan. Ia berlalu dengan berbagai omelan yang ditujukan untuk mereka berdua.
“Ran… Kalau lo emang benar-benar gak bisa ikut, Gue bisa bilang sama mereka jika lo masih sakit, atau alasan apa, bisa gue buat untuk menjelaskan kepada mereka.”
“Gak perlu, gue ikut.” Nada bicaranya datar. Antara yakin dan tidak. Lantas ia bangkit, mengambil baju yang menggantung pada paku di balik pintu. Ia mengemasi beberapa perlengkapan dimasukkannya ke dalam tasnya.
“Lo yakin?” Hasan mencoba meyakinkan pria yang ada di hadapannya.
“Ya!” Randy menjawab dengan singkat. Ia masih sibuk berkemas.
“Yasudah, Gue tunggu di luar ya, jangan lupa sempatin makan!”
Randy tidak menjawab. Hanya senyum tipis yang tampak di wajahnya. Hasan kembali ke ruang tengah, kawan-kawannya telah menunggu dan besiap pergi. Maya membereskan bekas makan, dibantu oleh Lita dan Anya. Luki dan Ario sibuk mengecek perlengkapan untuk pendirian tenda. Hasan kembali ke kamar, memastikan Randy sudah siap atau belum.
**
Jam 06:15 saat mentari masih malu-malu bersembunyi di balik gunung, udara pedesaan masih terasa begitu sejuk. Burung-burung bernyayi riang. Dengan menapaki jalan setapak mengikuti peta yang digambarkan oleh kepala desa, tujuh orang mahasiswa berangkat meninggalkan posko. Dengan wajah yang riang, hati yang gembira. Membayangkan kesenangan dan keindahan alam yang akan segera meraka temui beberapa jam lagi. Kecuali ada satu wajah yang sejak subuh tadi tidak menampakkan keceriaannya.
Randy ditemani Hasan berjalan paling belakang. Ario dan Lita tampak saling bergandengan tangan. Jika menemui jalan yang terjal Ario dengan sigap membantu Lita. Menarik tangannya dan memastikan jika kekasihnya itu baik-baik saja. Dua sejoli itu terlibat cinta lokasi selama masa KKN. Mereka berjalan di barisan kedua setelah Luki. Maya dan Anya berada di barisan ke tiga, saling bergandengan bahu membahu melawan terjalanya perjalanan. Sesekali mereka saling berbisik melihat kebersamaan Hasan dan Randy. Tak biasanya mereka sedekat itu. Maya bahkan sempat bergosip jika Hasan dan Randy mulai saling menyukai.
**
Perjalanan masih cukup jauh. Jarak tempuh dari desa Sangkuriang menuju danau memerlukan waktu sekitar empat jam perjalanan . Jam menunjukkan pukul 09:00 sepertiga perjalanan sudah mereka tempuh. Perjalanan yang menyenangkan ditemani udara sejuk pegunungan dan pemandangan yang memanjakan mata membuat perjalanan terasa ringan. Namun tiba-tiba kaki Lita terkilir, ia memang tidak terlalu terbiasa berjalan jauh. Ario meminta untuk beristirahat sebentar untuk memberikan penanganan kepada kaki kekasihnya. Luki sang ketua pun menyetujuinya.
“Ya sudah, kasihan para cewek. Kita istirahat dulu di sana”. Luki menunjukkan sebuah tempat, dataran yang lumayan luas, ada sebuah pohon besar yang bisa dijadikan tempat untuk berteduh. Padang rumput yang terhampar luas, membuat naluri Maya dan Anya untuk ber-selfie ria tidak tertahankan. Mereka asik berpose di sana-sini.
Sementara Hasan dan Randy kembali membahas sesuatu yang penting. Kali ini ekspresi wajah mereka lebih serius dari sebelumnya. Luki memilih bergabung dengan Maya dan Anya ikut berpoto. Hasan sibuk memberikan pijatan ringan untuk kaki Lita.
“Ran, lo baik-baik saja kan? Jangan bayangin danaunya. Pokoknya lo harus terus berjalan agar kita lekas sampai dan menyelesaikan perkemahan ini. Pulang ke posko, dan senin depan kita ke Jakarta. Kita bisa menemui keluarga kita. Bukannya lo rindu sama masakan Ibumu?” Hasan terus berusaha menghibur kawan terdekatnya, ia tak mau kawannya itu sampai patah semangat. “Nanti gue bujuk Luki agar tak terlalu dekat dengan danau saat mendirikan tenda.”
“Thanks ya Bro… makasih banyak sudah ngertiin. Gue harap gak ada yang tahu masalahku. Terutama Ario, jika dia tahu, maka habislah.”
Hasan mengagguk dan menepuk pundak Randy, menguatkan sahabatnya yang sudah ia anggap sebagai saudara sejak kegiatan KKN itu di mulai. Luki memberikan kode, tandanya harus melanjutkan perjalanan. Maya dan Anya masih asik berfoto. Lalu,
“Randy, aku boleh minta poto bareng kamu berdua aja?” Anya menghampiri Randy, dan menyerahkan kamera kepada Maya. “Tolong ya May...” Maya mengacungkan jempolnya tanda setuju. Hasan bernafas lega. Merasa ada yang akan membantunya menngalihkan perhatian Randy tentang danau. Anya bisa membantu  Randy membuang jauh rasa takutnya sedikit demi sedikit. Sejak berfoto bersama tadi, Hasan member kode kepada Maya agar membiarkan Anya dan Randy berjalan bersama. Pada awalnya Maya merasa ragu, namun akhirnya ia mengiyakan. Maya pun melihat sinyal bahwa tampaknya Anya menyukai Randy.
“Aku kira kamu sama Randy saling suka… hehe…” Canda Maya sambil menyikut lengan Hasan.
“Gak… Aku suka nya sama yang lain” Ucap Hasan, matanya menatap wajah Maya dalam-dalam.
**
Matahari semakin terik. Persediaan air minum mulai menipis. Tak disangka ternyata perjalanan ke danau itu sangatlah melelahkan. Ario berteriak kepada Luki yang sudah jauh berjalan di depan.
“Ki… Masih jauh gak? Bener gak nih jalannya ke sini? Kita gak nyasar kan?”
“Sebentar lagi kita nemu hutan karet. Danaunya ada di tengah-tengah hutah karet” Luki menjawab dengan teriakanya pula.
“Ini kita sudah memasuki hutan karet. Sebentar lagi kita sampai.” Ucap Hasan setengah berbisik di telinga Randy. Mata Ario yang jeli melihat kejadian itu menjadi timbul sifat kejailannya.
“Hey… di sini ada LGBT. Hasan dan Randy jadian…” Ario berteriak-teriak mengejek kedua temannya yang berjalan mulai merapat kembali. Tawanya liar, begitu keras, seolah merasa puas dengan ejekan yang baru saja terlontar. Anya melotot, menunjukkan kepalan tangan ke arah Ario yang justru dibalas dengan olok-olok.
“Anya jealous niye… Haha” Ario kembali terbahak. Kali ini Maya, Lita dan Hasan juga Luki ikut tertawa.
Jam 11:15, mereka sudah sampai di tengah-tengah hutan karet, danau Sampiran sudah di depan mata. Maya, Lita dan Anya segera menanggalkan tas ranselnya. Merebahkan diri di rerumputan menghilangkan rasa pegal sambil menikmati angin yang bertiup sepoi-sepoi. Luki dan Ario duduk di tembok pembatas danau, mengeluarkan air minum dan menyalakan rokok. Hasan masih berdiri dengan jarak sekitar satu meter di sebelah Randy.
Randy diam tak bergeming. Kakinya mulai lemas, saat melihat hamparan danau yang begitu luas. Airnya tampak begitu tenang, menandakan bahwa danau itu memiliki dasar yang sangat dalam. Papan kayu yang berisi keterangan nama danau dan kedalamannya, juga berisi peringatan agar pengunjug berhati-hati, menjadi momok yangsangat menakutkan untuknya. Hatinya begitu ciut, sifat kelelakiannya berkurang puluhan persen, pandangannya mulai berkunang-kunang, kepalanya pusing, kakinya seoalah tak kuat lagi menopang beban tubuhnya. Hasan yang sejak tadi berdiri tidak terlalu jauh menyadari kawannya membutuhkan ketenangan. Ia segera mengajak Randy menepi, menjauh dari danau, bahkan jika boleh, ia ingin membawa Randy pergi lebih jauh lagi.
**
Jam menunjukkan pukul 13:00. Tenda sudah selesai didirikan. Ini waktunya makan siang, membuka perbekalan yang dibawa dari posko. Randy dan Hasan menghilang tidak tampak di sekitar tenda. Tendanya kosong.
“Kemana lagi mereka? Sudah memulai kencan rupanya.” Ario mencibir. Tangannya disikut oleh Lita, mengingatkan agar kekasihnya berhenti mengejek mereka.
“Mungkin mereka lagi cari makan di tempat lain” Luki menimpali sambil membuka pakainanya, menyisakan celana pendek selutut warna biru tuanya. Ia lantas berlari ke arah danau dan menceburkan diri ke sana. Lalu ia berteriak, “Ayo berenang… airnya segar… yuhuuu…” Luki berenang kesana kemari bagai anak kecil yang baru menemukan air sebagai mainannya. Maya dan Anya masih asik berpoto di tepi danau. Ario dan Lita memutuskan untuk menyewa sebuah perahu kecil. Mereka mengayuh dayung berdua.
Pukul 16:00. Hasan dan Randy belum juga kembali ke tenda. Menimbulkan tanda tanya besar di benak kawan-kawannya. Luki memutuskan untuk mencari. Dan meminta kaum perempuan menunggu di tenda.
Di sebuah warung Randy duduk di sebelah Hasan dengan bersandar di tiang kayu. Hasan memijit kaki Randy dan tak berhenti menghibur Randy sesekali tangannya menyentuh bahu Randy berharap sedikit memberi kekuatan. Randy semakin lemas, tubuhnya ambruk ke pangkuan Hasan. Hasan memeluk tubuh Randy sambil memanggil-manggil namanya. Ario yang tidak tahu menahu awal kejadiannya, melihat mereka berpelukan langsung sontak naik pitam. Ia merasa malu memiliki teman saling menyukai sesama jenis.
“Apa-apaan ini? Ternyata ini alasan kalian mengapa sejak tadi menghilang? Sejak tadi pagi terpisah dari rombongan, dan selama hampir tiga bulan tidur sekamar, hah?”
Hasan berusaha menjelaskan. Luki pun berusaha menenagkan temannya itu.
“Ini gak seperti yang kalian sangkakan. Randy… Randy sakit.” Perkataannya terbata bata. Hasan ingin memberitahukan hal sebenarnya, tapi ia telah berjanji tak akan membocorkan kelemahan sahabatnya itu.
Luki berusaha lebih bijak, “Sudahlah… kalau Randy sakit kita bawa ke tenda saja, ini kan acara kita. Kita di sini mau bersenang-senang, aku tak mau ada yang sakit. Kita semua kawan. Ayo kita bawa Randy ke tenda, jaka memang Randy memerlukan perawatan, kita rawat dia di sana. Ada temen-temen cewek yang bisa bantu urus”
Belum juga mulut Hasan membuka untuk menjelaskan, Luki dan Ario telah menghampiri tubuh Randy, memapahnya berjalan. Kaki Randy semakin lemas. Namun ia terlihat pasrah, dan tak mampu menolak. Hasan semakin bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Ia merasa sangat menyesal mengapa ia telah membujuk Randy untuk ikut pergi. Ia tak menyangka kawannya akan selemah itu.
Randy dibaringkan di tendanya. Kakinya diberi baluaran balsem agar merasa hangat. Ario yang masih emosi, merasa jika Randy merupakan perusak kesenangan.
“Alaaah Randy… lo kayak bukan cowok aja man… Bngun lah… ayo sembuh! Masa tadi jalan jauh aja kuat sekarang lo mau sia-siain kesempatan indah kita. Ayolah kita berenang biar seger.” Tanganya menarik lengan Randy memaksanya keluar dari tenda. Hasan yang melihat kejadian itu merasa tidak senang dengan perlakuan Ario kepada sahabatnya. Tangannya menepis tangan Ario dengan kasar. Ario tidak terima.
“Apa lo gak terima pacar lo gua tarik-tarik? Kenapa lo jealous, hah?”
Seketika pukulan Hasan mendarat di pipi Ario. Mereka baku hantam saling pukul. Lita, Maya dan Anya berusaha melerai sebisanya. Tanpa sengaja satu pukulan Ario mendarat di pipi Anya, Anya menjerit lalu tersungkur di tanah.  Melihat Anya dieperlakukan begitu Randy bangkit, mendadak memiliki kekuatan yang luar biasa. Ia mencintai Anya, ia tidak tahan melihat gadisnya diperlakukan kasar oleh Ario. Sambil tertatih, Randy menghampiri Anya,  berusaha menolongnya. Ia memeluk tubuh Anya yang lemas, dari bibirnya mengeluarkan darah segar. Ario yang masih emosi menarik tubuh Randy. Membuat Anya terhempas. Maya menolong Anya. Lita mengejar Ario berusaha menghentikan aksi anarkis pacarnya itu. Luki yang sejak tadi pergi mencari obat datang marah-marah melihat kejadian memalukan itu. Beruntung pengunjung danau saat itu sedang sepi. Hanya ada beberapa tenda yang didirikan itupun letaknya sangat berjauhan. Ia berusaha menghentikan langkah Ario, begitupun Hasan yang sejak tadi berusaha menghentikan aksi Ario yang seperti orang kesetanan.
“Sudah Ario! Apa-apan lo ini?” Luki mencoba menghentikan Ario yang terus menyeret Randy ke arah danau.
“Ah, dia ini penipu. Dasar tukang tidur! Gue penasaran, kita cemplungin aja dia ke danau, biar dia bangun dari tidurnya.”
“Jangan Ario… Anya yang sudah pulih, meronta-ronta memeluk tubuh Randy berusaha menolong. Randy kembali lemas. Hasan berusaha menyadarkan Randy. Ario tetap bersikeras menarik Randy ke arah danau. Kali ini Hasan sudah tak tahan dengan perlakuan Ario. Hasan memohon-mohon sampai berlutut di kaki Ario. Memohon Ario menghentikan niatnya untuk menceburkan Randy ke danau. Demi melihat kelakuan Hasan yang rela merendahkan dirinya demi Randy, semua bertanya tanya dalam hati ada apa sebenarnya? Akhirnya Ario mau melepaskan cengkraman tangannya di lengan Randy, jarak mereka ke danau tingggal satu meter lagi. Hasan dan Anya membopong tubuh Randy yang semakin lemas, bermaksud membawa Randy ke tenda. Namun tiba-tiba Ario medorong mereka bertiga sampai tercebur ke danau. Hasan berteriak memaki-maki Ario. Semua sumpah serapah keluar dari mulut Hasan. Ario tertawa terbahak-bahak merasa puas mengerjai tiga kawannya. Maya dan Luki besiap turun ke danau jika Hasan dan Anya memerlukan pertolongan. Lita menangis, kesal dengan kelakuan kekasihnya.
Randy tenggelam, Keempat kawannya mencari tubuh Randy kecuali Lita yang terus mengomel memarahi Ario.
Luki muncul tampak terengah-engah membopong tubuh Randy ke tepi danau. Ario tak berkedip melihat Randy tak menunjukkan gerakan. Semuanya berharap itu hanya pingsan. Tetapi lain lagi dengan Hasan, Ia menangis sejadinya. Memeluk tubuh Randy. Luki berusaha menenangkan. Randy segera dibawa ke tenda. Maya berlari mencari pertolongan.
Nyawa Randy tak tertolong, ia meninggal dunia. Semua menagis dengan penyesalan yang luar biasa. Tak terkecuali Ario yang terus menerus mengutuk dirinya, menyesali perbuatannya.  Hari itu mereka tak jadi menginap di tepi danau. Jasad Randy harus segera di ke bumikan.
Sepanjang perjalanan Hasan menceritakan semua rahasia Randy di tengah isak tangisnya. Randy mengidap bathophobia, sebuah phobia akan kedalaman. Randy akan merasa begitu lemas ketika melihat air dengan kedalaman yang tinggi. Ia seakan kehilangan daya tahan tubuh. Di usia 4 tahun Randy tenggelam, dan mengalami trauma berat dengan danau, kolam renang yang dalam, laut atau apapun yang memiliki kedalaman.
Penutupan KKN terasa sangat menyedihkan tanpa Randy. Sejak kejadian itu Ario yang super jail menjadi sangat pendiam. Anya menjadi pemurung, dan Hasan tak bisa memaafkan dirinya mengapa tidak membongkar rahasia Randy sebelum pergi ke danau secara diam diam, agar semua baik-baik saja. Lita menjadi tidak mencintai Ario, Luki menyesal telah merancanakan perkemahan di danau, Maya bersedih melihat Hasan selalu bersedih.

Share/Bookmark

No comments:

Post a Comment