Search This Blog

Monday, January 5, 2015

Nasib Cinta Arya



Pagi buta Arya sudah terbangun. Bergegas mengambil air wudhu kemudian melangkahkan kaki nya ke mesjid yang berada tak jauh dari rumah orang tuanya. Ya, Arya masih tinggal di rumah orangtuanya, menjaga satu-satunya peninggalan mereka. Rumah tua yang masih kokoh untuk ditinggali.
Arya mendapatkan amanat dari kakak-kakanya untuk tetap tinggal di sana menjaga rumah. Rumah tempat keluarga besar berkumpul jika Hari Raya Idul Fitri tiba, atau musim kurban datang, atau juga berkumpul untuk menyengaja bersilaturahmi di hari lain. Arya masih hidup sendiri, meski kakak-kakak nya selalu mendesak agar Arya segera menikah. Kini usia Arya sudah tak muda lagi, 29 tahun, hampir kepala tiga. Orang bilang itu usia rawan yang menentukan seseorang laku atau tidak.

Bukan tak ada yang mau kepada Arya. Banyak perempuan yang boleh dibilang antri mendapatkan cinta nya. Wajah Arya memang tak terlalu tampan, tapi ia memiliki sejuta jurus untuk menaklukan hati perempuan. Rayuan dan pujian yan sering Arya lontarkan, membuat setiap perempuan bisa melayang hatinya, terbang tingi, dan takkan berhenti memikirkan perkataan Arya. Badannya yang atletis kerena rajin fitness, membuat Arya lebih menarik lagi di mata perempuan, senyumannya yang manis, pandangan nya yang tajam juga memukau. Satu lagi, setiap gadis yang berhasil menarik perhatian Arya dia panggil dengan sebutan “cantik”. Hati siapa yang takan rontok dibuatnya.

Namun sampai sekarang pemuda itu pun dibuat bingung setengah mati, tak mengerti kenapa sampai saat ini belum juga ada perempuan yang benar-benar membuatnya yankin untuk dijadikan istri. Baginya semua wanita sama, hanya meninginkan pujian, bukan kesiapan untuk hidup bersama. Yang Arya butuhkan adalah perempuan yang bisa sepenuhnya mengerti dirinya, perempuan yang memaklumi segala apa yang disukainya. Naik gunung, bersepeda dengan sepeda kesayangannya, touring bersama kawan-kawannya, atau sengaja menantang bahaya arung jeram, climbing, plyingfox, atau apapun yang memacu adrenalinnya. Ia tak ingin setelah menikah nanti perempuan yang menjadi istrinya melarangnya melakukan semua itu. Karena semua itu adalah hal yang sangat dicintainya. Angin gunung telah menjadi sesuatu yang selalu dirindukannya, Mossi sepeda kesayangannya ibarat telah menjadi bagian dari hidupnya, suka duka dilakukan bersama, terjalnya rute perjalanan merupakan hal terindah jika dilalui Arya bersama dengan sepedanya.

Tak harus menempuh waktu 5 menit, Arya telah sampai di pekarangan Mesjid Baiturrahman, satu-satunya mesjid di kampungnya. Beberapa jamaah menyapa nya, tak sedikit pula para gadis yang merupakan santri pengajian menyempatkan mencuri perhatiannya ketika menuju tempat wudhu. Arya membalas sapaan atau senyuman itu satu persatu. Sapaan seramah mungkin, dan senyuman semanis mungkin.

Tak mau berlama-lama, setelah berjamaah solat subuh Arya bergegas pulang, ingat janjinya kepada kawan lama akan bersepeda bersama hari ini ke Pangalengan. Salah satu tempat sejuk yang indah di dataran tinggi kota Bandung. Kota kelahirannya. Arya bersiap-siap. Menyiapakn ini itu seorang diri. Sudah biasa.

Selangkah lagi Arya menuju pintu keluar, Hanphone nya berbunyi. Sebuah pesan singkat masuk. Menyapa :

 “Selamat Pagi Arya… Apa kabar?”

Seakan meloncat Arya kegirangan, diulangnya lagi membaca pesan pendek itu, memastika apakah benar pesan itu dikirim oleh Maya. Maya gadis pujaannya yang ia temui di acara pelatihan dan penyuluhan tentang kesehatan. Gadis pertama yang benar-benar membuatnya susah tidur, membuatnya memiliki detak jantung yang kencang ketika berhadapan dengannya, benar-benar membuat penasaran Arya. Tak seperti gadis lain yang hanya dengan memujinya mereka langsung ‘klepek-klepek”. Sedangnkan Maya, justru membuat Arya tak mampu melontarkan pujian. Menurutnya Maya lebih dari sekedar cantik. Terlalu indah tak ada kata-kata perumpamaan untuk mengungkapkan keindahannya.

“Selamat pagi… Maya… Cantik. Apa kabar?”
Arya malah lupa menjawab pertanyaan Maya yang justru bertanya kabar pula.

“Maya sehat… ada kabar Arya mau ke Pangalengan ya…”

“Wah.. Maya tahu dari siapa?”

“dari om ku”

“om kamu? Siapa?”

Tak ada jawaban lagi. 5 menit menungu membuat Arya tersadar bahwa dirinya hampir terlambat. Arya segera berangakat dengan sepedanya, menuju tempat janjian dengan kawan-kawan sesama pecinta sepeda.
Sepanjang perjalanan hati Arya berbunga-bunga. Senyuman selalu mengiasi bibirnya. Hari ini akan menjadi perjalanann yang sangat menyenangkan, fikirnya.

**
Sampai di tempat tujuan, Arya menikmati keindahan alam Pangalengan, hijau dedaunan membuatnya semakin indah bagai di alam khayalan di mata Arya. Di matanya menari bayangan nya bersama gadis pujaannya bersepeda boncengan di antara indahnya pemandangan. Berlarian, saling kejar-kejaran. Si gadis jatuh, lalu Arya menangkap dan memeluknya erat-erat. Lamunan yang sangat klasik, seperti di film India. Tapi bagi Arya, memang seperti itulah. Ia sangat meminpikan gadis itu.

Arya mulai lelah, setalah minum beberapa teguk air, Ia membuka tas kecil yang dililitkan di pingangnya. Mengambil handphone dan memeriksa adakah pesan dari gadis pujaannya.
Ada satu pesan :

“Arya sudah nyampe ya?”

Secepatnya dia balas walau dengan jari gemetar, sama getarannya dengan hati dan jangtungnya menahan lonjakan perasaan bahagia dan tetap berbunga bunga.

“udah… lagi ngapain neeh..?”

“lagi nungguin kamu, di tempat parkir mobil yang di bawa om”

What??? Arya mendadak salah tingkah. Beberapa menit lagi Arya dan kawan-kawannya harus berkumpul kembali di tempat semula. Lalu kenapa harus ada Maya? Gadis pujaannya. Sementara harus melihatnya dalam keadaan bermandi keringat, baju seperti itu, bukan baju yang rapih (maksudnya pakaian yang biasa dipake kencan), muka kucel basah dengan keringat pula. Harus ke mana ia berlari mencari pakaian ganti? Apa yang harus ia lakukan ketika bertemu dengan Maya? Aduh… gerogi berat… semua itu berkecamuk dalam fikiran Arya. Ia memperlambat “gowesannya” untuk memperlambai sampai di tempat di mana mereka harus berkumpul.

**
Maya memang selalu menarik. Memakai celana jeans, kaos longgar berwarna putih, rambutnya di ikat ekor kuda, memakai topi warna krem, dengan poni dibiarkannya terurai, memjulur tak tertutup rapi oleh topinya. Badannya tak terlalu tinggi, tapi cukup proporsional, tinggi dan beratnya sepertinya ideal. Di mata Arya ia adalah gadis yang paling menarik, mungil, seksi, cantik, sempurna. Bukan hanya itu bagi Arya perempuan itu adalah perempuan yang smart, supel, juga memiliki seuara yang merdu. Maya pernah memperdengarkan suaranya saat memdapatkan kesempatan menghibur peserta lain di pelatihan itu. Suara lembut itu yang sealu terngiang-ngiang di telinga Arya. Dan semakin bermimpi jika suatu saat ia memiliki kesempatan untuk mendengarkan suara itu setiap hari.

Arya salah tingkah. Senyum nya kedeluan oleh Maya. Sapaan nya pun kalah cepat oleh Maya membuat Arya mati kutu.  Arya berkesempatan menjabat tangannya. Lembut terasa. Seolah tak akan dia cuci tangan nya sampai kapanpun agar wangi dan lembut jabat tangan itu tak hilang dan terus terasa. Itu adalah jabatan tangan kali kedua. Setelah sebelumnya berjabat tangan pada acara penutupan pelatihan. Di sana memang semua peserta dan panitia diwajibkan saling berjabat tangan untuk meleburkan kesalahan dan kekhilapan yang pernah terjadi selama kegiatan berlangsung. Tapi kali ini jabatan tangan itu terasa jauh berbeda. Rasanya sampai jauh ke dalam menerobos dan menggelitik hatinya, menguncang-guncang jantunnya agar semakin cepat berdetak. Lagi-lagi Arya gegori berat…

**
Orang lain beristirahat bergerombol, Arya lebih memilih memberanikan diri untuk mendekati keponakan salah satu dari kawannya. Hatinya terus berbisik memotifasinya untuk tak menyia-nyiakan kesempatan baik itu. Arya harus menyatakan perasaannya kepada Maya saat itu juga. Sebelum hari terlalu terik.

Dengan segala kekuatan hati yang dimilikinya, mengesampingkan rasa malu nya karena penampilannya yang masih basah dengan keringat, beruntung badannya masih sedikit beraroma farfum yang sempat disemprotkannya tadi pagi, menambah keberanian Arya untuk mendekati Maya. Sedikit lebih dekat lagi…

“Hm… Maya…. Boleh gak aku bercerita sesuatu?

Malah kalimat itu yang keluar dari mulut Arya. Susah sekali menyusun kalimat yang indah di depan bidadari cantik seperti Maya. Arya mengutuk dirinya sendiri yang lebih tampak beo di hadapan Maya.

Maya tersenyum manis. “apa Ar…?
“May.. aku tertarik kepada perempauan. Dia cantik sekali dan sangat menarik perhatiannku. Berhari-hari aku memikirkannya sejak pertemuan beberapa hari denganya. Tak banyak yang aku ingat apa saja kejadian yang kami alami bersama. Tapi entah kenapa tiba-tiba saja aku menyukainya. Suaranya lembut, jika ia bernyanyi merdu sekali. Membuat telingaku selalu ingin mendengarkannya lagi. Caranya menyapa orang-orang, ramah, supel, buat ku ia sempurna… tapi aku bingung apakah ia memiliki perasaan yang sama?”
Deretan kalimat itu keluar begitu saja dengan lancarnya dari bibir Arya. Yes! Dalam hati Arya berseru, sekali lagi “Yes! Akhirya aku bisa mengawali pembicaraan dengan baik” fikirnya.
Maya tersenyum “siapa Ar..?”
Sontak Arya menjawab….
“kamu May….” Dengan perasaan takut akhirnya kalimat itu berhasil Arya ucapkan
Maya tertegun, menghela nafas panjang… kemudian…
“aku aneh sama kamu Ar.. masa baru sebentar kenal sama aku sudah bisa bilang kayak begitu..” tatapan Maya datar. Kemudian…
“tapi Ar… aku juga menyukai seseoranh. Seseorang yang sebenarnya orang pertama yang dapat membuatku merasa terbang dengan pujian-pijuannya terhadapku. Yang selalu membuat aku tersadar bahwa aku memiliki kelebihan, memiliki potensi. Suara yang katanya bagus, dan senyumku yang dia bilang manis… membuat aku menjadi tambah bersyukur atas apa yang aku miliki. Awalnya aku menyangka dia hanya menggombal.. Pada awalnya aku tetap berusaha membentengi diri agar tak goyah dengan rayuan-rayuan gombal.. Tapi lama-lama aku suka diggombalin olehnya Ar…”

Bergetar hati Arya, mendengar ungkapan itu. Ia yakin orang yang dimaksud Maya adlah dirinya.

“May… boleh aku titipkan rasa saying ini kepadamu?”

“hm… Ar… Aku akan selalu menjaga rasa sayang yang kamu titikkan kepadaku. Tapi Ar…”

“tapi apa May…?”

“kamu terlambat datang Ar…seseorang telah menisci hatiku jauh sebelum kamu datang. Aku tak bisa menggesernya dari hatiku ini. Dia adalah laki-laki terbaik yang orangtuaku pilihkan untukku. Sebentar lagi kami akan bertunangan…”

Seketika langit menjadi gelap. Dalam pandangan Arya dedaunan yang indah dan hijau berubah warna menjadi gelap, gosong. Tempat nya terdiam rasanya berubah menjadi duri-duri tajam yang membuatnya ingin segera beranjak pergi dan lari entah kemana. Kabur dan berteriak-kencang-kencang, cintanya gaal lagi…. Tapi Arya sadar ia harus lebih bersikap dewasa..

“maafkan aku Ar… kamu hanya akan mendapatkan tempat kecil di hati ku. Tapi tempat itu aku siapkan seistimewa mungkin. Ruang dalam, jauh di lubuk hati ku yang terindah. Kamu berhasil memiliki sudut itu di hatiku.” 
Maya mengatakan itu dengan senyum manis penuh kehangatan. Menyembuhkan sebagian luka dalam hati Arya. 

Arya menghela nafas panjang. Ada kesedihan yang mendalam. Tapi ia yakin, akan tetap ada secercah harapan. Harapan luhur, bahwa ia masih bisa menyanyagi Maya, walaupun ia sudah memiliki kekasih. Harapa besar bahwa Maya pun memberi tempat di hatinya untuk sebuah nama “Arya”.

Ia bingung, harus merasakan apa. Bahagiakah, atau bahkan sedih. Tapi yang pasti setidaknya ia tahu Maya pun memiliki rasa untuknya.

Lagnit yang gelap kembali cerah, dedaunan yang menhitam kembali menyegarkan. Hati yang remuk kembali memperbaiki kepingan-kepingannya, hampir utuh kembali. Udara sejuk Pangalengan menjadi saksi, ikrar cinta yang tak jua mengubah nasib cinta Arya…

Pagi hari di Ujungberung.
Januari 2015


Share/Bookmark

2 comments: