Malam
semakin larut, udara di desa Sangkuriang terasa begitu dingin menusuk ke pori kulit.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Suasana desa begitu sunyi. Tak ada
tanda-tanda kehidupan. Semua penduduk tampaknya sudah terlelap di balik
selimut, hanyut dalam mimpi masing-masing. Namun berbeda dengan rumah yang
dijadikan posko KKN di dessa itu. Malam ini tujuh orang mahasiswa
sedang merencanakan perjalanan besok hari. Luki, Ario, dan Hasan, sibuk dengan peta lokasi tujuan yang baru mereka dapatkan dari kepala desa tadi siang. Sementara Lita, Maya, dan Anya sibuk dengan pembicaraan mereka seputar bahasan pakaian apa yang akan mereka kenakan besok pagi.
sedang merencanakan perjalanan besok hari. Luki, Ario, dan Hasan, sibuk dengan peta lokasi tujuan yang baru mereka dapatkan dari kepala desa tadi siang. Sementara Lita, Maya, dan Anya sibuk dengan pembicaraan mereka seputar bahasan pakaian apa yang akan mereka kenakan besok pagi.
Randy
lebih memilih menarik diri, menutup pintu kamarnya dengan alasan sedang kurang
enak badan. Kawan-kawannya pun membiarkannya beristirahat demi perjalanan besok
hari. Besok semua harus berangkat.
Jam
12 malam, Luki sebagai ketua kelompok, menyarankan kawan-kawannya untuk segera
beristirahat dan bersiap besok pagi pukul 6 harus sudah siap berangkat. Tak
lupa ia mengingatkan kepada Hasan dan Maya untuk menyiapkan sarapan lebih awal,
karena mereka berdualah yang piket besok hari. Semuanya memasuki kamar
masing-masing. Dalam beberapa saat saja Luki dan Ario sudah tertidur lelap di
kamarnya. Hasan menyusul Randy yang sejak tadi berdiam diri di balik selimut.
Sejenak membahas sesuatu yang penting, berdebat, dan kemudian hening. Hanya
dialog dalam hati masing-masing yang memenuhi kamar mereka. Sementara Maya, Lita,
dan Anya melanjutkan bahasan para cewek, apalagi jika bukan masalah pakaian,
kamera, dan baju renang.
**
Kamis,
jam 5 pagi. Semua penghuni posko sudah siap dengan ranselnya. Bau harum makanan
yang berasal dapur menuntun mereka untuk segera memulai sarapan. Semuanya makan
bersama, kecuali Randy yang sejak subuh tadi belum terlihat batang hidungnya.
“Cuy,
Randy masih sakit?” Luki bertanya kepada Hasan teman sekamar Randy. Hasan
menggeleng, dia sibuk menyendok nasi ke piring kawan-kawannya agar semua terbagi
rata. Setelah semua kebagian, Hasan pergi ke kamar membawakan sepiring nasi
goreng untuk Randy.
“Ran,
lo beneran gak akan ikut?” Tanya Hasan sambil menyodorkan nasi goreng ke depan
Randy. Randy menerima piringnya, namun lantas meletakkannya di atas meja.
“Ran,
gue janji akan menjaga lo. Kalau perlu, gue akan selalu dekat lo, deh. Dan
seandainya mereka turun, gue akan diam nemenin lo.” Hasan berusaha meyakinkan
kawannya. “Ini akan menjadi hari indah kita bro… Masa aja lo gak ikut. Kurang
satu gak seru lah… Tiga bulan di sini kita udah kayak saudara.”
Randy
tak bergeming, ia duduk di sisian tempat tidur. Sejak subuh tadi ia sudah mandi
atas bujukkan Hasan, namun ia belum bersiap pergi. Dalam hatinya masih dipenuhi
dengan keraguan yang sejak kemarin sore menyiksa bathinnya. Satu sisi ia tak
mau mengecewakan kawan-kawannya, sisi lain ia tak mau mempertaruhkan
keselamatannya, dan mungkin jika dia ikut serta maka ia akan menjadi bahan
olok-olok teman-temannya atau bisa saja malah akan merepotkan banyak orang.
“Ayolah
Ran… Apa gue harus memberitahu semuanya jika lo itu…” Hasan tak sempat
menuntaskan kalimatnya. Ario tiba-tiba masuk ke kamar tanpa permisi.
“Hai
Cuy, kalian malah ngerumpi di sini kayak cewek aja ngobrol di kamar berduan.”
Kalimat nya diakhiri oleh tawa yang terbahak-bahak. “Kamu lagi, Randy kenapa
belum siap-siap? Jam berapa ini? Ayo lah…! Kesiangan kita nanti”
Ario
keluar kamar meninggalkan Hasan dan Randy yang saling bertatapan. Ia berlalu
dengan berbagai omelan yang ditujukan untuk mereka berdua.
“Ran…
Kalau lo emang benar-benar gak bisa ikut, Gue bisa bilang sama mereka jika lo
masih sakit, atau alasan apa, bisa gue buat untuk menjelaskan kepada mereka.”
“Gak
perlu, gue ikut.” Nada bicaranya datar. Antara yakin dan tidak. Lantas ia
bangkit, mengambil baju yang menggantung pada paku di balik pintu. Ia mengemasi
beberapa perlengkapan dimasukkannya ke dalam tasnya.
“Lo
yakin?” Hasan mencoba meyakinkan pria yang ada di hadapannya.
“Ya!”
Randy menjawab dengan singkat. Ia masih sibuk berkemas.
“Yasudah,
Gue tunggu di luar ya, jangan lupa sempatin makan!”
Randy
tidak menjawab. Hanya senyum tipis yang tampak di wajahnya. Hasan kembali ke
ruang tengah, kawan-kawannya telah menunggu dan besiap pergi. Maya membereskan bekas
makan, dibantu oleh Lita dan Anya. Luki dan Ario sibuk mengecek perlengkapan
untuk pendirian tenda. Hasan kembali ke kamar, memastikan Randy sudah siap atau
belum.
**
Jam
06:15 saat mentari masih malu-malu bersembunyi di balik gunung, udara pedesaan
masih terasa begitu sejuk. Burung-burung bernyayi riang. Dengan menapaki jalan
setapak mengikuti peta yang digambarkan oleh kepala desa, tujuh orang mahasiswa
berangkat meninggalkan posko. Dengan wajah yang riang, hati yang gembira.
Membayangkan kesenangan dan keindahan alam yang akan segera meraka temui beberapa
jam lagi. Kecuali ada satu wajah yang sejak subuh tadi tidak menampakkan
keceriaannya.
Randy
ditemani Hasan berjalan paling belakang. Ario dan Lita tampak saling
bergandengan tangan. Jika menemui jalan yang terjal Ario dengan sigap membantu
Lita. Menarik tangannya dan memastikan jika kekasihnya itu baik-baik saja. Dua
sejoli itu terlibat cinta lokasi selama masa KKN. Mereka berjalan di barisan
kedua setelah Luki. Maya dan Anya berada di barisan ke tiga, saling bergandengan
bahu membahu melawan terjalanya perjalanan. Sesekali mereka saling berbisik
melihat kebersamaan Hasan dan Randy. Tak biasanya mereka sedekat itu. Maya
bahkan sempat bergosip jika Hasan dan Randy mulai saling menyukai.
**
Perjalanan
masih cukup jauh. Jarak tempuh dari desa Sangkuriang menuju danau memerlukan
waktu sekitar empat jam perjalanan . Jam menunjukkan pukul 09:00 sepertiga
perjalanan sudah mereka tempuh. Perjalanan yang menyenangkan ditemani udara
sejuk pegunungan dan pemandangan yang memanjakan mata membuat perjalanan terasa
ringan. Namun tiba-tiba kaki Lita terkilir, ia memang tidak terlalu terbiasa
berjalan jauh. Ario meminta untuk beristirahat sebentar untuk memberikan
penanganan kepada kaki kekasihnya. Luki sang ketua pun menyetujuinya.
“Ya
sudah, kasihan para cewek. Kita istirahat dulu di sana”. Luki menunjukkan
sebuah tempat, dataran yang lumayan luas, ada sebuah pohon besar yang bisa
dijadikan tempat untuk berteduh. Padang rumput yang terhampar luas, membuat
naluri Maya dan Anya untuk ber-selfie ria tidak tertahankan. Mereka asik
berpose di sana-sini.
Sementara
Hasan dan Randy kembali membahas sesuatu yang penting. Kali ini ekspresi wajah
mereka lebih serius dari sebelumnya. Luki memilih bergabung dengan Maya dan
Anya ikut berpoto. Hasan sibuk memberikan pijatan ringan untuk kaki Lita.
“Ran,
lo baik-baik saja kan? Jangan bayangin danaunya. Pokoknya lo harus terus
berjalan agar kita lekas sampai dan menyelesaikan perkemahan ini. Pulang ke
posko, dan senin depan kita ke Jakarta. Kita bisa menemui keluarga kita.
Bukannya lo rindu sama masakan Ibumu?” Hasan terus berusaha menghibur kawan
terdekatnya, ia tak mau kawannya itu sampai patah semangat. “Nanti gue bujuk
Luki agar tak terlalu dekat dengan danau saat mendirikan tenda.”
“Thanks
ya Bro… makasih banyak sudah ngertiin. Gue harap gak ada yang tahu masalahku.
Terutama Ario, jika dia tahu, maka habislah.”
Hasan
mengagguk dan menepuk pundak Randy, menguatkan sahabatnya yang sudah ia anggap sebagai
saudara sejak kegiatan KKN itu di mulai. Luki memberikan kode, tandanya harus
melanjutkan perjalanan. Maya dan Anya masih asik berfoto. Lalu,
“Randy,
aku boleh minta poto bareng kamu berdua aja?” Anya menghampiri Randy, dan
menyerahkan kamera kepada Maya. “Tolong ya May...” Maya mengacungkan jempolnya
tanda setuju. Hasan bernafas lega. Merasa ada yang akan membantunya
menngalihkan perhatian Randy tentang danau. Anya bisa membantu Randy membuang jauh rasa takutnya sedikit
demi sedikit. Sejak berfoto bersama tadi, Hasan member kode kepada Maya agar
membiarkan Anya dan Randy berjalan bersama. Pada awalnya Maya merasa ragu,
namun akhirnya ia mengiyakan. Maya pun melihat sinyal bahwa tampaknya Anya menyukai
Randy.
“Aku
kira kamu sama Randy saling suka… hehe…” Canda Maya sambil menyikut lengan
Hasan.
“Gak…
Aku suka nya sama yang lain” Ucap Hasan, matanya menatap wajah Maya dalam-dalam.
**
Matahari
semakin terik. Persediaan air minum mulai menipis. Tak disangka ternyata
perjalanan ke danau itu sangatlah melelahkan. Ario berteriak kepada Luki yang
sudah jauh berjalan di depan.
“Ki…
Masih jauh gak? Bener gak nih jalannya ke sini? Kita gak nyasar kan?”
“Sebentar
lagi kita nemu hutan karet. Danaunya ada di tengah-tengah hutah karet” Luki
menjawab dengan teriakanya pula.
“Ini
kita sudah memasuki hutan karet. Sebentar lagi kita sampai.” Ucap Hasan
setengah berbisik di telinga Randy. Mata Ario yang jeli melihat kejadian itu
menjadi timbul sifat kejailannya.
“Hey…
di sini ada LGBT. Hasan dan Randy jadian…” Ario berteriak-teriak mengejek kedua
temannya yang berjalan mulai merapat kembali. Tawanya liar, begitu keras,
seolah merasa puas dengan ejekan yang baru saja terlontar. Anya melotot,
menunjukkan kepalan tangan ke arah Ario yang justru dibalas dengan olok-olok.
“Anya
jealous niye… Haha” Ario kembali
terbahak. Kali ini Maya, Lita dan Hasan juga Luki ikut tertawa.
Jam
11:15, mereka sudah sampai di tengah-tengah hutan karet, danau Sampiran sudah
di depan mata. Maya, Lita dan Anya segera menanggalkan tas ranselnya.
Merebahkan diri di rerumputan menghilangkan rasa pegal sambil menikmati angin
yang bertiup sepoi-sepoi. Luki dan Ario duduk di tembok pembatas danau,
mengeluarkan air minum dan menyalakan rokok. Hasan masih berdiri dengan jarak
sekitar satu meter di sebelah Randy.
Randy
diam tak bergeming. Kakinya mulai lemas, saat melihat hamparan danau yang
begitu luas. Airnya tampak begitu tenang, menandakan bahwa danau itu memiliki dasar
yang sangat dalam. Papan kayu yang berisi keterangan nama danau dan
kedalamannya, juga berisi peringatan agar pengunjug berhati-hati, menjadi momok
yangsangat menakutkan untuknya. Hatinya begitu ciut, sifat kelelakiannya
berkurang puluhan persen, pandangannya mulai berkunang-kunang, kepalanya
pusing, kakinya seoalah tak kuat lagi menopang beban tubuhnya. Hasan yang sejak
tadi berdiri tidak terlalu jauh menyadari kawannya membutuhkan ketenangan. Ia
segera mengajak Randy menepi, menjauh dari danau, bahkan jika boleh, ia ingin
membawa Randy pergi lebih jauh lagi.
**
Jam
menunjukkan pukul 13:00. Tenda sudah selesai didirikan. Ini waktunya makan
siang, membuka perbekalan yang dibawa dari posko. Randy dan Hasan menghilang
tidak tampak di sekitar tenda. Tendanya kosong.
“Kemana
lagi mereka? Sudah memulai kencan rupanya.” Ario mencibir. Tangannya disikut
oleh Lita, mengingatkan agar kekasihnya berhenti mengejek mereka.
“Mungkin
mereka lagi cari makan di tempat lain” Luki menimpali sambil membuka
pakainanya, menyisakan celana pendek selutut warna biru tuanya. Ia lantas
berlari ke arah danau dan menceburkan diri ke sana. Lalu ia berteriak, “Ayo
berenang… airnya segar… yuhuuu…” Luki berenang kesana kemari bagai anak kecil
yang baru menemukan air sebagai mainannya. Maya dan Anya masih asik berpoto di
tepi danau. Ario dan Lita memutuskan untuk menyewa sebuah perahu kecil. Mereka
mengayuh dayung berdua.
Pukul
16:00. Hasan dan Randy belum juga kembali ke tenda. Menimbulkan tanda tanya
besar di benak kawan-kawannya. Luki memutuskan untuk mencari. Dan meminta kaum
perempuan menunggu di tenda.
Di
sebuah warung Randy duduk di sebelah Hasan dengan bersandar di tiang kayu.
Hasan memijit kaki Randy dan tak berhenti menghibur Randy sesekali tangannya
menyentuh bahu Randy berharap sedikit memberi kekuatan. Randy semakin lemas, tubuhnya
ambruk ke pangkuan Hasan. Hasan memeluk tubuh Randy sambil memanggil-manggil
namanya. Ario yang tidak tahu menahu awal kejadiannya, melihat mereka
berpelukan langsung sontak naik pitam. Ia merasa malu memiliki teman saling
menyukai sesama jenis.
“Apa-apaan
ini? Ternyata ini alasan kalian mengapa sejak tadi menghilang? Sejak tadi pagi
terpisah dari rombongan, dan selama hampir tiga bulan tidur sekamar, hah?”
Hasan
berusaha menjelaskan. Luki pun berusaha menenagkan temannya itu.
“Ini
gak seperti yang kalian sangkakan. Randy… Randy sakit.” Perkataannya terbata
bata. Hasan ingin memberitahukan hal sebenarnya, tapi ia telah berjanji tak
akan membocorkan kelemahan sahabatnya itu.
Luki
berusaha lebih bijak, “Sudahlah… kalau Randy sakit kita bawa ke tenda saja, ini
kan acara kita. Kita di sini mau bersenang-senang, aku tak mau ada yang sakit.
Kita semua kawan. Ayo kita bawa Randy ke tenda, jaka memang Randy memerlukan
perawatan, kita rawat dia di sana. Ada temen-temen cewek yang bisa bantu urus”
Belum
juga mulut Hasan membuka untuk menjelaskan, Luki dan Ario telah menghampiri
tubuh Randy, memapahnya berjalan. Kaki Randy semakin lemas. Namun ia terlihat
pasrah, dan tak mampu menolak. Hasan semakin bingung dan tak tahu harus berbuat
apa. Ia merasa sangat menyesal mengapa ia telah membujuk Randy untuk ikut pergi.
Ia tak menyangka kawannya akan selemah itu.
Randy
dibaringkan di tendanya. Kakinya diberi baluaran balsem agar merasa hangat. Ario
yang masih emosi, merasa jika Randy merupakan perusak kesenangan.
“Alaaah
Randy… lo kayak bukan cowok aja man…
Bngun lah… ayo sembuh! Masa tadi jalan jauh aja kuat sekarang lo mau sia-siain
kesempatan indah kita. Ayolah kita berenang biar seger.” Tanganya menarik
lengan Randy memaksanya keluar dari tenda. Hasan yang melihat kejadian itu
merasa tidak senang dengan perlakuan Ario kepada sahabatnya. Tangannya menepis
tangan Ario dengan kasar. Ario tidak terima.
“Apa
lo gak terima pacar lo gua tarik-tarik? Kenapa lo jealous, hah?”
Seketika
pukulan Hasan mendarat di pipi Ario. Mereka baku hantam saling pukul. Lita,
Maya dan Anya berusaha melerai sebisanya. Tanpa sengaja satu pukulan Ario
mendarat di pipi Anya, Anya menjerit lalu tersungkur di tanah. Melihat Anya dieperlakukan begitu Randy
bangkit, mendadak memiliki kekuatan yang luar biasa. Ia mencintai Anya, ia
tidak tahan melihat gadisnya diperlakukan kasar oleh Ario. Sambil tertatih,
Randy menghampiri Anya, berusaha menolongnya.
Ia memeluk tubuh Anya yang lemas, dari bibirnya mengeluarkan darah segar. Ario
yang masih emosi menarik tubuh Randy. Membuat Anya terhempas. Maya menolong
Anya. Lita mengejar Ario berusaha menghentikan aksi anarkis pacarnya itu. Luki
yang sejak tadi pergi mencari obat datang marah-marah melihat kejadian
memalukan itu. Beruntung pengunjung danau saat itu sedang sepi. Hanya ada beberapa
tenda yang didirikan itupun letaknya sangat berjauhan. Ia berusaha menghentikan
langkah Ario, begitupun Hasan yang sejak tadi berusaha menghentikan aksi Ario
yang seperti orang kesetanan.
“Sudah
Ario! Apa-apan lo ini?” Luki mencoba menghentikan Ario yang terus menyeret
Randy ke arah danau.
“Ah,
dia ini penipu. Dasar tukang tidur! Gue penasaran, kita cemplungin aja dia ke
danau, biar dia bangun dari tidurnya.”
“Jangan
Ario… Anya yang sudah pulih, meronta-ronta memeluk tubuh Randy berusaha
menolong. Randy kembali lemas. Hasan berusaha menyadarkan Randy. Ario tetap
bersikeras menarik Randy ke arah danau. Kali ini Hasan sudah tak tahan dengan
perlakuan Ario. Hasan memohon-mohon sampai berlutut di kaki Ario. Memohon Ario
menghentikan niatnya untuk menceburkan Randy ke danau. Demi melihat kelakuan Hasan
yang rela merendahkan dirinya demi Randy, semua bertanya tanya dalam hati ada
apa sebenarnya? Akhirnya Ario mau melepaskan cengkraman tangannya di lengan
Randy, jarak mereka ke danau tingggal satu meter lagi. Hasan dan Anya membopong
tubuh Randy yang semakin lemas, bermaksud membawa Randy ke tenda. Namun
tiba-tiba Ario medorong mereka bertiga sampai tercebur ke danau. Hasan
berteriak memaki-maki Ario. Semua sumpah serapah keluar dari mulut Hasan. Ario
tertawa terbahak-bahak merasa puas mengerjai tiga kawannya. Maya dan Luki
besiap turun ke danau jika Hasan dan Anya memerlukan pertolongan. Lita
menangis, kesal dengan kelakuan kekasihnya.
Randy
tenggelam, Keempat kawannya mencari tubuh Randy kecuali Lita yang terus
mengomel memarahi Ario.
Luki
muncul tampak terengah-engah membopong tubuh Randy ke tepi danau. Ario tak
berkedip melihat Randy tak menunjukkan gerakan. Semuanya berharap itu hanya
pingsan. Tetapi lain lagi dengan Hasan, Ia menangis sejadinya. Memeluk tubuh
Randy. Luki berusaha menenangkan. Randy segera dibawa ke tenda. Maya berlari
mencari pertolongan.
Nyawa
Randy tak tertolong, ia meninggal dunia. Semua menagis dengan penyesalan yang
luar biasa. Tak terkecuali Ario yang terus menerus mengutuk dirinya, menyesali
perbuatannya. Hari itu mereka tak jadi
menginap di tepi danau. Jasad Randy harus segera di ke bumikan.
Sepanjang
perjalanan Hasan menceritakan semua rahasia Randy di tengah isak tangisnya.
Randy mengidap bathophobia, sebuah phobia akan kedalaman. Randy akan merasa
begitu lemas ketika melihat air dengan kedalaman yang tinggi. Ia seakan
kehilangan daya tahan tubuh. Di usia 4 tahun Randy tenggelam, dan mengalami
trauma berat dengan danau, kolam renang yang dalam, laut atau apapun yang
memiliki kedalaman.
Penutupan
KKN terasa sangat menyedihkan tanpa Randy. Sejak kejadian itu Ario yang super
jail menjadi sangat pendiam. Anya menjadi pemurung, dan Hasan tak bisa
memaafkan dirinya mengapa tidak membongkar rahasia Randy sebelum pergi ke danau
secara diam diam, agar semua baik-baik saja. Lita menjadi tidak mencintai Ario,
Luki menyesal telah merancanakan perkemahan di danau, Maya bersedih melihat
Hasan selalu bersedih.
No comments:
Post a Comment