Desember… setengah
perjalanan lagi bulan ini habis. Tepat di tanggal ini mamah (almarhumah) dulu
menelpon ku. Bertanya kabar…
dan mau tahun baruan di mana? Mamah bilang kangen sekali, pengen lihat perut teteh sudah makin buncit atau masih kayak dulu pas syukuran empat bulanan? (waktu itu usia kandungan ku menginjak 5 bulan).
dan mau tahun baruan di mana? Mamah bilang kangen sekali, pengen lihat perut teteh sudah makin buncit atau masih kayak dulu pas syukuran empat bulanan? (waktu itu usia kandungan ku menginjak 5 bulan).
Rasanya suara itu
masih tedengar di telingaku, suara lembut yang sangat “halimpu” enak, empuk di telinga.
Mamaku yang hebat, tak pernah menunjukkan rasa sakit nya. Tak pernah mengeluh
seberapa dahsyat sakit kepalanya kaena tensi darah nya naik, atau tak pernah
mengeluh dengan rasa lelahnya karena harus mengurusi umah dan pekejaan di
sekolah, atau karena lelahnya karena kurang tidur di malam hari. Mamah selalu
menelpon ku dengan suara “baik-baik” saja… dan bodohnya aku tak tahu bahwa
mamah menyimpan sakit yang serius.
Rupanya…. Itu
telepon mamah yang terakhir. Menyesal aku menjawab “gak tahu mah…” “belum bisa
menentukan taun baruan di rumah atau di sini..” belum tentu pulang kampung” dan
lain sebagainya.
Rupanya… kali itu
mamah sedang sakit, sedang ingin berada di dekatku, di dekat anak sulung nya
yang selalu jauh, yang sejak sekolah SMU sudah tinggal di kost-kostan. Yang
jarang pulang, yang sibuk dengan kegiatan sekolahnya, jika libu tiba masih
harus sibuk dengan kegiata ekskul. Yang semenjak kuliah semakin jarang pulang
juga karena alas an yang sama, dan setelah lulus kuliah malah bekarja di sini…
jauh dari nya.
Rupanya… kali itu
mamah ingin memegangi perut ku, yang di dalamnya ada cucu dari anak pertamanya.
Yang ternytata tak sempat ia lihat, tak sempat ia gendong, menimang-nimang, dan
menina bobokan dengan lagu “haleuang nelengnengkung” nya.
Rupanya… kali itu
aku salah mengambil keputusan… kenapa aku tak pulang saja, kenapa aku tak
menemuinya segera sampai akhirnya ajal menjemput mamah sebelum aku menemuinya...
Tanggal 10 januari..
mamah meninggalkan kami. Sakit sekali ku rasa. Kalau bukan karena aku sedang
mengandung bayi, yang harus ku jaga perkembangannya, mak ingin asanya waktu itu
aku menangis sejadinya, dan memeluk mamah selamanya.
Kini aku di sini,
dengan tetesan air mata yang tak henti-henti, dengan penyesalan yang tak
berakhir. Menyesal jika selama mamah hidup aku belum dapat membahagiakannya.
Aku rindu mah… rindu
setengah mati…
Ditemani
rintik hujan, Desember di Rumahku
No comments:
Post a Comment